SELAMAT DATANG DI BLOG IKA FEBIANA SEMOGA BERMANFAAT GUYS...

Sabtu, 22 Agustus 2015

Materi Administrasi Perkantoran Kelas XII



DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

1.     Pengertian disiplin pegawai  pegawai negeri sipil
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

2.     Tujuan disiplin pegawai PNS
a.    Untuk lebih terjaminnya ketertiban dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PNS;
b.    Mendorong peningkatan kinerja dan perubahan sikap dan perilaku PNS;
c.    Meningkatkan kedisiplinan PNS;
d.    Meningkatkan tanggung jawab PNS;
e.    Mempercepat proses perubahan kearah peningkatan profesionalisme dalam bekerja;

3.     Kewajiban bagi PNS
a.    Mengucapkan sumpah/janji PNS;
b.    Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
c.    Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
d.    Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.    Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
f.     Menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan martabat PNS;
g.    Mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan sendiri, seseorang dan/atau golongan;
h.    Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
i.      Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara
j.      Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keaman, keuangan dan materil;
k.    Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
l.      Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
m.   Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
n.    Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
o.    Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
p.    Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karir; dan
q.    Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

4.     Larangan bagi PNS
a.    Menyalahgunakan wewenang;
b.    Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c.    Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d.    Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
e.    Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, meyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik Negara secara tidak sah;
f.     Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
g.    Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
h.    Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
i.      Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j.      Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k.    Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l.      Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara :
Ø  Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
Ø  Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
Ø  Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
Ø  Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
m.   Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara :
Ø  Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
Ø  Mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
n.    Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
o.    Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara :
Ø  Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
Ø  Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
Ø  Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
Ø  Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
p.    Menjadi anggota dan/atau pengurus Partai Politik.

5.     Hukuman disiplin
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
a.    Umum
1)    PNS dan CPNS yang tidak menaati kewajiban atau melanggar larangan dijatuhi Hukuman Disiplin
2)    Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar kewajiban dan larangan dijatuhi hukuman disiplin
3)    Dengan tidak megesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaraan disiplin dijatuhi hukuman disiplin
b.    Jenis Hukuman Disiplin
1)    Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
Ø  Teguran lisan;
Ø  Teguran tertulis; dan
Ø  Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2)    Jenis hukuman sedang terdiri dari :
Ø  Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
Ø  Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (tahun) tahun; dan
Ø  Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
3)    Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
Ø  Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
Ø  Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
Ø  Pembebasan dari jabatan;
Ø  Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan
Ø  Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

6.     Pejabat yang berwenang menghukum
Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin apabila pejabat yang berwenang menghukum tetapi tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melanggar disiplin, maka pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat atasannya sama dengan hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada bawahannya. Pejabat yang berwenang menghukum, meliputi :
a.    Presiden, bagi pelanggar PNS yang :
1)    Berpangkat Pembina Tingkat I (Gol IV/b ke atas) sepanjang mengenai jenis hukuman berat (Pasal 6 ayat (4) huruf c dan d)
2)    Yang memangku jabatan struktur Eselon I (Khusus untuk membebaskan jabatan).
b.    Menteri, untuk semua jabatan struktural Eselon I (khusus untuk membebaskan jabatan).
c.    Pejabat yang berwenang (menteri) dapat mendelegasikan wewenang kepada pejabat lain (kecuali untuk Pasal 6 ayat (4) huruf c dan d) dengan ketentuan :
1)    Untuk hukuman disiplin ringan, dapat didelegasikan kepada eselon IV.
2)    Untuk hukuman disiplin ringan dan sedang (penundaan kenaikan gaji berkala), dapat didelegasikan kepada eselon III.
3)    Untuk hukuman disiplin ringan dan sedang kepada Eselon II.
4)    Untuk hukuman disiplin ringan, sedang dan berat (kecuali huruf c dan d) kepada Eselon I.
d.    Gubernur, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa PNS yang disangka
e.    Perwakilan RI di luar negeri
f.     Bupati/walikota seperti yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.

7.     Pendelegasian wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin
Untuk lebih menjamin daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dapat  mendelegasikan sebagian wewenang penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat lain di lingkungan masing-masing, kecuali mengenai hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah.
Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin dilaksanakan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.


























Materi Agama Kelas XII "PERNIKAHAN"

PENGERTIAN NIKAH

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut  istilah  nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menurut U U  No : 1 tahun 1974,  Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Rasulullah SAW bersabda : 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ  

(رواه البخارى و مسلم)

Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)

A.   HUKUM NIKAH
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :   

1.    Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2.    Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah sedangkan bila tidak
       menikah khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3.    Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan
       dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4.    Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki
       keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan
       nafkah tanggungan-nya.
5.    Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang
       buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.



B.   TUJUAN NIKAH 
      Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1.    Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia  dan tentram. Allah SWT berfirmanYang Artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)  

2.    Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara  suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21 yang Artinya :”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “)  

3.    Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
4.    Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai ibadah.  Allah swt., berfirman yang Artinya :" Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)

5.    Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:

( أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى ( رواه البخارى و مسلم          

Artinya :"Nikah itu adalah sunahku, barang  siapa  tidak  senang  dengan  sunahku,          maka bukan golonganku". (HR. Bukhori dan Muslim)

6.    Untuk  memperoleh keturunan yang syah. Allah swt., berfirman yang Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)

      Sebelum pernikahan berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal istilah pacaran akan tetapi dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh orang lain yang  mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah, seorang pria hanya boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa pertungan ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta yang dalam adat istilah Jawa disebut dengan peningset.
      Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena mereka belum syah dan belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larang agama yang berlaku  dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan.
      Adapun wanita-wanita yang haram dipinang dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
*   Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami,wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah bertunangan.
*   Yang haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).

C.    RUKUN NIKAH DAN SYARATNYA.
Syah atau tidaknya suatu pernikahan bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya  rukun serta syarat nikah.
( lihat tabel )

  TABEL :  Rukun & syarat Nikah

RUKUN                          SYARATNYA
1. Calon Suami          Beragama Islam
                                  Atas kehendak sendiri
                                  Bukan muhrim
                                  Tidak sedang ihrom haji
2. Calon Istri              Beragama Islam
                                  Tidak terpaksa
                                  Bukan Muhrim
                                  Tidak bersuami
                                  Tidak sedang dalam masa idah 
                                  Tidak sedang ihrom haji atau umroh
3. Adanya Wali          a. Mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal)
                                      (Ali Imron : 28)
                                  b. Laki-laki merdeka
                                  c. Adil
                                  d. Tidak sedang ihrom haji atau umroh
4. Adanya 2               -  Syaratnya sama dengan no : 3
    Orang Saksi
5. Adanya Ijab             Dengan kata-kata " nikah " atau yang 
    dan Qobul               semakna dengan itu.
                                   Berurutan antara Ijab dan Qobul

Keterangan :   

-   Contoh  Ijab : Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : "Aku nikahkan anak perempuan saya bernama si Fulan binti ……  dengan .......  dengan mas kawin seperangkat sholat dan 30 juz dari mushaf Al-Qur’an".

أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكِ فُلاَنَة بِنْتِ ... بِمَهْرِ عَدَوَاتِ الصَّلاَةِ وَثَلاَثِيْنَ جُزْأً مِنْ مُصْحَافِ الْقُرْاَنِ حَالاً

-   Contoh Qobul : Calon suami menjawab: "Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya denganmas kawin tersebut di depan". Bila dilafalkan dengan bahasa arab sebagai berikut : 

قَبِلْتُ نِكَحَهَا وَتَزْوِجَهَا لِنَفْسِى بِالْمَهْرِ الْمَذْكُوْرِ 

-   Perempuan yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya tidak syah.
Rasulullah saw, bersabda : Artinya :"Perempuan mana saja yang menikah tanpa
                                        seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak syah)". 
                                        (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai).

Saksi harus benar-benar adil. Rasulullah saw.,  bersabda :

( لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ ( روه احمد 

      Artinya:"Tidak syah nikah seseorang melainkan dengan  wali dan 2 orang saksi yang       adil". (HR. Ahmad)

      Setelah selesai aqad nikah biasanya diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum mengadakan walimah adalah sunat muakkad. Rasulullah SAW bersabda :”Orang yang sengaja tidak mengabulkan undangan berarti durhaka kepada Allah dan RasulNya’. (HR. Bukhori)

MUHRIM
Menurut pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi.
Penyebab wanita yang haram dinikahi ada 4 macam :
1.    Wanita yang haram dinikahi karena keturunan
       a.    Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
       b.    Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya).
       c.    Saudara perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau seibu).
       d.    Saudara perempuan dari bapak.
       e.    Saudara perempuan dari ibu.
       f.     Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
       g.    Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
2.    Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan
       a.    Ibu yang menyusui.
       b.    Saudara perempuan sesusuan
3.    Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan
       a.    Ibu dari istri (mertua)
       b.    Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul
              dengan ibunya.
       c.    Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah di cerai atau belum. 
             Allah SWT berfirman yang Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita
                                                                 yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
                                                                 pada masa yang telah lampau.
                                                                 Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan
                                                                dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
                                                                (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
       d.    Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4.    Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
       Misalnya haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang
       bersaudara, terhadap perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan
       dengan kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23)

Wali nikah di bagi menjadi 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim :
1.    Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang
       akan dinikahkan. 
      Adapun Susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
              a.    Ayah kandung, ayah tiri tidak syah jadi wali
              b.    Kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya ke atas
              c.    Saudara laki-laki sekandung
              d.    Saudara laki-laki seayah
              e.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
              f.     Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
              g.    saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
              h.    Anak laki-laki dari sdr laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah
              i.     Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
2.    Wali hakim, yaitu seorang kepala Negara yang beragama Islam.
       Di Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim di limpahkan kepada
       pembantunya yaitu Menteri Agama.
       Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai
       wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan.
       Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi sebagai berikut :
              a.    Wali nasab benar-benar tidak ada
              b.    Wali yang lebih dekat (aqrob) tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih
                     jauh (ab’ad) tidak ada.
              c.    Wali aqrob bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan
                     berikutnya untuk berindak sebagai wali nikah.
              d.    Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh
              e.    Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah
              f.     Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat bertindak sebagai
                     wali nikah
              g.    Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya. 
      Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah, sesuai dengan sabda
      Rasulullah SAW yang artinnya :

”Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.(HR. Darulquthni)

    D.    KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (An-Nisa : 34).

Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: “Istri adalah penaggung jawab rumah tangga 
                                                                     suami istri yang bersangkutan”.
                                                                    (HR. Bukhori Muslim).

Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :
   Kewajiban Suami
      Kewajiban suami yang terpenting adalah :
a.    Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai
       dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.(lihat At-Thalaq:7)
b.    Bergaul dengan istri secara makruf,  yaitu dengan  cara  yang  layak  dan  patut     
       misalnya  dengan  kasih  sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
c.    Memimpin keluarga, dengan cara membimbing, memelihara semua anggota  keluarga
       dengan penuh tanggung jawab. (Lihat An-Nisa : 34)
d.    Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik
       anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh. (At-Tahrim:6)
   Kewajiban Istri
a.    Patuh dan taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam.
       Perintah suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib di taati.
b.    memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami.
c.    Mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan  fungsi  ibu  sebagai  kepala
       rumah tangga.
d.    Memelihara dan mendidik anak terutama pendidikan agama.
       Allah swt, berfirman yang Artinya :"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu 
                                                           dan keluargamu dari api neraka". (At-Tahrim : 6)

e.    Bersikap hemat, cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami.


    E.     TALAK    
1.     Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialahlepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt. Nabi Muhammad saw,  bersabda :

( أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ  ( رواه ابوداود  

      Artinya :"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak".
                    (HR. Abu    Daud).
     
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak) ada 3 macam :
       a.    Yang menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
       b.    Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
       c.    Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan
              cara kinayah (sindiran).
Cara sharih: misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan
                   cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan
                   cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
Cara kinayah: misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau 
                   dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”,
                   Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. 
                   Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah,
                   padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
2.     Lafal dan Bilangan Talak.
Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan kata-kata  yang  jelas  atau  dengan  kata-kata  sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih boleh rujuk  (kembali)  sebelum habis masa idahnya  dan apabila masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh :  229).  Pada talak  3  suami  tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum  istrinya  itu nikah dengan  laki-laki lain  dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu".
3.     Macam-Macam Talak. Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :
        a.    Talak Raj'i  yaitu  talak  dimana  suami  boleh rujuk tanpa harus dengan akad 
               nikah lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya 
               atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya 
               selam masih dalam masa iddah.
        b.    Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak 
               bain kubra. adapun penjelasannya sebagai berikut : 
*  Talak bain sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk  dengan cara akad  nikah lagi baik masih dalam masa idah atau sudah habis masa idahnya.
*  Talak bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam  talak ini suami tidak  boleh rujuk  atau  menikah dengan  bekas istri kecuali  dengan syarat :
  • Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
  • Telah dicampuri dengan suami yang baru.
  • Telah dicerai dengan suami yang baru.
  • Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang baru.
4.     Macam-macam Sebab Talak. Talak bisa terjadi karena :
a.    Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau  mentalaknya.
b.    Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila tuduhan itu benar".
c.    Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi ”penyerupaan istrinya dengan ibunya” seperti :"Engkau seperti  punggung ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab dianggap  salah satu cara  menceraikan istri.
d.    Khulu' (talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada suami. Talak tebus  biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak antara lain :
Ø  Istri sangat benci kepada suami.
Ø  Suami tidak dapat memberi nafkah.
Ø  Suami tidak dapat membahagiakan istri.
e.    Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu :
  Karena rusaknya akad nikah seperti :
§  diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
§  Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.
§  Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.
  Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti :
§  Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.
§  Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga.
§  Suami dinyatakan hilang.
§  Suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.

5.     Hadhonah.
Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak  mengasuh anaknya adalah :
a.    Ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b.    Jika si ibu telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.

    F.     IDDAH
Secara bahasa  iddah  berarti  ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak. 

1.    Lamanya Masa Iddah.
a.    Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya.
       (Lihat QS. At-Talak :4)
b.    Wanita  yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa idahnya 
       4 bulan 10 hari. (lihat QS. Al-Baqoroh  ayat 234)
c.    Wanita yang dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa 
       idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci).
       (lihat QS.  Al-Baqoroh : 228)
d.    Wanita yang tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan.
       (Lihat  QS, At-Talaq :4 )
e.    Wanita  yang  dicerai  sebelum  dicampuri  suaminya  maka  baginya  tidak  ada 
       masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab  : 49) 

2.    Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.
a.    Perempuan yang  taat dalam iddah raj'iyyah (dapat rujuk)  berhak mendapat dari 
       suami yang mentalaknya: tempat  tinggal, pakaian, uang belanja. 
       Sedang  wanita yang durhaka tidak berhak menerima apa-apa.
b.    Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak  atas  tempat 
       tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
c.    Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya 
       berhak mendapat harta  waris suaminya.

   G.   RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan  masih dalam masa iddah. Dasar hukum  rujuk  adalah QS. Al-Baqoroh: 229, yang artinya sebagai berikut:"Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu,  jika mereka (para suami) menghendaki rujuk".
1.    Hukum Rujuk.
  • Ø    Mubah, adalah asal hukum rujuk.
  • Ø    Haram, apabila si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum  rujuk.
  • Ø    Makruh, bila diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
  • Ø    Sunat, bila diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
  • Ø    Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
2.    Rukun Rujuk.
  • Ø    Istri, syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
  • Ø    Suami, syaratnya : Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
  • Ø    Sighat (lafal rujuk).
  • Ø    Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.

   H.   PERKAWINAN MENURUT UU No: 1 tahun 1974.
1.    Garis besar Isi UU No : 1 tahun 1974.
       UU No : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 Bab dan 67 Pasal.
2.    Pencatatan Perkawinan
       Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa : "Tiap-tiap  perkawinan  dicatat  menurut
       peraturan perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan tentang pelaksanaan
       pencatatan perkawinan ini tercantun dalam PP No : 9 Tahun 1975
       Bab II pasal 2 sampai 9.
3.    Syahnya Perkawinan.
       Dalam pasal 2 ayat 1 ditegaskan  bahwa : "Perkawinan adalah syah apabila dilakukan
       menurut  hukum  masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu".
4.    Tujuan Pekawinan.
       Dalam  Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
       keluarga (rumah tangga)  yang  bahagia  dan kekal berdasarkan
       Ketuhanan Yang Maha Esa.
5.    Talak.
       Dalam  Bab  VIII pasal 29  ayat 1 dijelaskan  bahwa : "Perceraian hanya dapat 
       dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan  yang  bersangkutan  
       berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua  belah pihak.
6.    Batasan Dalam Berpoligami.
  • Dalam  pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya  boleh  mempunyai  seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami".
  • Dalam  pasal 4 dan  5  ditegaskan bahwa dalam  hal  seorang  suami akan beristri lebih dari seorang ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat  tinggalnya.
  • Pengadilan hanya memberi ijin  berpoligami  apabila :
Ø  Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Ø  Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Ø  Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Ø  Dalam pengajuan berpoligami  harus dipenuhi syarat-syarat :
Ø  Adanya persetujuan dari istri.
Ø  Adanya  kepastian  bahwa  suami  mampu  menjamin keperluan hidup istri-istri dan
    anak-anak mereka.
Ø  Adanya  jaminan  bahwa  suami akan  belaku  adil  terhadap istri-istri dan
    anak-anak mereka.


RANGKUMAN
1.    Nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup
       bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut
       hukum syariat Islam.
2.    hukum nikah dapat berubah menurut situasi dan kondisi, bisa menjadi wajib, sunat,
       makruh dan bisa juga menjadi haram.
3.    Agar tercapai kebahagiaan yang sebenarnya yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah
       dan warahmah, seorang muslim dalam pernikahan harus memenuhi
       syarat dan rukun nikah.
4.    Talak adalah suatu perbuatan yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah SWT.
5.    Iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai suaminya 
       sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi 
       kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.