KERADIOAKTIFAN BUATAN
Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh
partikel.
Prinsip penembakan:
- Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor atom setelah penembakan.
- Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor massa setelah penembakan.
Misalnya: 714
N + 24 He ® 817 O + 11
p
RUMUS
k = (2.3/t) log (No/Nt)
k = 0.693/t1/2
t = 3.32 . t1/2
. log No/Nt
|
k = tetapan laju peluruhan
t = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mula-mula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t
t1/2 = waktu paruh
t = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mula-mula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t
t1/2 = waktu paruh
RINGKASAN
1. Kestabilan inti: umumnya suatu isotop dikatakan
tidak stabil bila:
a. n/p >
(1-1.6)
b. e > 83
b. e > 83
e = elektron
n = neutron
p = proton
n = neutron
p = proton
2. Peluruhan radioaktif:
a. Nt
= No . e-1
b. 2.303 log No/Nt = k . t
c. k . t1/2 = 0.693
d. (1/2)n = Nt/No
t1/2 x n = t
b. 2.303 log No/Nt = k . t
c. k . t1/2 = 0.693
d. (1/2)n = Nt/No
t1/2 x n = t
No
= jumiah zat radioaktif mula-mula (sebelum meluruh)
Nt = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh)
k = tetapan peluruhan
t = waktu peluruhan
t1/2 = waktu paruh
n = faktor peluruhan
Nt = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh)
k = tetapan peluruhan
t = waktu peluruhan
t1/2 = waktu paruh
n = faktor peluruhan
Contoh:
1. Suatu unsur
radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari sejumlah No unsur tersebut setelah
1 hari berapa yang masih tersisa ?
Jawab:
t1/2
= 4 jam ; t= 1 hari = 24 jam
t1/2 x n = t ® n = t/t1/2 = 24/4 = 6
(1/2)n = Nt/No ® (1/2)6 = Nt/No ® Nt = 1/64 No
t1/2 x n = t ® n = t/t1/2 = 24/4 = 6
(1/2)n = Nt/No ® (1/2)6 = Nt/No ® Nt = 1/64 No
2. 400 gram
suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72 tahun ternyata masih tersisa
sebanyak 6.25 gram. Berapakah waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?
Jawab:
No
= 400 gram
Nt = 6.25 gram
t = 72 tahun
Nt = 6.25 gram
t = 72 tahun
(1/2)n
= Nt/No = 6.25/400 = 1/64 = (1/2)6
n = 6 (n
adalah faktor peluruhan)
t = t1/2
x n ® t1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun
Arus dan tegangan bolak-balik (AC) yaitu arus dan tegangan yang besar dan arahnya berubah terhadap waktu secara periodik.
A. Nilai Efektif, Nilai Maksimum dan Nilai Rata-rata
Nilai efektif adalah nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter/amperemeter.
Sedangkan Nilai maksimum adakah nilai yang ditunjukkan oleh osiloskop.
hubungan ketiga jenis nilai tersebut sebagai berikut :
Keterangan :
Vm = tegangan maksimal (V)
Vef = tegangan efektif (V)
Im = arus maksimal (A)
Ief = arus efektif (A)
Vr = tegangan rata-rata (V)
Ir = arus rata-rata (A)
B. Rangkaian Resesif, Induktif dan
Kapasitif Murni
a.
Rangkaian Resesif Murni (R)
Pada rangkaian resesif murni arus dan tegangan sefase,
artinya dalam waktu yang sama besar sudut fasenya sama.
Persamaan tegangan dan arus sesaatnya adalah :
dan hubungan antara Vm dan Im :
Keterangan :
V = tegangan sesaat/pada waktu tertentu (V)
I = arus sesaat (A)
R = hambatan (ohm)
b. Rangkaian
Induktif Murni (L)
Pada rangkaian Induktif murni arus terlambat 900
dari tegangan atau tegangan mendahului 900 dari arusnya.
atau
dan hubungan antara Vm dan Im :
Keterangan :
c.
Rangkaian Kapasitif Murni (C)
Pada rangkaian Kapasitif murni arus mendahului 900
dari tegangan atau tegangan terlambat 900 dari arusnya.
dan hubungan antara Vm dan Im :
Keterangan :
XL = reaktansi kapasitif (ohm)
C = kapasitas kapasitor (C)
d. Rangkaian RL, RC, LC
dan RLC
Rangkaian RL, RC, LC dan RLC merupakan gabungan antara
resistor, induktor dan/atau kapasitor yang disusun secara seri. sebelum
membahas lebih lanjut keempat jenis rangkaian di atas, perlu diketahui terlebih
dahulu bahwa arus dan tegangan yang digunakan merupakan arus efektif
(Ief) dan tegangan efektif (Vef). sedangkan pada rangkaian resesif,
induktif dan kapasitif murni pada pembahasan sebelumnya menggunakan arus dan
tegangan maksimal.
Arus Efektif Sumber
Z = impedansi rangkaian (ohm)
Rumus impedansi rangkaian (Z) akan dibahas pada tiap-tiap jenis rangkaian di atas. Jika besarnya arus efektif telah diketahui maka besarnya tegangan tiap-tiap komponen dapat dicari dengan rumus-rumus :
Keterangan :
VR = tegangan pada komponen resistor (V)
VL = tegangan pada komponen induktor (V)
VC = tegangan pada komponen kapasitor (V)
a)
Rangkaian Seri R-L
setelah diketahui besarrrnya impedansi rangkaian (Z)
maka dapat kita cari besarnya arus efektif (Ief) atau tegangan efektif (Vef).
hubungan antara tegangan efektif dan tegangan antar komponen sebagai berikut :
ingat besarnya tegangan (V) yang diperoleh dari rumus
di atas = tegangan efektif (Vef) dan besarnya sudut fase rangkaian :
setelah diketahui besar tan dari
sudut fase maka besar sutt fasenya dapat dicari.
b)
Rangkaian Seri R-C
besarnya tegangan efektif :
dan besarnya sudut fase rangkaian :
c)
Rangkaian Seri L-C
rumus pada rangkaian ini lebih sederhana, yang penting
terpenuhi syarat-syaratnya :
dan besarnya impedansi rangkaian (Z)
:
d)
Rangkaian Seri R-L-C
rangkaian ini merupakan rangkaian yang terlengkap
komponenya, yakni terdapat resistor, induktor dan kapasitor. Sekaligus
merupakan bentuk umum dari rumus-rumus dalam rangkaian yang dibahas sebelumnya.
Artinya cukup menghafal dan memahami rumus-rumus dalam rangkaian ini maka
rumus-rumus pada ketiga jenis rangkaian yang dibahas sebelumnya menjadi lebih
paham dan tidak perlu dihafalkan.
impedansi rangkaian :
tegangan efektif rangkaian :
sudut fase rangkaian :
Cara penggunaan rumus-rumus dalam rangkaian R-L-C untuk jenis rangkaian lainnya :
Ø dalam rangkaian R-L tidak ada
komponen kapasitor (C) maka nilai Xc dan Vc nya = nol (0).
Ø dalam rangkaian R-C tidak ada
komponen induktor (L) maka nilai XL dan VL nya = nol (0).
Ø dalam rangkaian L-C tidak ada
komponen resistor (R) maka nilai R dan VR nya = nol (0).
C. Faktor Daya dan Daya Rangkaian
a. Faktor Daya
besarnya faktor daya juga dapat dicari dengan rumus :
b. Daya Rangkaian Arus Bolak-balik
besarnya daya disipas atau transfer laju energi (P)
dapat dicari dengan beberapa rumus sebagai berikut :
ketiga rumus di atas memerlukan faktor daya untuk
mencari besarnya daya (P). besarnya daya juga samadengan daya nyata (Pnyata)
yang telah dibaha sebelumnya.
D.
Resonansi dalam
Rangkaian L-C atau R-L-C
resonansi terjadi saat besarnya reaktansi induktif
(XL) = reaktansi kapasitif (XC) dan besarnya resonansi :
fres = frekuensi resonansi (Hz)
saat terjadi resonansi (XL=XC) maka harga impedansi rangkaian mencapai nilai minimum dan besarnya samadengan nilai resistornya. saat impedansi minimum inilah arus yang mengalir mencapai maksimum.
E. Grafik Hubungan antara Tegangan (V) dan Arus (I)
a. Grafik Rangkaian
Resesif
yang termasuk rangkaian resesif adalah rangkaian
resesif murni (R) dan rangkaian RLC saat nilai XL=XC (saat terjadi resonansi).
b. Grafik rangkaian
Induktif
terjadi dalam rankaian LC atau RLC saat XL>XC.
Tegangan (V) mendahului arus (I) maka grafik V bergeser ke kiri :
atau dengan kata lain arus (I) terlambat terhadap
tegangan (V) maka grafik I bergeser ke kanan :
c. Grafik rangkaian
Kapasitif
terjadi dalam rankaian LC atau RLC saat XL<XC.
Tegangan (V) terlambat terhadap arus (I) maka grafik V bergeser ke kanan :
atau dengan kata lain arus (I) mendahului tegangan (V)
maka grafik I bergeser ke kiri :
Rangkaian Hambatan
Listrik
– Secara
umum rangkaian hambatan dikelompokkan menjadi rangkaian hambatan seri, hambatan
paralel, maupun gabungan keduanya. Untuk membuat rangkaian hambatan seri maupun
parallel minimal diperlukan dua hambatan. Adapun, untuk membuat rangkaian
hambatan kombinasi seri-paralel minimal diperlukan tiga hambatan. Jenis-jenis
rangkaian hambatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Oleh karena itu, jenis rangkaian hambatan yang dipilih bergantung pada
tujuannya.
1. Hambatan seri
Dua
hambatan atau lebih yang disusun secara berurutan disebut hambatan seri.
Hambatan yang disusun seri akan membentuk rangkaian listrik tak bercabang. Kuat
arus yang mengalir di setiap titik besarnya sama. Tujuan rangkaian hambatan
seri untuk memperbesar nilai hambatan listrik dan membagi beda potensial dari
sumber tegangan. Rangkaian hambatan seri dapat diganti dengan sebuah hambatan
yang disebut hambatan pengganti seri (RS). Tiga buah lampu
masing-masing hambatannya R1, R2, dan R3
disusun seri dihubungkan dengan baterai yang tegangannya V menyebabkan
arus listrik yang mengalir I. Tegangan sebesar V dibagikan ke
tiga hambatan masing-masing V1, V2, dan V3,
sehingga berlaku:
V = V1 + V2
+ V3
Tiga buah lampu masing-masing
hambatannya R1, R2, dan R3 disusun seri
I = I1 = I2
= I3
Berdasarkan
Hukum Ohm, maka beda potensial listrik pada setiap lampu yang hambatannya R1,
R2, dan R3 dirumuskan :
V1 = I x R1 atau
VAB = I x RAB
V2 = I x R2 atau
VBC = I x RBC
V3 = I x R3 atau
VCD = I x RCD
Beda
potensial antara ujung-ujung AD berlaku:
VAD = VAB + VBC
+ VCD
I x RS = I x RAB +
I x RBC + I x RCD
I x RS = I x R1 +
I x R2 + I x R3
Jika
kedua ruas dibagi dengan I, diperoleh rumus hambatan pengganti seri (RS):
RS = R1 + R2
+ R3
Jadi,
besar hambatan pengganti seri merupakan penjumlahan besar hambatan yang
dirangkai seri. Apabila ada n buah hambatan masing-masing besarnya R1,
R2, R3, …., Rn dirangkai
seri, maka hambatan dirumuskan:
2. Hambatan Paralel
Dua
hambatan atau lebih yang disusun secara berdampingan disebut hambatan paralel.
Hambatan yang disusun paralel akan membentuk rangkaian listrik bercabang dan
memiliki lebih dari satu jalur arus listrik. Susunan hambatan paralel dapat
diganti dengan sebuah hambatan yang disebut hambatan pengganti paralel (RP).
Rangkaian hambatan paralel berfungsi untuk membagi arus listrik. Tiga buah
lampu masing masing hambatannya R1, R2, dan
R3 disusun paralel dihubungkan dengan baterai yang
tegangannya V menyebabkan arus listrik yang mengalir I.
Besar
kuat arus I1, I2, dan I3 yang
mengalir pada masingmasing lampu yang hambatannya masing-masing R1,
R2, dan R3 sesuai Hukum Ohm dirumuskan:
Ujung-ujung
hambatan R1, R2, R3 dan
baterai masing masing bertemu pada satu titik percabangan. Besar beda potensial (tegangan) seluruhnya sama, sehingga
berlaku:
Besar kuat arus I dihitung dengan rumus:
Kuat
arus sebesar I dibagikan ke tiga hambatan masingmasing I1,
I2, dan I3. Sesuai Hukum I Kirchoff pada
rangkaian parallel berlaku:
Jika
kedua ruas dibagi dengan V, diperoleh rumus hambatan pengganti paralel:
Jika
ada n buah hambatan masing-masing R1, R2,
R3, … Rn, hambatan pengganti paralel dari n
buah hambatan secara umum dirumuskan:
Rumus Kuat Medan Magnetik
Kelas 12 SMA |
||
Rumus Kuat Medan Magnet
Kawat Lurus Panjang
B = kuat medan magnetik (T) a = jarak titik dari kawat (m) i = kuat arus listrik (A) μo = 4π x 10−7dalam satuan standard Rumus Kuat Medan Magnet Kawat Melingkar B = kuat medan magnetik (T) a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m) i = kuat arus listrik (A) μo = 4π x 10−7dalam satuan standard
Rumus Kuat Medan Magnet
Bagian Kawat Melingkar Sudut α
B = kuat medan magnetik (T) a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m) i = kuat arus listrik (A) μo = 4π x 10−7dalam satuan standard |
||
Kawat Melingkar N
Lilitan
B = kuat medan magnetik (T) a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m) i = kuat arus listrik (A) N = banyaknya lilitan μo = 4π x 10−7dalam satuan standard Glossaries T = tesla A = ampere m = meter Wb = weber |
||
Fisika Study Center
|
||
Rumus Kuat Medan
Magnet Solenoida bagian Tengah
B = kuat medan magnetik (T) L = panjang solenoida (m) i = kuat arus listrik (A) N = jumlah lilitan solenoida μo = 4π x 10−7dalam satuan standard Rumus Kuat Medan Magnet Solenoida bagian Ujung / Tepi B = kuat medan magnetik (T) L = panjang solenoida (m) i = kuat arus listrik (A) N = jumlah lilitan solenoida μo = 4π x 10−7dalam satuan standard |
||
Rumus Kuat Medan
Magnet Toroida
B = kuat medan magnetik (T) a = jari-jari efektif toroida (m) i = kuat arus listrik (A) N = jumlah lilitan toroida μo = 4π x 10−7dalam satuan standard Glossaries 1 Wb / m2 = 1 T |
||
ALAT OPTIK
1. Lup (Kaca Pembesar)
Pembesaran bayangan saat mata tidak berakomodasi
Dengan
ketentuan:
·
= Pembesaran
·
= Titik dekat (cm)
·
= Fokus lup (cm)
2. Mikroskop
Proses
pembentukan bayangan pada mikroskop
Pembesaran
mikroskop adalah hasil kali pembesaran lensa objektif dan pembesaran lensa
okuler, sehingga dirumuskan:
Karena lensa okuler mikroskop berfungsi seperti lup, pembesaran mikroskop dirumuskan sebagai berikut:
Pembesaran Mikroskop pada saat mata berakomodasi maksimum
Agar
mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
Dengan ketentuan:
- =Pembesaran mikroskop
- =Pembesaran oleh lensa objektif
- =Pembesaran oleh lensa okuler (seperti perbesaran pada lup)
- =Titik dekat mata
- =Jarak fokus lensa okuler
- =jarak bayangan oleh lensa objektif
- =jarak benda di depan lensa objektif
- =jarak lensa objektif dan lensa okuler
Pembesaran Mikroskop pada saat mata tidak berakomodasi
Agar
mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
Dengan ketentuan:
- =Pembesaran mikroskop
- =Pembesaran oleh lensa objektif
- =Titik dekat mata
- =Jarak fokus lensa okuler
- =Jarak bayangan oleh lensa objektif
- =Jarak benda di depan lensa objektif
- =Jarak lensa objektif dan lensa okuler.
3. Teropong Bintang
Pembesaran Teropong Bintang pada saat mata tidak berakomodasi
Agar
mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
Dengan ketentuan:
- =Jarak lensa objektif dan lensa okuler
- =Pembesaran teropong bintang
- =Jarak fokus lensa objektif
- =Jarak fokus lensa okuler
Pembesaran Teropong Bintang pada saat mata berakomodasi maksimum
Agar
mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
Dengan ketentuan:
Dengan ketentuan:
- =Pembesaran teropong bumi
- =Jarak fokus lensa objektif
- =Jarak fokus lensa okuler
Jarak lensa objektif dan lensa okuler
Dengan ketentuan:
- =Jarak lensa objektif dan lensa okuler
- =Jarak fokus lensa objektif
- =Jarak fokus lensa pembalik
- =Jarak fokus lensa okuler
Dinamika rotasi
1. Torsi
Sebuah partikel yang
terletak pada posisi r relatif terhadap sumbu rotasinya. Ketika ada gaya
F yang bekerja pada partikel, hanya komponen tegak lurus F⊥
yang akan menghasilkan torsi. Torsi τ = r × F
ini mempunyai besar τ = |r| |F⊥| = |r| |F| sinθ
yang arahnya keluar bidang kertas.
Torsi atau momen gaya adalah hasil
kali antara gaya F dan lengan momennya. Torsi dilambangkan dengan lambang .
Satuan dari torsi adalah Nm
(Newton meter).
2. Momen inersia
Momen
inersia adalah hasil
kali partikel massa dengan kuadrat jarak tegak lurus partikel dari titik poros.
Satuan dari momen inersia adalah kg
m² (Kilogram meter kuadrat).
Besaran momen inersia dari beberapa
benda.
Benda
|
Poros
|
Gambar
|
Momen
inersia
|
Batang
silinder
|
Poros
melalui pusat
|
||
Batang
silinder
|
poros
melalui ujung
|
||
Silinder
berongga
|
Melalui
sumbu
|
||
Silinder
pejal
|
Melalui
sumbu
|
||
Silinder
pejal
|
Melintang
sumbu
|
||
Bola pejal
|
Melalui
diameter
|
||
Bola
pejal
|
Melalui
salahsatu garis singgung
|
||
Bola
berongga
|
Melalui
diameter
|
3. Hubungan antara torsi dengan momen inersia
Hukum II Newton tentang rotasi
Keterangan:
- I = momen inersia (kg m²)
- α = percepatan sudut (rad/s²)
- = torsi (Nm)
Energi
1. Energi mekanik
Energi mekanik adalah jumlah dari
energi potensial dan energi kinetik.
a. Energi potensial
Energi
potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda karena memiliki ketinggian
tertentu dari tanah. Energi potensial ada karena adanya gravitasi bumi. Dapat
dirumuskan sebagai:
Keterangan:
·
Ep = Energi potensial (J)
·
M = massa benda (kg)
·
G = percepatan gravitasi (m/s2)
·
h = tinggi benda dari permukaan tanah
(meter)
b. Energi kinetik
Energi
kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda karena geraknya. Energi kinetik
dipengaruhi oleh massa benda dan kecepatannya.
Keterangan:
·
Ek = Energi kinetik (J)
·
m = massa benda (kg)
·
v = kecepatan benda (m/s)
2. Energi kinetik pegas
Keterangan:
·
Ek = Energi kinetik pegas (J)
·
k = konstanta pegas (N/m²)
·
x = perpanjangan pegas (m)
3. Energi kinetik relativistik
Gaya dan tekanan
A. Gaya
Gaya dalam pengertian ilmu fisika adalah
seseatu yang menyebabkan perubahan keadaan benda.
1. Hukum Newton
a. Hukum I Newton
Setiap
benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan apabila pada benda itu
tidak bekerja gaya.
b. Hukum II Newton
Bila
sebuah benda mengalami gaya sebesar F maka benda tersebut akan mengalami
percepatan.
Keterangan:
·
F = gaya (N atau dn)
·
m = massa (kg atau g)
·
a = percepatan (m/s2 atau cm/s2)
c. Hukum III Newton
Untuk
setiap gaya aksi, akan selalu terdapat gaya reaksi yang sama besar dan berlawanan
arah.
2. Gaya gesek
Keterangan:
·
Fg = Gaya gesek (N)
·
= koefisien gesekan
·
N = gaya normal (N)
3. Gaya berat
Keterangan:
·
W = Gaya berat (N)
·
m = massa benda (kg)
·
g = gravitasi bumi (m/s2)
4. Berat jenis
atau
Keterangan:
·
s = berat bersih (N/m3)
·
w = berat janda (N)
·
V = Volume oli (m3)
·
= massak kompor(kg/m3)
B. Tekanan
Keterangan:
- p = Tekanan (N/m² atau dn/cm²)
- F = Gaya (N atau dn)
- A = Luas alas/penampang (m² atau cm²)
Satuan:
- 1 Pa = 1 N/m² = 10-5 bar = 0,99 x 10-5 atm = 0,752 x 10-2 mmHg atau torr = 0,145 x 10-3 lb/in² (psi)
- 1 torr= 1 mmHg
1. Tekanan hidrostatis
Keterangan:
·
ph = Tekanan hidrostatis (N/m² atau dn/cm²)
·
h = jarak ke permukaan zat cair (m atau
cm)
·
s = berat jenis zat cair (N/m³ atau
dn/cm³)
·
ρ = massa jenis zat cair (kg/m³ atau
g/cm³)
·
g = gravitasi (m/s² atau cm/s²)
2. Hukum Pascal
Tekanan
yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan sama besar ke
segala arah.
Keterangan:
·
F1 = Gaya tekan pada pengisap 1
·
F2 = Gaya tekan pada pengisap 2
·
A1 = Luas penampang pada pengisap 1
·
A2 = Luas penampang pada pengisap 2
3. Hukum Boyle
Gerak
A. Gerak lurus beraturan
Sistem koordinat
kutub dua dimensi
Gerak
Lurus Beraturan (GLB) adalah suatu gerak lurus yang mempunyai kecepatan
konstan. Maka nilai percepatannya adalah a = 0. Gerakan GLB berbentuk linear
dan nilai kecepatannya adalah hasil bagi jarak dengan waktu yang ditempuh.
Rumus:
Dengan ketentuan:
- = Jarak yang ditempuh (km, m)
- = Kecepatan (km/jam, m/s)
- = Waktu tempuh (jam, sekon)
Catatan:
- Untuk mencari jarak yang ditempuh, rumusnya adalah .
- Untuk mencari waktu tempuh, rumusnya adalah .
- Untuk mencari kecepatan, rumusnya adalah .
Kecepatan rata-rata
Rumus:
Percepatan :
v =
Kecepatan (m/s)
a =
Percepatan (meter/s2)
t =
Waktu tempuh (sekon)
Kelajuan :
v = Kelajuan (m/s)
s = Jarak tempuh (meter)
t = Waktu
tempuh (sekon)
Kelajuan rata-rata :
v =
kelajuan rata-rata (m/s)
s1 =
jarak tempuh 1, dg selang waktu t1
s2 =
jarak tempuh 2, dg selang waktu t2
s3 =
jarak tempuh 3, dg selang waktu t3
B. Gerak lurus berubah beraturan
Gerak
lurus berubah beraturan adalah gerak yang lintasannya berupa garis lurus dengan
kecepatannya yang berubah beraturan.
Percepatannya
bernilai konstan/tetap.
Rumus
GLBB ada 3, yaitu:
·
·
·
Dengan ketentuan:
- = Kecepatan awal (m/s)
- = Kecepatan akhir (m/s)
- = Percepatan (m/s2)
- = Jarak yang ditempuh (m)
1. Gerak vertikal ke atas
Benda
dilemparkan secara vertikal, tegak lurus terhadap bidang horizontal ke atas
dengan kecepatan awal tertentu. Arah gerak benda dan arah percepatan gravitasi
berlawanan, gerak lurus berubah beraturan diperlambat.
Peluru
akan mencapai titik tertinggi apabila Vt sama dengan nol.
Keterangan:
·
Kecepatan
awal = Vo
·
Kecepatan
benda di suatu ketinggian tertentu =
Vt
·
Percepatan
/Gravitasi bumi =
g
·
Tinggi
maksimum =
h
·
Waktu
benda mencapai titik tertinggi = t maks
·
Waktu
ketika benda kembali ke tanah = t
2. Gerak jatuh bebas
Benda dikatakan jatuh bebas apabila
benda:
· Memiliki ketinggian
tertentu (h) dari atas tanah.
· Benda tersebut
dijatuhkan tegak lurus bidang horizontal tanpa kecepatan awal.
Selama
bergerak ke bawah, benda dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi (g) dan
arah kecepatan/gerak benda searah, merupakan gerak lurus berubah beraturan
dipercepat.
Keterangan:
·
v
= kecepatan di permukaan tanah
·
g
= gravitasi bumi
·
h
= tinggi dari permukaan tanah
·
t
= lama benda sampai di tanah
3. Gerak vertikal ke bawah
Benda
dilemparkan tegak lurus bidang horizontal arahnya ke bawah.
Arah
percepatan gravitasi dan arah gerak benda searah, merupakan gerak lurus berubah
beraturan dipercepat.
Keterangan:
·
Vo = kecepatan awal
·
Vt = kecepatan pada ketinggian
tertentu dari tanah
·
g = gravitasi bumi
·
h = jarak yang telah ditempuh
secara vertikal
·
t = waktu
C. Gerak melingkar
Gerak dengan lintasan berupa
lingkaran.
Dari diagram di atas, diketahui benda
bergerak sejauh ω° selama sekon, maka benda dikatakan
melakukan perpindahan sudut.
Benda melalukan 1 putaran penuh. Besar
perpindahan linear adalah atau keliling
lingkaran. Besar perpindahan sudut dalam 1 putaran penuh adalah radian atau 360°.
1. Perpindahan sudut, kecepatan sudut, dan percepatan sudut
Perpindahan
sudut adalah posisi sudut benda yang bergerak secara melingkar dalam selang
waktu tertentu.
Keterangan:
·
= perpindahan sudut (rad)
·
= kecepatan sudut (rad/s)
·
t
= waktu (sekon)
Kecepatan sudut rata-rata ():
perpindahan sudut per selang waktu.
Percepatan sudut rata-rata (): perubahan
kecepatan sudut per selang waktu.
: Percepatan sudut (rad/s2)
2. Percepatan sentripetal
Arah
percepatan sentripetal selalu menuju ke pusat lingkaran.
Percepatan
sentripetal tidak menambah kecepatan, melainkan hanya untuk mempertahankan
benda agar tetap bergerak melingkar.
Keterangan:
·
r = jari-jari benda/lingkaran
·
As = percepatan sentripetal (rad/s2)
D. Gerak parabola
Gerak
parabola adalah gerak yang membentuk sudut tertentu terhadap bidang horizontal.
Pada gerak parabola, gesekan diabaikan, dan gaya yang bekerja hanya gaya
berat/percepatan gravitasi.
Pada titik awal,
Pada titik A (t = ta):
Letak/posisi di A:
Titik tertinggi yang bisa dicapai (B):
Waktu untuk sampai di titik tertinggi
(B) (tb):
Jarak mendatar/horizontal dari titik
awal sampai titik B (Xb):
Jarak vertikal dari titik awal ke
titik B (Yb):
Waktu untuk sampai di titik C:
Jarak dari awal bola bergerak sampai
titik C:
Getaran, gelombang dan bunyi
A. Periode dan Frekuensi Getaran
1. Periode Getaran
Dengan ketentuan:
·
=
Periode (sekon)
·
=
Waktu (sekon)
·
=
Jumlah getaran
2. Frekuensi Getaran
Dengan ketentuan:
·
=
Frekuensi (Hz)
·
=
Jumlah getaran
·
=
Waktu (sekon)
3. Periode Getaran
Dengan ketentuan:
·
=
periode getaran (sekon)
·
=
frekuensi(Hz)
B. Hubungan antara Periode dan Frekuensi Getaran
Besar periode berbanding terbalik
dengan frekuensi.
·
·
Dengan ketentuan:
· =
periode (sekon)
· =
frekuensi (Hz)
C. Gelombang
1. Gelombang berjalan
Persamaan gelombang:
Keterangan:
·
a = Amplitudo (m)
·
f = Frekuensi (Hz)
·
= panjang gelombang (m)
Impuls dan momentum
A. Momentum
Keterangan:
- p = momentum (kg m/s)
- m = massa benda (kg)
- v = kecepatan benda (m/s)
B. Impuls
Impuls merupakan perubahan momentum.
Keterangan:
· I = impuls
· = perubahan momentum (kg m/s)
· = perubahan selang waktu (s)
· F = gaya (Newton)
Induksi elektromagnet
A. Toroida
Kuat medan magnet di sumbu toroida: dengan:
- I = kuat arus yang mengalir (Ampere)
- a = jari-jari efektif (meter)
- N = jumlah lilitan
- = permitivitas vakum = Wb/(A·m)
Contoh soal
- Toroida dengan jari-jari efektif 5cm terdiri dari 750 lilitan. Berapakah arus yang mengalir dalam lilitan agar ?
Diketahui:
Ditanya:
Jawab:
Massa jenis
ρ = m / v
Keterangan :
- ρ = Massa jenis (kg/m3) atau (g/cm3)
- m = massa (kg atau gram)
- v = volume (m3 atau cm3)
Mekanika fluida
A. Tekanan
Keterangan:
· p = Tekanan (N/m² atau dn/cm²)
· F = Gaya (N atau dn)
· A = Luas alas/penampang (m² atau cm²)
Satuan:
· 1 Pa = 1 N/m² = 10-5
bar = 0,99 x 10-5 atm = 0,752 x 10-2 mmHg atau torr =
0,145 x 10-3 lb/in² (psi)
· 1 torr= 1 mmHg
B. Tekanan hidrostatis
Keterangan:
· ph = Tekanan hidrostatis (N/m²
atau dn/cm²)
· h = jarak ke permukaan zat cair (m atau
cm)
· s = berat jenis zat cair (N/m³ atau
dn/cm³)
· ρ = massa jenis zat cair (kg/m³ atau
g/cm³)
· g = gravitasi (m/s² atau cm/s²)
1. Tekanan mutlak dan tekanan gauge
Tekanan
gauge: selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan tekanan udara luar.
Tekanan
mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer
2. Tekanan mutlak pada kedalaman zat cair
Keterangan:
·
p0 = tekanan udara luar (1 atm = 76 cmHg
= 1,01 x 105 Pa)
C. Hukum Pascal
Tekanan
yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan sama besar ke
segala arah.
Keterangan:
· F1 = Gaya tekan pada pengisap 1
· F2 = Gaya tekan pada pengisap 2
· A1 = Luas penampang pada pengisap 1
· A2 = Luas penampang pada pengisap 2
Jika yang diketahui adalah besar
diameternya, maka:
D. Gaya apung (Hukum Archimedes)
Gaya
apung adalah selisih antara berat benda di udara dengan berat benda dalam zat
cair.
Keterangan:
· Fa = gaya apung
· Mf = massa zat cair yang
dipindahkan oleh benda
· g = gravitasi bumi
· ρf = massa jenis zat cair
· Vbf = volume benda yang tercelup
dalam zat cair
Mengapung, tenggelam, dan melayang
Syarat
benda mengapung:
Syarat
benda melayang:
Syarat
benda tenggelam:
Pemuaian
A. Muai panjang
Rumus:
· = panjang akhir (m, cm)
· = panjang awal (m, cm)
· = koefisien muai panjang (/°C)
· = perbedaan suhu (°C)
B. Muai volume
Rumus:
Keterangan:
· = volume akhir (m3, cm3)
· = volume awal (m3, cm3)
· = = koefisien muai
volume (/°C)
· = selisih suhu (°C)
C. Muai luas
Rumus:
Keterangan:
· = luas akhir (m2, cm2)
· = luas awal (m2, cm2)
· = = koefisien muai luas
(/°C)
· = selisih suhu (°C)
Relativitas
Subbagian ini akan menjelaskan tentang
rumus-rumus yang digunakan pada teori relativitas khusus.
Kecepatan
A menurut B:
Dengan titik O adalah sebuah acuan
yang berada di antara A dan B.
Keterangan:
- VAB = Kecepatan benda A relatif terhadap kecepatan benda B.
- VAO = Kecepatan benda A relatif terhadap acuan O.
- VOB = Kecepatan benda B relatif terhadap acuan O.
- c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s2)
Ada besaran yang gunanya untuk
menghitung dilatasi waktu, panjang, dan massa.
Dilatasi panjang:
Keterangan:
·
L0 = Panjang awal benda.xv
Dilatasi waktu:
Keterangan:
·
t0 = waktu dalam acuan pengamat yang
diam.
·
t = waktu dalam acuan pengamat yang
bergerak.
Dilatasi massa:
Energi kinetik relativistik:
Teori kinetik gas
A. Mol dan massa molekul
1
mol= 6,022 x 1023 molekul
6,022
x 1023 juga disebut dengan bilangan avogadro (NA).
Massa sebuah atom/molekul:
Hubungan antara massa dengan mol: atau
Keterangan:
· n = jumlah mol
· M = Massa relatif atom/molekul
· m = massa zat (kg)
B. Persamaan keadaan gas ideal
1. Hukum Boyle
Tekanan gas akan berbanding terbalik
dengan volumenya pada ruangan tertutup.
2. Hukum Charles Gay-Lussac
Volume
benda akan berbanding lurus dengan suhu mutlaknya pada ruangan tertutup.
Dari kedua hukum diatas, maka:
atau
disebut dengan Hukum Boyle-Gay Lussac.
3. Persamaan gas ideal
Keterangan:
·
p = tekanan
·
v = volume ruang
·
n = jumlah mol gas
·
R = tetapan umum gas
·
T = suhu (Kelvin)
Perhatikan
satuan:
·
R=
8314 J/kmol K apabila tekanan dalam Pa atau N/m2, volume dalam m3,
dan jumlah mol dalam kmol
·
R=
0,082 L atm/mol K apabila tekanan dalam atm, volume dalam liter, dan jumlah mol
dalam mol
C. Turunan dari persamaan gas ideal
Karena maka dapat dituliskan:
Karena , maka akan didapat persamaan:
(dari rumus P V = n R T)
, maka:
k disebut dengan tetapan Boltzmann, yang
nilainya adalah:
Termodinamika
A. Hukum Pertama Termodinamika
Perubahan energi dalam:
Keterangan:
· = Perubahan energi dalam (Joule)
· U2 = Energi dalam pada keadaan
akhir (Joule)
· U1 = Energi dalam pada keadaan awal
(Joule)
Usaha yang dilakukan oleh gas pada
tekanan tetap:
Keterangan:
· p = Besarnya tekanan (atm)
· = Perubahan volume (liter)
Rumus umum usaha yang dilakukan gas:
Penghitungan energi dalam:
· Gas monoatomik:
· Gas diatomik:
1. Proses-proses termodinamika gas
a. Proses isobarik
Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada tekanan
tetap.
Persamaan keadaan isobarik:
Usaha yang dilakukan pada keadaan
isobarik:
b. Proses isokhorik
Digram
proses isokhorik. Grafiknya berupa garis lurus vertikal karena volumenya tidak
berubah. Tidak ada usaha yang dilakukan pada proses isokhorik.
Proses isokhorik adalah perubahan keadaan gas pada volume
tetap.
Persamaan keadaan isokhorik:
c. Proses isotermis/isotermik
Proses
isotermik. Daerah berwarna biru menunjukkan besarnya usaha yang dilakukan gas.
Proses isotermik adalah perubahan keadaan gas pada suhu
tetap.
Persamaan keadaan isotermik:
Usaha yang dilakukan pada keadaan
isotermik:
- Dari persamaan gas ideal
·
Rumus
umum usaha yang dilakukan gas:
maka:
karena bernilai tetap, maka:
Ingat
integral ini!
maka persamaan di atas menjadi
maka menjadi:
d. Proses adiabatik
Proses adiabatik adalah perubahan keadaan gas dimana
tidak ada kalor yang masuk maupun keluar dari sistem.
Persamaan keadaan adiabatik:
Tetapan Laplace:
karena ,
maka persamaan diatas dapat juga ditulis:
Usaha yang dilakukan pada proses
adiabatik:
Usaha
Keterangan:
- W = usaha (newton meter atau Joule)
- F = gaya (newton)
- S = jarak (meter)
Usaha yang dilakukan oleh pegas:
Keterangan:
- W = usaha (newton meter atau Joule)
- k = konstanta pegas (Newton/m2)
- x = pertambahan panjang pegas (meter)
Usaha dan energi
Kerja oleh gaya konstan
Keterangan:
- = kerja yang dilakukan oleh gaya terhadap benda (J)
- = gaya yang dikerjakan pada benda (N)
- = jarak yang ditempuh benda selama bergerak (meter)
Jika gaya konstan yang bekerja tidak
searah dengan arah gerak benda, maka besarnya kerja yang dilakukan pada benda
adalah:
Jika , maka nilai akan bernilai nol, sehingga tidak ada kerja yang dilakukan selama gerakan.
Suhu dan Kalor
Pengertian
Suhu dan Kalor
Suhu dan kalor merupakan salah satu cabang dari ilmu fisika yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan suhu, seperti pemuaian, konversi suhu, perubahan wujud, bagaimana cara kalor berpindah, dan masih banyak lagi.
A.
Skala Suhu
1.
Skala
Celcius
Andreas
Celcius, seorang sarjana kebangsaan swedia yang menemukan sistem skala suhu
celcius. Skala celcius ia buat berdasarkan pada titik beku air pada 0 o
C dan titik didih air pada 100 o C.
2.
Skala
Kelvin
Skala
kelvin di temukan oleh Lord Kelvin, Ia menetapkan apa yang disebut oo
mutlak (0o Kelvin). Nol mutlak ini adalah suhu ketika partikel
berhenti bergerak, sehingga tidak ada panas yang terdeteksi karena kalor yang
ada sebanding dengan energi kinetik yang diperlukan partikel. Suhu mutlak (0o
K) kalau di koversi ke celcius menjadi -273,15 o C
3.
Skala
Reamur
Nama
reamur diambil dari nama René Antoine Ferchault de Réaumur. Reamur mengusulkan
suhu titik beku air pada suhu 0 o C dan titik didihnya 80 o
C
4.
Skala
Fahrenheit
Skala
Fahrenheit banyak digunakan di amerika serikat. Skala ini ditemukan oleh
ilmuan Jerman Bernama Gabriel Fahrenheit. Skala fahrenheit menggunakan campuran
antara es dan garam dengan titik beku air bernilai 32 o F dan titik
didihnya 212 o F
masing-masing
skala bisa dikonversikan ke skala yang lain. Untuk lebih jelasnya mengenai
konversi suhu sobat bisa baca postingan Konversi
Suhu.
B. Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi sama halnya dengan energi kimia, potensial, maupun kinetik. Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Umumnya untuk mendeteksi keberadaan kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit. Satuan kalor adalah kalor atau joule dengan koversi 1 kalori = 4,2 joule.
Kalor adalah salah satu bentuk energi sama halnya dengan energi kimia, potensial, maupun kinetik. Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Umumnya untuk mendeteksi keberadaan kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit. Satuan kalor adalah kalor atau joule dengan koversi 1 kalori = 4,2 joule.
C. Rumus Kalor
Besar
kecilnya kalor yang bekerja pada suatu zat sangat dipengaruhi oleh tiga hal
berikut:
·
massa
zat
·
jenis
zat (kalor jenis)
·
perubahan
suhu
Q = m.c.(T2 – T1) atau sobat mungkin lebih akrab dengan Q
= m.c.ΔT
dibaca Q masih cinti Titu atau boleh Q masih cakit Ati
(gubraaaak)
Contoh Soal Suhu dan Kalor:
1.
50
gr air pada suhu 25. Jika kalor jenis air berapa kalor yang dibutuhkan agar
suhunya menjadi 80 c?
Pembahasan
kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan air tersebut sampai suhu 80 C adalah
kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan air tersebut sampai suhu 80 C adalah
Q
= m.c. (T2-T1)
Q
= 50.2. (80-25)
Q
= 5500 kalori = 5,5 Kkal
D.
Kalor Campuran 2 Zat sejenis dan non sejenis
Sobat mungkin pernah menjumpai soal
tentang suhu dan kalori dari dua zat cair sejenis maupun nonsejenis yang
dicampur sehingga menghasilkan suhu tertentu. Cara mengerjakannya dengan
menggunakan asas black.
“Kalor yang dilepas sama dengan kalor
yang di terima”
misal
X adalah suhu akhir campuran dan M T2 masing-masing adalah masa dan suhu zat
cair yang lebih tinggi maka untuk cairan atau zat sejenis rumusnya :
Qlepas = Qterima
M.c.(T2-x) = m.c (X-T1) (coret C –> kalor jenis)
M (T2-x) = m (x-T1)
MT2 – Mx = mx – mT1
MT2 + mT1 = Mx + mx
MT2 + MT1 = (M+m) x
x =
(MT2+mT1) / (M+m)
Keterangan:
M =
masa zat yang suhunya lebih tinggi
T2 =
suhu zat yang lebih tinggi
m =
masa zat yang suhunya lebih rendah
T1 =
suhu zat yang lebih rendah
x =
suhu campuran
untuk
cairan atau yang zat tak sejenis sobat bisa menggunakan persamaan awal dari
asas black
Qlepas =
Qterima
M.c2.(T2-x) = m.c1. (X-T1)
Contoh Soal menghitung suhu campuran.
1.
Dua
buah zat cair sejenis dengan masa dan suhu masing-masing (40 Kg, 60o
C) dan (20 Kg, 30o C). Jika kita mencapurnya, berapa suhu
campurannya?
x = (MT2+mT1)/(M+m)
x = 40.60 + 20.30/40+20
x = (2400 + 600) / 60
x = 3000/60
x = 50 o C
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Cepat Rambat Gelombang Elektromagnetik
dimana
C = cepat rambat gelombang
elektromagnetik (m/s)
μo = permeabilitas vakum = 4 π × 10-7
WbA-1m-1
εo = permitivitas vakum = 8,85 × 10-12
C2N-1m-2
Hubungan Cepat Rambat Gelombang Elektromagnetik, Kuat Medan
Listrik dan Kuat Medan
Magnet
Laju Energi Rata-Rata
Intensitas Gelombang Elektromagnetik
BESARAN DAN SATUAN
Nama Besaran Pokok
|
Satuan
|
Simbol satuan
|
Dimensi
|
Panjang
|
Meter
|
M
|
[ L ]
|
Masa
|
Kilogram
|
Kg
|
[ M ]
|
Waktu
|
Sekon
|
S
|
[ T ]
|
Suhu
|
Kelvin
|
K
|
[ Ø ]
|
Intensitas
|
Camdela
|
Cd
|
[ J ]
|
Kuat Arus
|
Ampere
|
A
|
[ I ]
|
Banyak Zat
|
Mole
|
Mol
|
[ N ]
|
Besaran
VEKTOR dan Besaran Skalar.
a. Besaran Vektor adalah
besaran yang selain memiliki
besar atau nilai, juga
memiliki arah, misalnya
kecepatan, percepatan, gaya,
momentum, momen gaya,
medan listrik, medan
magnet. Dll.
b. Besaran Skalar adalah
besaran yang hanya memiliki
besar atau nilai
saja. Misalnya panjang,
waktu, massa, volum, kelajuan, energi, daya, suhu, potensial listrik dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar