SELAMAT DATANG DI BLOG IKA FEBIANA SEMOGA BERMANFAAT GUYS...

Selasa, 08 November 2016

Rumus Fisika



KERADIOAKTIFAN BUATAN

Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel.
Prinsip penembakan:
  • Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor atom setelah penembakan.
  • Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor massa setelah penembakan.
Misalnya:  714 N +  24 He ®  817 O + 11 p

RUMUS
k = (2.3/t) log (No/Nt)
k = 0.693/t1/2
t = 3.32 . t1/2 . log No/Nt
k = tetapan laju peluruhan
t = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mula-mula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t
t1/2 = waktu paruh

RINGKASAN
1. Kestabilan inti: umumnya suatu isotop dikatakan tidak stabil bila:


a. n/p > (1-1.6)
b. e > 83 

e = elektron
n = neutron
p = proton


2. Peluruhan radioaktif:



a. Nt = No . e-1
b. 2.303 log No/Nt = k . t
c. k . t1/2 = 0.693
d. (1/2)n = Nt/No
    t1/2 x n = t

No = jumiah zat radioaktif mula-mula (sebelum meluruh)
Nt = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh)
k = tetapan peluruhan
t = waktu peluruhan
t1/2 = waktu paruh
n = faktor peluruhan



Contoh:
1.     Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari sejumlah No unsur tersebut setelah 1 hari berapa yang masih tersisa ?
Jawab:
t1/2 = 4 jam ; t= 1 hari = 24 jam
t1/2 x n = t ®   n = t/t1/2 = 24/4 = 6
(1/2)n = Nt/No ®   (1/2)6 = Nt/No ®   Nt = 1/64 No

2.     400 gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72 tahun ternyata masih tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?
Jawab:
No = 400 gram
Nt = 6.25 gram
t = 72 tahun
(1/2)n = Nt/No = 6.25/400 = 1/64 = (1/2)6
n = 6 (n adalah faktor peluruhan)
t = t1/2 x n ® t1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun



Arus dan tegangan bolak-balik (AC) yaitu arus dan tegangan yang besar dan arahnya berubah terhadap waktu secara periodik.


A. Nilai Efektif, Nilai Maksimum dan Nilai Rata-rata
Nilai efektif adalah nilai yang ditunjukkan oleh voltmeter/amperemeter. Sedangkan Nilai maksimum adakah nilai yang ditunjukkan oleh osiloskop. hubungan ketiga jenis nilai tersebut sebagai berikut :
 
 
 





Keterangan :
Vm = tegangan maksimal (V)
Vef = tegangan efektif (V)
Im  = arus maksimal (A)
Ief  = arus efektif (A)
Vr  = tegangan rata-rata (V)
Ir   = arus rata-rata (A)

B. Rangkaian Resesif, Induktif dan Kapasitif Murni
a.    Rangkaian Resesif Murni (R)
Pada rangkaian resesif murni arus dan tegangan sefase, artinya dalam waktu yang sama besar sudut fasenya sama.


Persamaan tegangan dan arus sesaatnya adalah :





dan hubungan antara Vm dan Im :


Keterangan :

V  = tegangan sesaat/pada waktu tertentu (V)
I   = arus sesaat (A)
R  = hambatan (ohm)


b.    Rangkaian  Induktif Murni (L)
Pada rangkaian Induktif murni arus terlambat 900 dari tegangan atau tegangan mendahului 900 dari arusnya.


jika persamaan arus sesaat : 

maka persamaan tegangan sesaatnya :
atau
Jika persamaan tegangan sesaatnya :

persamaan arus sesaat :
dan hubungan antara Vm dan Im :







Keterangan :

c.    Rangkaian  Kapasitif Murni (C)
Pada rangkaian Kapasitif murni arus mendahului 900 dari tegangan atau tegangan terlambat 900 dari arusnya.

jika persamaan arus sesaat : 
maka persamaan tegangan sesaatnya :
atau
Jika persamaan tegangan sesaatnya :
maka persamaan arus sesaat :

dan hubungan antara Vm dan Im :







Keterangan : 
XL  = reaktansi kapasitif (ohm)
C    = kapasitas kapasitor (C)

d.    Rangkaian RL, RC, LC dan RLC
Rangkaian RL, RC, LC dan RLC merupakan gabungan antara resistor, induktor dan/atau kapasitor yang disusun secara seri. sebelum membahas lebih lanjut keempat jenis rangkaian di atas, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa arus  dan tegangan yang digunakan merupakan arus efektif (Ief) dan tegangan efektif (Vef). sedangkan pada rangkaian resesif, induktif dan kapasitif murni pada pembahasan sebelumnya menggunakan arus dan tegangan maksimal.

Arus Efektif Sumber

Z = impedansi rangkaian (ohm)

Rumus impedansi rangkaian (Z) akan dibahas pada tiap-tiap jenis rangkaian di atas. Jika besarnya arus efektif telah diketahui maka besarnya tegangan tiap-tiap komponen dapat dicari dengan rumus-rumus :






Keterangan :

VR = tegangan pada komponen resistor (V)
VL = tegangan pada komponen induktor (V)
VC = tegangan pada komponen kapasitor (V)

a)     Rangkaian Seri R-L
setelah diketahui besarrrnya impedansi rangkaian (Z) maka dapat kita cari besarnya arus efektif (Ief) atau tegangan efektif (Vef). hubungan antara tegangan efektif dan tegangan antar komponen sebagai berikut :
ingat besarnya tegangan (V) yang diperoleh dari rumus di atas = tegangan efektif (Vef) dan besarnya sudut fase rangkaian :
setelah diketahui besar tan dari sudut fase maka besar sutt fasenya dapat dicari.

b)   Rangkaian Seri R-C
besarnya tegangan efektif :
dan besarnya sudut fase rangkaian :

c)     Rangkaian Seri L-C
rumus pada rangkaian ini lebih sederhana, yang penting terpenuhi syarat-syaratnya :
dan besarnya impedansi rangkaian (Z) :

d)     Rangkaian Seri R-L-C
rangkaian ini merupakan rangkaian yang terlengkap komponenya, yakni terdapat resistor, induktor dan kapasitor. Sekaligus merupakan bentuk umum dari rumus-rumus dalam rangkaian yang dibahas sebelumnya. Artinya cukup menghafal  dan memahami rumus-rumus dalam rangkaian ini maka rumus-rumus pada ketiga jenis rangkaian yang dibahas sebelumnya menjadi lebih paham dan tidak perlu dihafalkan.
impedansi rangkaian :
tegangan efektif rangkaian :
sudut fase rangkaian :

Cara penggunaan rumus-rumus dalam rangkaian R-L-C untuk jenis rangkaian lainnya :
Ø  dalam rangkaian R-L tidak ada komponen kapasitor (C) maka nilai Xc dan Vc nya = nol (0).
Ø  dalam rangkaian R-C tidak ada komponen induktor (L) maka nilai XL dan VL nya = nol (0).
Ø  dalam rangkaian L-C tidak ada komponen resistor (R) maka nilai R dan VR nya = nol (0).


C.   Faktor Daya dan Daya Rangkaian
a.    Faktor Daya
besarnya faktor daya juga dapat dicari dengan rumus :







b.    Daya Rangkaian Arus Bolak-balik
besarnya daya disipas atau transfer laju energi (P) dapat dicari dengan beberapa rumus sebagai berikut :






ketiga rumus di atas memerlukan faktor daya untuk mencari besarnya daya (P). besarnya daya juga samadengan daya nyata (Pnyata) yang telah dibaha sebelumnya.

D.   Resonansi dalam Rangkaian L-C atau R-L-C
resonansi terjadi saat besarnya reaktansi induktif (XL) = reaktansi kapasitif (XC) dan besarnya resonansi :
fres = frekuensi resonansi (Hz)

saat terjadi resonansi (XL=XC) maka harga impedansi rangkaian mencapai nilai minimum dan besarnya samadengan nilai resistornya. saat impedansi minimum inilah arus yang mengalir mencapai maksimum.

E.  Grafik Hubungan antara Tegangan (V) dan Arus (I)
a.    Grafik Rangkaian Resesif
yang termasuk rangkaian resesif adalah rangkaian resesif murni (R) dan rangkaian RLC saat nilai XL=XC (saat terjadi resonansi).
b.    Grafik rangkaian Induktif
terjadi dalam rankaian LC atau RLC saat XL>XC. Tegangan (V) mendahului arus (I) maka grafik V bergeser ke kiri :
atau dengan kata lain arus (I) terlambat terhadap tegangan (V) maka grafik I bergeser ke kanan :
c.    Grafik rangkaian Kapasitif
terjadi dalam rankaian LC atau RLC saat XL<XC. Tegangan (V) terlambat terhadap arus (I) maka grafik V bergeser ke kanan :
atau dengan kata lain arus (I) mendahului tegangan (V) maka grafik I bergeser ke kiri :


Rangkaian Hambatan Listrik – Secara umum rangkaian hambatan dikelompokkan menjadi rangkaian hambatan seri, hambatan paralel, maupun gabungan keduanya. Untuk membuat rangkaian hambatan seri maupun parallel minimal diperlukan dua hambatan. Adapun, untuk membuat rangkaian hambatan kombinasi seri-paralel minimal diperlukan tiga hambatan. Jenis-jenis rangkaian hambatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, jenis rangkaian hambatan yang dipilih bergantung pada tujuannya.

1.   Hambatan seri

Dua hambatan atau lebih yang disusun secara berurutan disebut hambatan seri. Hambatan yang disusun seri akan membentuk rangkaian listrik tak bercabang. Kuat arus yang mengalir di setiap titik besarnya sama. Tujuan rangkaian hambatan seri untuk memperbesar nilai hambatan listrik dan membagi beda potensial dari sumber tegangan. Rangkaian hambatan seri dapat diganti dengan sebuah hambatan yang disebut hambatan pengganti seri (RS). Tiga buah lampu masing-masing hambatannya R1, R2, dan R3 disusun seri dihubungkan dengan baterai yang tegangannya V menyebabkan arus listrik yang mengalir I. Tegangan sebesar V dibagikan ke tiga hambatan masing-masing V1, V2, dan V3, sehingga berlaku:
V = V1 + V2 + V3
Rangkaian Hambatan Seri
Tiga buah lampu masing-masing hambatannya R1, R2, dan R3 disusun seri

Berdasarkan Hukum I Kirchoff pada rangkaian seri (tak bercabang) berlaku:
I = I1 = I2 = I3
Berdasarkan Hukum Ohm, maka beda potensial listrik pada setiap lampu yang hambatannya R1, R2, dan R3 dirumuskan :
V1 = I x R1 atau VAB = I x RAB
V2 = I x R2 atau VBC = I x RBC
V3 = I x R3 atau VCD = I x RCD
Beda potensial antara ujung-ujung AD berlaku:
VAD = VAB + VBC + VCD
I x RS = I x RAB + I x RBC + I x RCD
I x RS = I x R1 + I x R2 + I x R3
Jika kedua ruas dibagi dengan I, diperoleh rumus hambatan pengganti seri (RS):
RS = R1 + R2 + R3
Jadi, besar hambatan pengganti seri merupakan penjumlahan besar hambatan yang dirangkai seri. Apabila ada n buah hambatan masing-masing besarnya R1, R2, R3, …., Rn dirangkai seri, maka hambatan dirumuskan:
Rangkaian Hambatan Listrik

 

2.    Hambatan Paralel

Dua hambatan atau lebih yang disusun secara berdampingan disebut hambatan paralel. Hambatan yang disusun paralel akan membentuk rangkaian listrik bercabang dan memiliki lebih dari satu jalur arus listrik. Susunan hambatan paralel dapat diganti dengan sebuah hambatan yang disebut hambatan pengganti paralel (RP). Rangkaian hambatan paralel berfungsi untuk membagi arus listrik. Tiga buah lampu masing masing hambatannya R1, R2, dan R3 disusun paralel dihubungkan dengan baterai yang tegangannya V menyebabkan arus listrik yang mengalir I.
Besar kuat arus I1, I2, dan I3 yang mengalir pada masingmasing lampu yang hambatannya masing-masing R1, R2, dan R3 sesuai Hukum Ohm dirumuskan:
I=\frac{V}{R}
Ujung-ujung hambatan R1, R2, R3 dan baterai masing masing bertemu pada satu titik percabangan. Besar beda potensial (tegangan) seluruhnya sama, sehingga berlaku:
V=V_{1}=V_{2}=V_{3}
Besar kuat arus I dihitung dengan rumus:
I=\frac{V}{R_{p}}
Kuat arus sebesar I dibagikan ke tiga hambatan masingmasing I1, I2, dan I3. Sesuai Hukum I Kirchoff pada rangkaian parallel berlaku:
I=I_{1}+I_{2}+I_{3}
\frac{V}{R_{p}}=\frac{V}{R_{1}}+\frac{V}{R_{2}}+\frac{1}{R_{3}}
Jika kedua ruas dibagi dengan V, diperoleh rumus hambatan pengganti paralel:
\frac{1}{R_{p}}=\frac{1}{R_{1}}+\frac{1}{R_{2}}+\frac{1}{R_{3}}
Jika ada n buah hambatan masing-masing R1, R2, R3, … Rn, hambatan pengganti paralel dari n buah hambatan secara umum dirumuskan:
Rumus Rangkaian Hambatan Paralel


Rumus Kuat Medan Magnetik
Kelas 12 SMA

Rumus Kuat Medan Magnet Kawat Lurus Panjang
B = kuat medan magnetik (T)
a = jarak titik dari kawat (m)
i = kuat arus listrik (A)
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard

Rumus Kuat Medan Magnet Kawat Melingkar
B = kuat medan magnetik (T)
a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m)
i = kuat arus listrik (A)
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard
Rumus Kuat Medan Magnet Bagian Kawat Melingkar Sudut α
B = kuat medan magnetik (T)
a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m)
i = kuat arus listrik (A)
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard



Kawat Melingkar N Lilitan
B = kuat medan magnetik (T)
a = jari-jari lingkaran yang terbentuk oleh kawat (m)
i = kuat arus listrik (A)
N = banyaknya lilitan
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard

Glossaries
T = tesla
A = ampere
m = meter
Wb = weber

Fisika Study Center

Rumus Kuat Medan Magnet Solenoida bagian Tengah
B = kuat medan magnetik (T)
L = panjang solenoida (m)
i = kuat arus listrik (A)
N = jumlah lilitan solenoida
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard

Rumus Kuat Medan Magnet Solenoida bagian Ujung / Tepi
B = kuat medan magnetik (T)
L = panjang solenoida (m)
i = kuat arus listrik (A)
N = jumlah lilitan solenoida
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard

Rumus Kuat Medan Magnet Toroida
B = kuat medan magnetik (T)
a = jari-jari efektif toroida (m)
i = kuat arus listrik (A)
N = jumlah lilitan toroida
μo = 4π x 10−7dalam satuan standard

Glossaries
1 Wb / m2 = 1 T





 

ALAT OPTIK


1.     Lup (Kaca Pembesar)

Pembesaran bayangan saat mata tidak berakomodasi

\!M=\frac{Sn}{f}
Dengan ketentuan:
·       \!M= Pembesaran
·       \!Sn= Titik dekat (cm)
·       \!f= Fokus lup (cm)

2.     Mikroskop

Proses pembentukan bayangan pada mikroskop

Pembesaran mikroskop adalah hasil kali pembesaran lensa objektif dan pembesaran lensa okuler, sehingga dirumuskan:
M_{mik}=M_{ob}\times M_{ok}

Karena lensa okuler mikroskop berfungsi seperti lup, pembesaran mikroskop dirumuskan sebagai berikut:

Pembesaran Mikroskop pada saat mata berakomodasi maksimum

M_{mik}=M_{ob}\times M_{ok}=(\frac{S'_{ob}}{S_{ob}})\times(\frac{Sn}{f_{ok}}+1)
Agar mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
d=S'_{ob}+S_{ok}=S'_{ob}+\frac{Sn\times f_{ok}}{Sn+f_{ok}}
Dengan ketentuan:
  • \!M_{mik} =Pembesaran mikroskop
  • \!M_{ob}    =Pembesaran oleh lensa objektif
  • \!M_{ok}    =Pembesaran oleh lensa okuler (seperti perbesaran pada lup)
  • \!Sn      =Titik dekat mata
  • \!f_{ok}      =Jarak fokus lensa okuler
  • \!S'_{ob}      =jarak bayangan oleh lensa objektif
  • \!S_{ob}      =jarak benda di depan lensa objektif
  • \!d         =jarak lensa objektif dan lensa okuler

Pembesaran Mikroskop pada saat mata tidak berakomodasi

M_{mik}=M_{ob}\times \frac{Sn}{f_{ok}}=\frac{S'_{ob}}{S_{ob}}\times \frac{Sn}{f_{ok}}
Agar mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
d=S'_{ob}+f_{ok}\,\!
Dengan ketentuan:
  • \!M_{mik} =Pembesaran mikroskop
  • \!M_{ob}    =Pembesaran oleh lensa objektif
  • \!Sn      =Titik dekat mata
  • \!f_{ok}      =Jarak fokus lensa okuler
  • \!S'_{ob}      =Jarak bayangan oleh lensa objektif
  • \!S_{ob}      =Jarak benda di depan lensa objektif
  • \!d         =Jarak lensa objektif dan lensa okuler.

3.     Teropong Bintang

Pembesaran Teropong Bintang pada saat mata tidak berakomodasi

M=\frac{f_{ob}}{f_{ok}}
Agar mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
d=f_{ob}+f_{ok}\,\!
Dengan ketentuan:
  • \!d         =Jarak lensa objektif dan lensa okuler
  • \!M       =Pembesaran teropong bintang
  • \!f_{ob}       =Jarak fokus lensa objektif
  • \!f_{ok}      =Jarak fokus lensa okuler

Pembesaran Teropong Bintang pada saat mata berakomodasi maksimum

M=\frac{f_{ob}}{S_{ok}}
Agar mata berakomodasi maksimum, jarak lensa objektif dan lensa okuler dirumuskan:
d=f_{ob}+s_{ok}\,\!

Dengan ketentuan:
  • M=\frac{f_{ob}}{f_{ok}}
Dengan ketentuan:
  • \!M       =Pembesaran teropong bumi
  • \!f_{ob}       =Jarak fokus lensa objektif
  • \!f_{ok}      =Jarak fokus lensa okuler

Jarak lensa objektif dan lensa okuler

d=f_{ob}+4f_p+f_{ok}\,\!
Dengan ketentuan:
  • \!d         =Jarak lensa objektif dan lensa okuler
  • \!f_{ob}       =Jarak fokus lensa objektif
  • \!f_p        =Jarak fokus lensa pembalik
  • \!f_{ok}      =Jarak fokus lensa okuler



Dinamika rotasi

 

1.     Torsi


Sebuah partikel yang terletak pada posisi r relatif terhadap sumbu rotasinya. Ketika ada gaya F yang bekerja pada partikel, hanya komponen tegak lurus F yang akan menghasilkan torsi. Torsi τ = r × F ini mempunyai besar τ = |r| |F| = |r| |F| sinθ yang arahnya keluar bidang kertas.

Torsi atau momen gaya adalah hasil kali antara gaya F dan lengan momennya. Torsi dilambangkan dengan lambang \tau.
\boldsymbol \tau = \mathbf{r}\times \mathbf{F}\,\!
\tau = rF\sin \theta\,\!
Satuan dari torsi adalah Nm (Newton meter).

2.     Momen inersia

Momen inersia adalah hasil kali partikel massa dengan kuadrat jarak tegak lurus partikel dari titik poros.
I = m \times r^2
Satuan dari momen inersia adalah kg m² (Kilogram meter kuadrat).
Besaran momen inersia dari beberapa benda.
Benda
Poros
Gambar
Momen inersia
Batang silinder
Poros melalui pusat
Moment of inertia rod center.png
I = \frac{1}{12}\,\!mL^2
Batang silinder
poros melalui ujung
Moment of inertia rod end.png
I = \frac{1}{3}\,\!mL^2
Silinder berongga
Melalui sumbu
Moment of inertia thin cylinder.png
I = mR^2
Silinder pejal
Melalui sumbu
Moment of inertia thick cylinder.png
I = \frac{1}{2}\,\!mR^2
Silinder pejal
Melintang sumbu
Moment of inertia thick cylinder h.png
I = \frac{1}{4}\,\!mR^2 + \frac{1}{12}\,\!mL^2
Bola pejal
Melalui diameter
Moment of inertia solid sphere.svg
I = \frac{2}{5}\,\!mR^2
Bola pejal
Melalui salahsatu garis singgung
Moment of inertia solid sphere.svg
I = \frac{7}{5}\,\!mR^2
Bola berongga
Melalui diameter
Moment of inertia hollow sphere.svg
I = \frac{2}{3}\,\!mR^2

3.     Hubungan antara torsi dengan momen inersia

Hukum II Newton tentang rotasi
 \tau= I \times \alpha
Keterangan:
  • I           = momen inersia (kg m²)
  • α          = percepatan sudut (rad/s²)
  • \tau          = torsi (Nm)


Energi

1.     Energi mekanik

Energi mekanik adalah jumlah dari energi potensial dan energi kinetik.
 E_m = E_p + E_k

a.    Energi potensial

Energi potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda karena memiliki ketinggian tertentu dari tanah. Energi potensial ada karena adanya gravitasi bumi. Dapat dirumuskan sebagai:
 E_p = m \times g \times h
Keterangan:
·         Ep        = Energi potensial (J)
·         M         = massa benda (kg)
·         G         = percepatan gravitasi (m/s2)
·         h          = tinggi benda dari permukaan tanah (meter)

b.    Energi kinetik

Energi kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda karena geraknya. Energi kinetik dipengaruhi oleh massa benda dan kecepatannya.
E_k = \frac{1}{2} \times m \times v^2
Keterangan:
·         Ek        = Energi kinetik (J)
·         m         = massa benda (kg)
·         v          = kecepatan benda (m/s)

2.     Energi kinetik pegas

E_k = \frac{1}{2} \times k \times x^2
Keterangan:
·         Ek        = Energi kinetik pegas (J)
·         k          = konstanta pegas (N/m²)
·         x          = perpanjangan pegas (m)

 

3.     Energi kinetik relativistik

E_k = (\gamma-1) E_0 = (\gamma-1) m_0c^2


Gaya dan tekanan

 

A.     Gaya

Gaya dalam pengertian ilmu fisika adalah seseatu yang menyebabkan perubahan keadaan benda.

1.    Hukum Newton

a.     Hukum I Newton

Setiap benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan apabila pada benda itu tidak bekerja gaya.
 \Sigma F = 0

b.    Hukum II Newton

Bila sebuah benda mengalami gaya sebesar F maka benda tersebut akan mengalami percepatan.
 \Sigma F = m \times a
Keterangan:
·         F        = gaya (N atau dn)
·         m       = massa (kg atau g)
·         a        = percepatan (m/s2 atau cm/s2)

c.     Hukum III Newton

Untuk setiap gaya aksi, akan selalu terdapat gaya reaksi yang sama besar dan berlawanan arah.
 F_{AB} = - F_{BA}

2.    Gaya gesek

 F_{g} = \mu \times N
Keterangan:
·         Fg        = Gaya gesek (N)
·          \mu          = koefisien gesekan
·                 = gaya normal (N)

 

3.    Gaya berat

 w = m \times g
Keterangan:
·         W        = Gaya berat (N)
·         m         = massa benda (kg)
·         g          = gravitasi bumi (m/s2)

 

4.    Berat jenis

 s = \rho \times g   atau    s = \frac {w} {V}
Keterangan:
·         s          = berat bersih (N/m3)
·         w         = berat janda (N)
·         V         = Volume oli (m3)
·          \rho           = massak kompor(kg/m3)

 

B.    Tekanan

 p = \frac {F} {A}
Keterangan:
  • p          = Tekanan (N/m² atau dn/cm²)
  • F          = Gaya (N atau dn)
  • A         = Luas alas/penampang (m² atau cm²)
Satuan:
  • 1 Pa = 1 N/m² = 10-5 bar = 0,99 x 10-5 atm = 0,752 x 10-2 mmHg atau torr = 0,145 x 10-3 lb/in² (psi)
  • 1 torr= 1 mmHg

 

1.    Tekanan hidrostatis

p_{\text{h}} = \rho\,\! \times g \times h
p_{\text{h}} = h \times s
Keterangan:
·         ph        = Tekanan hidrostatis (N/m² atau dn/cm²)
·         h          = jarak ke permukaan zat cair (m atau cm)
·         s          = berat jenis zat cair (N/m³ atau dn/cm³)
·         ρ          = massa jenis zat cair (kg/m³ atau g/cm³)
·         g          = gravitasi (m/s² atau cm/s²)

 

2.    Hukum Pascal

Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan sama besar ke segala arah.
 \frac {F_{\text{2}}} {A_{\text{2}}} = \frac {F_{\text{1}}} {A_{\text{1}}}
Keterangan:
·         F1        = Gaya tekan pada pengisap 1
·         F2        = Gaya tekan pada pengisap 2
·         A1        = Luas penampang pada pengisap 1
·         A2        = Luas penampang pada pengisap 2

 

3.    Hukum Boyle

 {V_{\text{1}}} \times {P_{\text{1}}} = {P_{\text{2}}} \times {V_{\text{2}}}


Gerak

A.     Gerak lurus beraturan


           
Sistem koordinat kutub dua dimensi

Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah suatu gerak lurus yang mempunyai kecepatan konstan. Maka nilai percepatannya adalah a = 0. Gerakan GLB berbentuk linear dan nilai kecepatannya adalah hasil bagi jarak dengan waktu yang ditempuh.
Rumus:    \!v=\frac{s}{t}
Dengan ketentuan:
  • \!s          = Jarak yang ditempuh (km, m)
  • \!v          = Kecepatan (km/jam, m/s)
  • \!t          = Waktu tempuh (jam, sekon)

Catatan:
  1. Untuk mencari jarak yang ditempuh, rumusnya adalah \!s=\!v\times\!t.
  2. Untuk mencari waktu tempuh, rumusnya adalah \!t=\frac{s}{v}.
  3. Untuk mencari kecepatan, rumusnya adalah \!v=\frac{s}{t}.

 

Kecepatan rata-rata

Rumus: \!v=\frac{s_{total}}{t_{total}} = \frac {V_{1} \times t_{1} + V_{2} \times t_{2} + ... + V_{n} \times t_{n}} {t_{1} + t_{2} + ... + t_{n}}


Percepatan :
v    =  Kecepatan  (m/s)
a  =  Percepatan  (meter/s2)
t  =  Waktu  tempuh (sekon)


Kelajuan  :
v    =  Kelajuan (m/s)
s    =  Jarak tempuh (meter)
t     =  Waktu  tempuh (sekon)
Kelajuan  rata-rata  :
v    = kelajuan rata-rata  (m/s)
s1  = jarak tempuh 1, dg selang waktu t1
s2  = jarak tempuh 2, dg selang waktu t2
s3  = jarak tempuh 3, dg selang waktu t3



B.    Gerak lurus berubah beraturan

Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak yang lintasannya berupa garis lurus dengan kecepatannya yang berubah beraturan.
Percepatannya bernilai konstan/tetap.
Rumus GLBB ada 3, yaitu:
·         \!v_{t}=\!v_{0}+\!a\times\!t
·         \!s=\!v_{0}\times\!t+\frac{1}{2}\times\!a\times\!t^2
·         \!v_{t}^2=\!v_{0}^2+\!2\times\!a\times\!s
Dengan ketentuan:
  • \!v_{0}        = Kecepatan awal (m/s)
  • \!v_{t}         = Kecepatan akhir (m/s)
  • \!a          = Percepatan (m/s2)
  • \!s          = Jarak yang ditempuh (m)

1.   Gerak vertikal ke atas

Benda dilemparkan secara vertikal, tegak lurus terhadap bidang horizontal ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Arah gerak benda dan arah percepatan gravitasi berlawanan, gerak lurus berubah beraturan diperlambat.
Peluru akan mencapai titik tertinggi apabila Vt sama dengan nol.
t_{\text{maks}}= \frac {Vo} {g}
h= \frac {Vo^2} {2g}
t= {2} \times {t_{\text{maks}}}
{V_{\text{t}}^2}= V_{\text{0}}^2 - 2 \times{g} \times{h}
Keterangan:
·            Kecepatan awal                                                                        = Vo
·            Kecepatan benda di suatu ketinggian tertentu       = Vt
·            Percepatan /Gravitasi bumi                                         = g
·            Tinggi maksimum                                                         = h
·            Waktu benda mencapai titik tertinggi                                    = t maks
·            Waktu ketika benda kembali ke tanah                      = t

 

2.    Gerak jatuh bebas

Benda dikatakan jatuh bebas apabila benda:
·      Memiliki ketinggian tertentu (h) dari atas tanah.
·      Benda tersebut dijatuhkan tegak lurus bidang horizontal tanpa kecepatan awal.
Selama bergerak ke bawah, benda dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi (g) dan arah kecepatan/gerak benda searah, merupakan gerak lurus berubah beraturan dipercepat.
v= \sqrt{2gh}  t= \sqrt{2h/g}
Keterangan:
·            v   = kecepatan di permukaan tanah
·            g   = gravitasi bumi
·            h   = tinggi dari permukaan tanah
·            t    = lama benda sampai di tanah

 

3.    Gerak vertikal ke bawah

Benda dilemparkan tegak lurus bidang horizontal arahnya ke bawah.
Arah percepatan gravitasi dan arah gerak benda searah, merupakan gerak lurus berubah beraturan dipercepat.
Vt= {Vo} + g \times t   Vt^2= {Vo^2} + 2 \times g \times h
Keterangan:
·            Vo                        = kecepatan awal
·            Vt             = kecepatan pada ketinggian tertentu dari tanah
·            g               = gravitasi bumi
·            h               = jarak yang telah ditempuh secara vertikal
·            t                = waktu

C.    Gerak melingkar

Gerak dengan lintasan berupa lingkaran.
Circular motion diagram.png 
Dari diagram di atas, diketahui benda bergerak sejauh ω° selama  t sekon, maka benda dikatakan melakukan perpindahan sudut.

Benda melalukan 1 putaran penuh. Besar perpindahan linear adalah  2 \pi r atau keliling lingkaran. Besar perpindahan sudut dalam 1 putaran penuh adalah  2 \pi radian atau 360°.
 2 \pi rad = 360^\circ
 1 rad = \frac {360^\circ} {2 \pi} = \frac {180^\circ} {\pi} = 57,3^\circ

 

 

 

1.    Perpindahan sudut, kecepatan sudut, dan percepatan sudut

Perpindahan sudut adalah posisi sudut benda yang bergerak secara melingkar dalam selang waktu tertentu.
 \theta = \omega \times t
Keterangan:
·        \theta      = perpindahan sudut (rad)
·        \omega      = kecepatan sudut (rad/s)
·       t       = waktu (sekon)

Kecepatan sudut rata-rata ( \overline{\omega} ): perpindahan sudut per selang waktu.
 \overline{\omega} = \frac {\vartriangle\theta} {\vartriangle t} = \frac {\theta_{2} - \theta_{1}} {t_{2} - t_{1}}
Percepatan sudut rata-rata ( \alpha ): perubahan kecepatan sudut per selang waktu.
 \alpha = \frac {\vartriangle\omega} {\vartriangle t} = \frac {\omega_{2} - \omega_{1}} {t_{2} - t_{1}}
 \alpha  : Percepatan sudut (rad/s2)

 

2.    Percepatan sentripetal

Arah percepatan sentripetal selalu menuju ke pusat lingkaran.
Percepatan sentripetal tidak menambah kecepatan, melainkan hanya untuk mempertahankan benda agar tetap bergerak melingkar.
 A_{s} = \frac {v^2} {r} = \omega^2 r
Keterangan:
·            = jari-jari benda/lingkaran
·       As     = percepatan sentripetal (rad/s2)

D.    Gerak parabola

Gerak parabola adalah gerak yang membentuk sudut tertentu terhadap bidang horizontal. Pada gerak parabola, gesekan diabaikan, dan gaya yang bekerja hanya gaya berat/percepatan gravitasi.
Gerak parabola.png 
Pada titik awal,
Vo_{x} = Vo \times \cos \alpha
Vo_{y} = Vo \times \sin \alpha

Pada titik A (t = ta):
Va_{x} = Vo_{x} = Vo \times \cos \alpha
Va_{y} = Vo_{y} - g \times t_{a}

Letak/posisi di A:
X_{a} = Vo_{x} \times t_{a}
Y_{a} = Vo_{y} \times t_{a} - 1/2 g {t_{a}^2}
Titik tertinggi yang bisa dicapai (B):
h_{max} = \frac {{(Vo\times\sin\alpha})^2} {2g} = \frac {{(Vo^2\times\sin^2\alpha})} {2g}

Waktu untuk sampai di titik tertinggi (B) (tb):
 V_{y}=0
 V_{y}= Vo_{y} - g t
 0= Vo \sin \alpha - g t
t_{b} = \frac {{(Vo\times\sin\alpha})} {g} = \frac {Vo_{y}} {g}

Jarak mendatar/horizontal dari titik awal sampai titik B (Xb):
X_{b} = Vo_{x} \times t_{b}
X_{b} = Vo \cos \alpha \times (\frac {{(Vo\times\sin\alpha})} {g})
X_{b} = \frac {{Vo^2} \times \sin 2\alpha} {2g}

Jarak vertikal dari titik awal ke titik B (Yb):
Y_{b} = \frac {Vo_{y}^2} {2g}
Y_{b} = \frac {{Vo^2} \times \sin^2 \alpha} {2g}

Waktu untuk sampai di titik C:
t_{total} = \frac {{(2 Vo\times\sin\alpha})} {g} = \frac {2 Vo_{y}} {g}
Jarak dari awal bola bergerak sampai titik C:
X_{maks} = Vo{x} \times t_{total}
X_{maks} = Vo \times \cos \alpha \times \frac {{(2 Vo\times\sin\alpha})} {g}
X_{maks} = \frac {{Vo^2} \times \sin 2\alpha} {g}


Getaran, gelombang dan bunyi

 

A.   Periode dan Frekuensi Getaran

1.    Periode Getaran

T=\frac{t}{n} 
Dengan ketentuan:
·            \!T  = Periode (sekon)
·            \!t   = Waktu (sekon)
·            \!n  = Jumlah getaran

 

2.    Frekuensi Getaran

\!f=\frac{n}{t}
Dengan ketentuan:
·            \!f   = Frekuensi (Hz)
·            \!n  = Jumlah getaran
·            \!t   = Waktu (sekon)

 

3.    Periode Getaran

\!T=\frac{1}{f}
Dengan ketentuan:
·            \!T  = periode getaran (sekon)
·            \!f   = frekuensi(Hz)

 

B.   Hubungan antara Periode dan Frekuensi Getaran

Besar periode berbanding terbalik dengan frekuensi.
·           \!T=\frac{1}{f}
·           \!f=\frac{1}{T}
Dengan ketentuan:
·       \!T         = periode (sekon)
·       \!f          = frekuensi (Hz)

C.   Gelombang

1.    Gelombang berjalan

Persamaan gelombang:
y = A \sin 2\pi (ft \pm \frac {x} {\lambda})
Keterangan:
·       a     = Amplitudo (m)
·       f      = Frekuensi (Hz)
·        \lambda      = panjang gelombang (m)


Impuls dan momentum

A.   Momentum

 p = m \times v
 \vartriangle p = m \vartriangle v  = mv_{1} - mv_{0}
Keterangan:
  • p          = momentum (kg m/s)
  • m         = massa benda (kg)
  • v          = kecepatan benda (m/s)

 

B.   Impuls

Impuls merupakan perubahan momentum.
 I = \vartriangle p = F \vartriangle t = \int F dt
Keterangan:
·       I           = impuls
·        \vartriangle p      = perubahan momentum (kg m/s)
·        \vartriangle t       = perubahan selang waktu (s)
·       F          = gaya (Newton)


Induksi elektromagnet


A.   Toroida

Kuat medan magnet di sumbu toroida:  B = \frac{\mu_0 i N}{2 \pi a}
 dengan:
  • I           = kuat arus yang mengalir (Ampere)
  • a          = jari-jari efektif (meter)
  • N         = jumlah lilitan
  • \mu_0       = permitivitas vakum = 4\pi * 10^{-7}Wb/(A·m)

 

Contoh soal

  1. Toroida dengan jari-jari efektif 5cm terdiri dari 750 lilitan. Berapakah arus yang mengalir dalam lilitan agar B=1,8 * 10^{-3} \mbox{T}?
Diketahui:
a = 5 \mbox{cm} = 5 * 10^{-2} \mbox{m}
N = 750
B = 1,8 * 10^{-3} \mbox{T}
Ditanya:
i = ?
Jawab:
B = \frac{\mu_0 i N}{2 \pi a}
1,8 * 10^{-3} = \frac{\mu_0 * i * 750}{2 * \pi * 5 * 10^{-2}}
i = 0,6 \mbox{A}


Massa jenis

ρ = m / v
Keterangan :
  • ρ          = Massa jenis (kg/m3) atau (g/cm3)
  • m         = massa (kg atau gram)
  • v          = volume (m3 atau cm3)


Mekanika fluida

A.   Tekanan

 p = \frac {F} {A}
Keterangan:
·       p          = Tekanan (N/m² atau dn/cm²)
·       F          = Gaya (N atau dn)
·       A         = Luas alas/penampang (m² atau cm²)
Satuan:
·       1 Pa = 1 N/m² = 10-5 bar = 0,99 x 10-5 atm = 0,752 x 10-2 mmHg atau torr = 0,145 x 10-3 lb/in² (psi)
·       1 torr= 1 mmHg

 

B.   Tekanan hidrostatis

p_{\text{h}} = \rho\,\! \times g \times h
p_{\text{h}} = s \times h
Keterangan:
·       ph           = Tekanan hidrostatis (N/m² atau dn/cm²)
·       h          = jarak ke permukaan zat cair (m atau cm)
·       s          = berat jenis zat cair (N/m³ atau dn/cm³)
·       ρ          = massa jenis zat cair (kg/m³ atau g/cm³)
·       g          = gravitasi (m/s² atau cm/s²)

 

1.    Tekanan mutlak dan tekanan gauge

Tekanan gauge: selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan tekanan udara luar.
Tekanan mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer
p = p_{\text{gauge}} + p_{\text{atm}}

2.    Tekanan mutlak pada kedalaman zat cair

p_{\text{h}} = p_{\text{0}} + \rho\,\! \times g \times h
Keterangan:
·       p0     = tekanan udara luar (1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 Pa)

 

C.   Hukum Pascal

Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan sama besar ke segala arah.
 \frac {F_{\text{2}}} {A_{\text{2}}} = \frac {F_{\text{1}}} {A_{\text{1}}}
Keterangan:
·       F1           = Gaya tekan pada pengisap 1
·       F2           = Gaya tekan pada pengisap 2
·       A1          = Luas penampang pada pengisap 1
·       A2          = Luas penampang pada pengisap 2
Jika yang diketahui adalah besar diameternya, maka:   {F_{\text{2}}} = (\frac {D_{2}} {D_{1}})^2 \times F_{1}

 

D.   Gaya apung (Hukum Archimedes)

Gaya apung adalah selisih antara berat benda di udara dengan berat benda dalam zat cair.
 F_{a} = M_{f} \times g
 F_{a} = \rho_{f} \times V_{bf} \times g
Keterangan:
·       Fa           = gaya apung
·       Mf           = massa zat cair yang dipindahkan oleh benda
·       g          = gravitasi bumi
·       ρf            = massa jenis zat cair
·       Vbf         = volume benda yang tercelup dalam zat cair

 

Mengapung, tenggelam, dan melayang

Syarat benda mengapung:  \rho_b campuran <\rho_f
Syarat benda melayang:  \rho_b campuran =\rho_f
Syarat benda tenggelam:  \rho_b campuran >\rho_f


Pemuaian

A.   Muai panjang

Rumus:
\!L_{t}=\!L_{0}(\!1+\alpha\times\Delta t)
·       \!L_{t}        = panjang akhir (m, cm)
·       \!L_{0}       = panjang awal (m, cm)
·       \alpha         = koefisien muai panjang (/°C)
·       \Delta t      = perbedaan suhu (°C)

 

B.   Muai volume

Rumus:
\!V_{t}=\!V_{0}(\!1+\gamma\times\Delta\!t)
Keterangan:
·       \!V_{t}        = volume akhir (m3, cm3)
·       \!V_{0}        = volume awal (m3, cm3)
·       \gamma         = \!3\alpha= koefisien muai volume (/°C)
·       \Delta t      = selisih suhu (°C)

 

C.   Muai luas

Rumus:
\!A_{t}=\!A_{0}(\!1+\beta\times\Delta t)
Keterangan:
·       \!A_{t}       = luas akhir (m2, cm2)
·       \!A_{0}       = luas awal (m2, cm2)
·       \beta         = \!2\alpha= koefisien muai luas (/°C)
·       \Delta t      = selisih suhu (°C)


Relativitas


Subbagian ini akan menjelaskan tentang rumus-rumus yang digunakan pada teori relativitas khusus.
Kecepatan A menurut B:  v_{AB} = \frac {v_{AO} + v_{OB}}{1+ \frac {v_{AO} \times v_{OB}}{c^2}}
Dengan titik O adalah sebuah acuan yang berada di antara A dan B.
Keterangan:
  • VAB        = Kecepatan benda A relatif terhadap kecepatan benda B.
  • VAO       = Kecepatan benda A relatif terhadap acuan O.
  • VOB       = Kecepatan benda B relatif terhadap acuan O.
  • c          = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s2)

Ada besaran \gammayang gunanya untuk menghitung dilatasi waktu, panjang, dan massa.
\gamma = \frac {1} {\sqrt {1- \frac {v^2}{c^2}}}
Dilatasi panjang:  L = \frac {L_0} {\gamma}  
Keterangan:
·       L0     = Panjang awal benda.xv
Dilatasi waktu:  t = t_0 \times {\gamma}
Keterangan:
·       t0       = waktu dalam acuan pengamat yang diam.
·       t       = waktu dalam acuan pengamat yang bergerak.
Dilatasi massa:  m = m_0 \times \gamma
Energi kinetik relativistik:  E_k = (\gamma - 1) \times E_0 = (\gamma - 1) \times m_0 c^2


Teori kinetik gas

 

A.    Mol dan massa molekul

1 mol= 6,022 x 1023 molekul
6,022 x 1023 juga disebut dengan bilangan avogadro (NA).
Massa sebuah atom/molekul:   m_{0} = \frac {M} {N_{A}}
Hubungan antara massa dengan mol:  m= n \times M   atau   n= \frac {m} {M}
Keterangan:
·       n          = jumlah mol
·       M         = Massa relatif atom/molekul
·       m         = massa zat (kg)

 

B.    Persamaan keadaan gas ideal

1.    Hukum Boyle

Tekanan gas akan berbanding terbalik dengan volumenya pada ruangan tertutup.
 p_{1} \times V_{1} = p_{2} \times V_{2}

 

2.    Hukum Charles Gay-Lussac

Volume benda akan berbanding lurus dengan suhu mutlaknya pada ruangan tertutup.
 \frac {V_{1}} {T_{1}} = \frac {V_{2}} {T_{2}}
Dari kedua hukum diatas, maka:
 \frac {p_{1}\times V_{1}} {T_{1}} = \frac {p_{2}\times V_{2} } {T_{2}} atau disebut dengan Hukum Boyle-Gay Lussac.

 

3.    Persamaan gas ideal

 p \times V = n \times R \times T
Keterangan:
·       p     = tekanan
·       v      = volume ruang
·       n     = jumlah mol gas
·       R     = tetapan umum gas
·       T     = suhu (Kelvin)
Perhatikan satuan:
·           R= 8314 J/kmol K apabila tekanan dalam Pa atau N/m2, volume dalam m3, dan jumlah mol dalam kmol
·           R= 0,082 L atm/mol K apabila tekanan dalam atm, volume dalam liter, dan jumlah mol dalam mol

 

C.    Turunan dari persamaan gas ideal

Karena  n= \frac {m} {M}  maka dapat dituliskan:
 p \times V = n \times R \times T \Leftrightarrow p \times V = \frac {m} {M} \times R \times T
 \rho = \frac {m}{V} = \frac {p\times M} {R \times T}

Karena  n = \frac {N} {N_{A}} , maka akan didapat persamaan:
 p \times V = \frac {N} {N_{A}} \times R \times T  (dari rumus P V = n R T)
 p \times V = N \times \frac {R} {N_{A}} \times T
 \frac {R} {N_{A}} = k , maka:
 p \times V = N \times k \times T
k disebut dengan tetapan Boltzmann, yang nilainya adalah:
 k = \frac {R} {N_{A}} = \frac {8314 J/kmol K} {6,022 \times 10^{23} partikel} = 1,38 \times 10^{-23} J/K


Termodinamika

A.    Hukum Pertama Termodinamika

Perubahan energi dalam:  \Delta U= U_2 - U_1
Keterangan:
·        \Delta U    = Perubahan energi dalam (Joule)
·       U2          = Energi dalam pada keadaan akhir (Joule)
·       U1          = Energi dalam pada keadaan awal (Joule)

Usaha yang dilakukan oleh gas pada tekanan tetap:
 W = p \times \Delta V = p \times (V_2 - V_1)
Keterangan:
·       p          = Besarnya tekanan (atm)
·        \Delta V    = Perubahan volume (liter)
Rumus umum usaha yang dilakukan gas:  W = \int_{v_1}^{v_2} p dV
Penghitungan energi dalam:
·       Gas monoatomik:  \Delta U = \frac {3}{2}n \times R \times \Delta T = \frac {3}{2}n \times R \times (T_2-T_1)
·       Gas diatomik:  \Delta U = \frac {5}{2}n \times R \times \Delta T = \frac {5}{2}n \times R \times (T_2-T_1)

 

1.    Proses-proses termodinamika gas

a.    Proses isobarik


Diagram proses isobarik. Daerah berwarna kuning sama dengan usaha yang dilakukan.

Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada tekanan tetap.
Persamaan keadaan isobarik:  \frac {V_2}{T_2}= \frac {V_1}{T_1}

Usaha yang dilakukan pada keadaan isobarik:  W = p \times \Delta V

 

 

b.    Proses isokhorik

Digram proses isokhorik. Grafiknya berupa garis lurus vertikal karena volumenya tidak berubah. Tidak ada usaha yang dilakukan pada proses isokhorik.

Proses isokhorik adalah perubahan keadaan gas pada volume tetap.
Persamaan keadaan isokhorik:  \frac {p_2}{T_2}= \frac {p_1}{T_1}

 

c.    Proses isotermis/isotermik

Proses isotermik. Daerah berwarna biru menunjukkan besarnya usaha yang dilakukan gas.

Proses isotermik adalah perubahan keadaan gas pada suhu tetap.

Persamaan keadaan isotermik:  p_2 \times V_2= p_1 \times V_1
Usaha yang dilakukan pada keadaan isotermik:
  • Dari persamaan gas ideal  p= \frac {n \times R \times T}{V}
·           Rumus umum usaha yang dilakukan gas:  W = \int_{v_1}^{v_2} p dV

maka:  W = \int_{v_1}^{v_2} \frac {n \times R \times T}{V} dV
karena  n \times R \times T bernilai tetap, maka:  W = {n \times R \times T} \int_{v_1}^{v_2} \frac {dV}{V}  


Ingat integral ini!
 \int \frac {dx}{x} = \ln x
maka persamaan di atas menjadi  W = n \times R \times T \times[\ln V_2 - \ln V_1]
maka menjadi:  W = n \times R \times T \times \ln (\frac {V_2}{V_1})

d.     Proses adiabatik


Proses adiabatik. Warna biru muda menunjukkan besarnya usaha yang dilakukan.

Proses adiabatik adalah perubahan keadaan gas dimana tidak ada kalor yang masuk maupun keluar dari sistem.
Persamaan keadaan adiabatik:   p_1 \times V_1^{\gamma} =  p_2 \times V_2^{\gamma}
Tetapan Laplace:  \gamma = \frac {C_p}{C_V}
karena  p= \frac {n \times R \times T}{V} , maka persamaan diatas dapat juga ditulis:
 T_1 \times V_1^{\gamma-1} =  T_2 \times V_2^{\gamma-1}
Usaha yang dilakukan pada proses adiabatik:
 W = \frac {1}{\gamma-1} (p_1 \times V_1 - p_2 \times V_2)


Usaha

 W = F \times S
 W = \int F dx = \int m v {\operatorname{d}v\over\operatorname{d}x} = \int m v dv
Keterangan:
  • W        = usaha (newton meter atau Joule)
  • F          = gaya (newton)
  • S         = jarak (meter)
Usaha yang dilakukan oleh pegas:
 W = \frac {1}{2} \times k \times x^2
Keterangan:
  • W        = usaha (newton meter atau Joule)
  • k          = konstanta pegas (Newton/m2)
  • x          = pertambahan panjang pegas (meter)


Usaha dan energi

Kerja oleh gaya konstan

 W= F \times s
Keterangan:
  • W       = kerja yang dilakukan oleh gaya terhadap benda (J)
  • F        = gaya yang dikerjakan pada benda (N)
  • s          = jarak yang ditempuh benda selama bergerak (meter)

Jika gaya konstan yang bekerja tidak searah dengan arah gerak benda, maka besarnya kerja yang dilakukan pada benda adalah:
 W= (F \cos \alpha) \times s

Jika  \alpha=90 ^\circ, maka nilai  F \cos \alphaakan bernilai nol, sehingga tidak ada kerja yang dilakukan selama gerakan.


Suhu dan Kalor


suhu dan kalor 
Pengertian Suhu dan Kalor

Suhu dan kalor merupakan salah satu cabang dari ilmu fisika yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan suhu, seperti pemuaian, konversi suhu, perubahan wujud, bagaimana cara kalor berpindah, dan masih banyak lagi.
A.     Skala Suhu
1.    Skala Celcius
Andreas Celcius, seorang sarjana kebangsaan swedia yang menemukan sistem skala suhu celcius. Skala celcius ia buat berdasarkan pada titik beku air pada 0 o C dan titik didih air pada 100 o C.
2.    Skala Kelvin
Skala kelvin di temukan oleh Lord Kelvin, Ia menetapkan apa yang disebut  oo  mutlak (0o  Kelvin). Nol mutlak ini adalah suhu ketika partikel berhenti bergerak, sehingga tidak ada panas yang terdeteksi karena kalor yang ada sebanding dengan energi kinetik yang diperlukan partikel. Suhu mutlak (0o K) kalau di koversi ke celcius menjadi -273,15 o C
3.    Skala Reamur
Nama reamur diambil dari nama René Antoine Ferchault de Réaumur. Reamur mengusulkan suhu titik beku air pada suhu 0 o C dan titik didihnya 80 o C
4.    Skala Fahrenheit
Skala Fahrenheit banyak digunakan  di amerika serikat. Skala ini ditemukan oleh ilmuan Jerman Bernama Gabriel Fahrenheit. Skala fahrenheit menggunakan campuran antara es dan garam dengan titik beku air bernilai 32 o F dan titik didihnya 212 o F
masing-masing skala bisa dikonversikan ke skala yang lain. Untuk lebih jelasnya mengenai konversi suhu sobat bisa baca postingan Konversi Suhu.

B.    Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi sama halnya dengan energi kimia, potensial, maupun kinetik. Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Umumnya untuk mendeteksi keberadaan kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit. Satuan kalor adalah kalor atau joule dengan koversi 1 kalori = 4,2 joule.

C.    Rumus Kalor
Besar kecilnya kalor yang bekerja pada suatu zat sangat dipengaruhi oleh tiga hal berikut:
·         massa zat
·         jenis zat (kalor jenis)
·         perubahan suhu

Q = m.c.(T2 – T1)   atau sobat mungkin lebih akrab dengan   Q = m.c.ΔT
dibaca Q masih cinti Titu atau boleh Q masih cakit Ati (gubraaaak)

Contoh Soal Suhu dan Kalor:
1.    50 gr air pada suhu 25. Jika kalor jenis air berapa kalor yang dibutuhkan agar suhunya menjadi 80 c?
Pembahasan
kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan air tersebut sampai suhu 80 C adalah
Q = m.c. (T2-T1)
Q = 50.2. (80-25)
Q = 5500 kalori = 5,5 Kkal

D.    Kalor Campuran 2 Zat sejenis dan non sejenis
Sobat mungkin pernah menjumpai soal tentang suhu dan kalori dari dua zat cair sejenis maupun nonsejenis yang dicampur sehingga menghasilkan suhu tertentu. Cara mengerjakannya dengan menggunakan asas black.
“Kalor yang dilepas sama dengan kalor yang di terima”
misal X adalah suhu akhir campuran dan M T2 masing-masing adalah masa dan suhu zat cair yang lebih tinggi maka untuk cairan atau zat sejenis rumusnya :
Qlepas = Qterima
M.c.(T2-x)           = m.c (X-T1) (coret C –> kalor jenis)
M (T2-x)              = m (x-T1)
MT2 – Mx           = mx – mT1
MT2 + mT1        = Mx + mx
MT2 + MT1        = (M+m) x
x                           = (MT2+mT1) / (M+m)

Keterangan:
M              = masa zat yang suhunya lebih tinggi
T2             = suhu zat yang lebih tinggi
m              = masa zat yang suhunya lebih rendah
T1             = suhu zat yang lebih rendah
x               = suhu campuran

untuk cairan atau yang zat tak sejenis sobat bisa menggunakan persamaan awal dari asas black
Qlepas                = Qterima
M.c2.(T2-x)        = m.c1. (X-T1)
Contoh Soal menghitung suhu campuran.
1.    Dua buah zat cair sejenis dengan masa dan suhu masing-masing (40 Kg, 60o C) dan (20 Kg, 30o C). Jika kita mencapurnya, berapa suhu campurannya?
x = (MT2+mT1)/(M+m)
x = 40.60 + 20.30/40+20
x = (2400 + 600) / 60
x = 3000/60
x = 50 o C


GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Cepat Rambat Gelombang Elektromagnetik
  dimana
C         = cepat rambat gelombang elektromagnetik (m/s)
μo        = permeabilitas vakum = 4 π × 10-7 WbA-1m-1
εo         = permitivitas vakum = 8,85 × 10-12 C2N-1m-2

Hubungan Cepat Rambat Gelombang Elektromagnetik, Kuat Medan Listrik  dan Kuat Medan Magnet

        

Laju Energi Rata-Rata



Intensitas Gelombang Elektromagnetik

      


BESARAN DAN SATUAN

Nama Besaran Pokok
Satuan
Simbol satuan
Dimensi
Panjang
Meter
M
[ L ]
Masa
Kilogram
Kg
[ M ]
Waktu
Sekon
S
[ T ]
Suhu
Kelvin
K
[ Ø ]
Intensitas
Camdela
Cd
[ J ]
Kuat Arus
Ampere
A
[ I ]
Banyak Zat
Mole
Mol
[ N ]



Besaran  VEKTOR dan  Besaran  Skalar.
a.       Besaran  Vektor  adalah  besaran yang  selain memiliki besar atau  nilai,  juga  memiliki  arah,  misalnya  kecepatan, percepatan, gaya,  momentum,   momen  gaya,  medan  listrik,  medan  magnet. Dll.
b.       Besaran    Skalar    adalah    besaran  yang    hanya   memiliki    besar  atau    nilai    saja.    Misalnya    panjang,  waktu,    massa,    volum, kelajuan, energi, daya,  suhu, potensial  listrik dan  sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar