SELAMAT DATANG DI BLOG IKA FEBIANA SEMOGA BERMANFAAT GUYS...

Senin, 22 Januari 2018

LAPORAN


PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN)
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
DI
BANK JATIM CABANG BANYUWANGI
Jl. Basuki Rahmat No. 156, Telp. (0333) 426755




Disusun Oleh :

IKA FEBIANA
XI APK 1



PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 BANYUWANGI
Jl. Wijaya Kusuma No. 46 Telp. (0333) 424541









LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN)
Siswa SMK NEGERI 1 Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2014/2015
Di Bank JATIM Cabang Banyuwangi



Pada tanggal 05 Januari 2015 s.d. 04 April 2015




Ditetapkan di                        : Banyuwangi
Pada Tanggal                       : 04 April 2015






                  Kepala Institusi,                                                 Pembimbing Institusi





                 HERMANTO                                              ENDANG SARASWULAN
          Pimpinan Cabang                                                      Pimpinan Bidang Operasional



         Kepala SMK Negeri 1 Banyuwangi,                          Pembimbing Sekolah






               SRI HIDAYATI,S.Pd.                                      IDA KRISTINA, S.Pd   
         NIP.19580423 198503 2 005                             NIP.19651220 199903 2 011






Kata Pengantar


Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) ini. Laporan ini kami susun berdasarkan kegiatan kami selama di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Cabang Banyuwangi yang beramalatkan di Jl.Basuki Rahmat No.156 Banyuwangi.
Praktek kerja industri (prakerin)merupakan salah satu program sekolah kejuruan yang wajib  diikuti oleh seluruh siswa SMKN Negeri 1 Banyuwangi kelas XI dengan tujuan agar siswa siswi dapat menerapkan dan mengamalkan ilmu-ilmu yang didapat disekolah  ke dalam dunia kerja yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penulisan laporan ini, diantaranya:

1.    Kedua orang tua penulis yang telah memberikan kasih sayang sehingga penulis dapat tumbuh dengan baik dan juga yang telah membiayai sekolah penulis hingga dapat membuat laporan ini.
2.    Kepala SMK Negeri 1 Banyuwangi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Bank Jatim cabang Banyuwangi.
3.    Ibu Ida Christina yang telah membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
4.    Bapak Hermanto selaku Pimpinan Cabang Bank Jatim yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat belajar bekerja di sana.
5.    Ibu Endang Saraswulan sebagai pembimbing di Bank Jatim yang telah memberikan penulis banyak pengetahuan yang sebelumnya belum pernah didapatkan.
6.    Seluruh karyawan Bank Jatim Cabang Banyuwangi yang ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam isi maupun penyusunannya. Sebab seperti kata pepatah ”Tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan dengan adanya laporan ini sedikit banyaknya membawa manfaat kepada kita semua, dan juga dapat menjadi referensi untuk laporan selanjutnya.



                         Banyuwangi, 05 Januari 2015
                  Penulis






DAFTAR ISI


Halaman Judul                                                                                             
Lembar Pengesahan                                                                                   
Kata Pengantar                                                                                              
Daftar Isi                                                                                                          

BAB 1            PENDAHULUAN
1.1   Profil Tempat Prakerin                                                 
1.2   Struktur Organisasi                                                       
1.3   Tujuan dan Keuntungan Praktik Kerja Industri       

BAB 2            PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1  Rencana Kegiatan                                                        
2.2  Laporan Kegiatan                                                         

BAB 3            TEMUAN
                        3.1  Faktor Pendukung dan Penghambat                        
                        3.2  Manfaat yang dirasakan                                            

BAB 4            PENUTUP
                        4.1  Kesimpulan                                                                    
                        4.2  Saran                                                                             


Lampiran:
1.    Daftar Penilaian
2.    Daftar Hadir
3.    Rekapitulasi Kehadiran
























Selasa, 08 November 2016

rumus kimia



BAB 1
MATERI

MENENTUKAN KADAR ZAT DALAM CAMPURAN
1.         PROSENTASE MASSA
 
2.         PROSENTASE VOLUME
 
3.         BAGIAN PER SEJUTA / bpj ( Part Per Million / ppm ) MASSA
 
4.         BAGIAN PER SEJUTA / bpj ( Part Per Million / ppm ) VOLUME
 

PERUBAHAN MATERI
1.         PERUBAHAN FISIKA
Ø  Tidak terjadi perubahan permanen pada susunan zat dan jenis zat, yang berubah hanya sifat fisiknya saja.
2.         PERUBAHAN KIMIA 
Ø  Terjadi perubahan sifat : ada endapan, suhu berubah, ada gelembung gas, warna berubah.
Ø  Terjadi perubahan susunan zat.
Ø  Terbentuk zat baru dengan sifat yang sama sekali berbeda dengan sifat  zat asalnya (perubahan sifat permanen).

BAB 2
ATOM dan STRUKTUR ATOM

JENIS ATOM
Ø  Atom Netral = Atom yang tidak bermuatan listrik

Ø  Kation = Atom bermuatan positif 

Ø  Anion = Atom bermuatan negatif 


BILANGAN KUANTUM
Bilangan yang menentukan letak keberadaan elektron suatu atom.
a.         Bilangan kuantum utama ( n ) 
menyatakan nomor kulit tempat terdapatnya elektron, jenisnya :
K ( n = 1 ), L ( n = 2 ), M ( n = 3 ), N ( n = 4 ), dst.
b.         Bilangan kuantum azimuth ( ℓ ) 
menyatakan sub kulit tempat terdapatnya elektron, jenisnya :   
s = sharp nilai ℓ = 0  d = diffuse nilai ℓ = 2
p = principal nilai ℓ = 1  f = fundamental nilai ℓ = 3
Untuk n = 1    ℓ = 0  ( sharp )
Untuk n = 2  ℓ = 0  ( sharp )
  ℓ = 1  ( principal )
Untuk n = 3    ℓ = 0  ( sharp )
  ℓ = 1  ( principal )
  ℓ = 2  ( diffuse )
Untuk n = 4  ℓ = 0  ( sharp )
  ℓ = 1  ( principal )
  ℓ = 2  ( diffuse )
  ℓ = 3  ( fundamental )
c.         Bilangan kuantum magnetik ( m )
menyatakan orbital tempat terdapatnya elektron, jenisnya :
Untuk ℓ = 0    m = 0
Untuk ℓ = 1    m = –1
  m = 0
  m = +1
Untuk ℓ = 2    m = –2
  m = –1
  m = 0
  m = +1
Untuk ℓ = 3    m = –3
  m = –2
  m = –1
  m = 0
  m = +1
  m = +2
  m = +3
Suatu orbital dapat digambarkan sebagai berikut :
d.         Bilangan kuantum spin ( s )
menyatakan arah elektron dalam orbital. 
Jenisnya : + ½ dan – ½ untuk setiap orbital ( setiap harga m )  








MENENTUKAN LETAK ELEKTRON   
Untuk menentukan letak elektron maka perlu mengikuti aturan-aturan tertentu yang sudah ditetapkan.
Diagram di bawah ini adalah cara untuk mempermudah menentukan  tingkat energi orbital dari yang terendah ke yang lebih tinggi yaitu :
 
Urutannya adalah:  1s  2s  2p  3s  3p  4s  3d  4p  5s  4d  5p  6s  4f  5d   6p  7s  5f  6d  7p



BAB 3
SISTEM PERIODIK UNSUR

Golongan Utama (Golongan A)

Golongan Transisi (Golongan B)
SIFAT PERIODIK UNSUR
Sifat unsur yang meliputi :
  ► Jari-jari atom
  ► Jari-jari kation
  ► Kebasaan
  ► Kelogaman
  ► Keelektropositifan
  ► Kereaktifan positif
 
Mempunyai kecenderungan seperti yang digambarkan di bawah ini :
Semakin ke bawah cenderung semakin besar.
Semakin ke kanan cenderung semakin kecil.


Sedangkan sifat unsur yang meliputi :
► Potensial ionisasi ( energi ionisasi )
► Afinitas elektron
► Keasaman
► Kenon-logaman
► Keelektronegatifan ( maksimal di golongan VIIA )
► Kereaktifan negatif
Mempunyai kecenderungan seperti yang digambarkan di bawah ini :
Semakin ke bawah cenderung semakin kecil.
Semakin ke kanan cenderung semakin besar.



BAB 4
IKATAN dan SENYAWA KIMIA

1.         IKATAN ION ( IKATAN ELEKTROVALEN / HETEROPOLAR )
Ø  Ikatan atom unsur logam (atom elektropositif) dengan atom unsur non logam (atom elektronegatif).
Ø  Unsur logam melepas elektron dan memberikan elektronnya pada unsur non logam.
2.         IKATAN KOVALEN ( HOMOPOLAR )
Ø  Ikatan atom unsur non logam dengan atom unsur non logam.
Ø  Pemakaian bersama elektron dari kedua unsur tersebut.
3.         IKATAN KOVALEN KOORDINATIF(DATIV)
Ø  Ikatan atom unsur non logam dengan atom unsur non logam.
Ø  Pemakaian bersama elektron dari salah satu unsur.
4.         IKATAN VAN DER WAALS
a.       Gaya dispersi (gaya London)
·         Terjadi gaya tarik menarik antara molekul-molekul non polar yg terkena aliran elektron  (dipol sesaat) dengan molekul non polar  disebelahnya yang terpengaruh (dipol terimbas) yang berdekatan.
·         Gaya tarik antar molekulnya relatif lemah.
b.       Gaya Tarik dipol
Ø  Gaya tarik antara molekul-molekul kutub positif dengan kutub negatif.
Ø  Gaya tarik antar molekulnya lebih kuat dari gaya tarik antara molekul dipol sesaat - dipol terimbas.
5.         IKATAN HIDROGEN
Ø  Terjadi antara atom H dari suatu molekul dengan atom F atau atom O atau atom N pada molekul lain.
Ø  Ada perbedaan suhu tinggi dan sangat polar di antara molekul-molekulnya.
6.         IKATAN LOGAM
Ø  Ikatan ion logam dengan ion logam dengan bantuan kumpulan elektron sebagai pengikat atom-atom positif logam.
Ø  Ikatannya membentuk kristal logam.

BENTUK GEOMETRI MOLEKUL
Berbagai kemungkinan bentuk molekul :

HIBRIDISASI
Proses pembentukan orbital karena adanya gabungan (peleburan) dua atau lebih orbital atom dalam suatu satuan atom. 

Berbagai kemungkinan hibridisasi dan bentuk geometri orbital  hibridanya sebagai berikut : 
SIFAT SENYAWA ION dan SENYAWA KOVALEN


BAB 5
STOIKIOMETRI

MASSA ATOM RELATIF
Menentukan massa atom relatif dari isotop-isotop di alam
Di alam suatu unsur bisa di dapatkan dalam 2 jenis atau bahkan lebih isotop, oleh karena itu kita dapat menentukan massa atom relatifnya dengan rumus:
Untuk 2 jenis isotop : 
 
Untuk 3 jenis isotop :

MASSA MOLEKUL RELATIF
Menentukan mol sebagai perbandingan massa zat dengan Ar atau perbandingan massa zat dengan Mr.

1.         Rumus Empiris
Adalah rumus kimia yang menyatakan perbandingan paling sederhana secara numerik antara atom-atom penyusun molekul suatu zat.
mol A : mol B : mol C
2.         Rumus Molekul
Adalah rumus kimia yang menyatakan jumlah sesungguhnya atom-atom dalam suatu susunan molekul.
(RE)x = Massa Molekul Relatif
x = faktor pengali Rumus Empiris


HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA
1.         Hukum Lavoisier ( Kekekalan Massa )
       Menyatakan bahwa massa zat sebelum reaksi sama dengan massa zat setelah reaksi.
2.         Hukum Proust ( Ketetapan Perbandingan )
Menyatakan dalam suatu senyawa perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya selalu tetap.
3.         Hukum Dalton ( Perbandingan Berganda )
Jika unsur A dan unsur B membentuk lebih dari satu macam senyawa, maka untuk massa unsur A yang tetap, massa unsur B dalam senyawanya berbanding sebagai bilangan bulat

HUKUM-HUKUM KIMIA UNTUK GAS
1.         Hukum Gay Lussac ( Perbandingan Volume )
Volume gas-gas yang bereaksi dengan volume gas-gas hasil reaksi akan berbanding sebagai bilangan (koefisien) bulat sederhana jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama.
Hukum Gay Lussac tidak menggunakan konsep mol.
2.         Hukum Avogadro
Dalam suatu reaksi kimia, gas-gas dalam volume sama akan mempunyai jumlah molekul yang sama jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama.

RUMUS GAS DALAM BERBAGAI KEADAAN
Ø  Dalam keadaan standar ( Standard Temperature and Pressure ) atau ( 0oC, 1atm ):
Ø  Dalam keadaan  ruang ( 25oC, 1atm) berlaku :
Ø  Rumus Gas Ideal
Berlaku untuk gas dalam setiap keadaan :
P = tekanan gas ( atm ) 
V = volume gas ( dm3atau liter ) 
n = mol gas ( mol ) 
R = tetapan gas ( liter.atm/K.mol ) = 0,08205
T =  suhu absolut ( Kelvin ) = oC + 273

Rumus ini biasanya digunakan untuk mencari volume atau tekanan gas pada suhu tertentu di luar keadaan standard atau keadaan ruang.


BAB 6
LAJU REAKSI

LAJU REAKSI
Jadi jika ada suatu persamaan aP + bQ Æ cPQ, maka;
Laju reaksi adalah : 
Ø  Berkurangnya konsentrasi P tiap satuan waktu  

Ø  Berkurangnya konsentrasi Q tiap satuan waktu =  
Ø  Bertambahnya konsentrasi PQ tiap satuan waktu =  

PERSAMAAN LAJU REAKSI
Persamaan laju reaksi hanya dapat dijelaskan melalui percobaan, tidak  bisa hanya dilihat dari koefisien reaksinya.
Adapun persamaan laju reaksi untuk reaksi: aA + bn Æ cC + dD, adalah :   

V = laju reaksi                           [B] = konsentrasi zat B
k = konstanta laju reaksi                        m = orde reaksi zat A
[A] = konsentrasi zat A              n = orde reaksi zat B
Catatan;
Pada reaksi yang berlangsung cepat orde reaksi bukan koefisien masing-masing zat.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI
1.         Konsentrasi
Bila konsentrasi bertambah maka laju reaksi akan bertambah. Sehingga  konsentrasi berbanding lurus dengan laju reaksi.
2.         Luas permukaan bidang sentuh
Semakin luas permukaan bidang sentuhnya maka laju reaksi juga semakin bertambah.
Luas permukaan bidang sentuh berbanding lurus dengan laju reaksi.
3.         Suhu
Suhu juga berbanding lurus dengan laju reaksi karena bila suhu reaksi dinaikkan maka laju reaksi juga semakin besar.
Umumnya setiap kenaikan suhu sebesar 10oC akan memperbesar laju reaksi dua sampai tiga kali, maka berlaku rumus :
V1 = Laju mula-mula
V2 = Laju setelah kenaikan suhu
T1 = Suhu mula-mula
T2 = Suhu akhir
Catatan :    Bila besar laju 3 kali semula maka (2) diganti (3) !
Bila laju diganti waktu maka (2) menjadi (½)
4.         Katalisator
Adalah suatu zat yang akan memperlaju ( katalisator positif ) atau memperlambat ( katalisator negatif = inhibitor )reaksi tetapi zat ini tidak berubah secara tetap. Artinya bila proses reaksi selesai zat ini akan kembali sesuai asalnya.










BAB 7
TERMOKIMIA
Cara penulisan Reaksi Endoterm : 
Ø  A + B +   kalor    AB  
Ø  A + B                  AB – kalor
Ø  A  + B                             AB  ∆ H = positif

Cara penulisan Reaksi Eksoterm:
Ø  A + B –   kalor     AB  
Ø  A + B                  AB + kalor
Ø  A  + B                             AB  ∆ H = negatif

ENTALPI 
Jumlah energi total yang dimiliki oleh suatu sistem, energi ini akan selalu tetap jika tidak ada energi lain yang keluar masuk. Satuan entalpi adalah joule atau kalori Î (1 joule = 4,18 kalori).

JENIS-JENIS ENTALPI
1.         Entalpi  Pembentukan (Hf)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsur pembentuknya. 
2.         Entalpi Penguraian (Hd)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur pembentuknya.
3.         Entalpi Pembakaran (Hc)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembakaran 1 mol senyawa atau 1 mol unsur.
 
MENGHITUNG ENTALPI
1.         Berdasarkan Data Entalpi pembentukan (Hf)
Dengan menggunakan rumus : 
2.         Berdasarkan Hukum HESS
Perubahan enthalpi yang terjadi pada suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan mula-mula dan keadaaan akhir reaksi, jadi tidak tergantung pada proses reaksinya.
Perhatikan: 
C(s) + ½ O2(g)         CO (g)   ∆H = –A kJ/mol
C(s) + O2(g)             CO2(g)   ∆H = –B kJ/mol
CO (g) + ½ O2(g)      CO2(g)   ∆H = –C kJ/mol   
 menjadi:
C(s) + ½ O2(g)          CO (g)   ∆H = –A kJ/mol
CO2(g)                     C(s) + O2(g)   ∆H = +B kJ/mol
CO (g) + ½ O2(g)      CO2(g)   ∆H = –C kJ/mol
Menurut Hukum Hess, pada reaksi di atas :
3.         Berdasarkan Energi Ikatan
Energi ikatan adalah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan antar atom tiap mol suatu zat dalam keadaan gas.
Energi Ikatan Rata-rata
Energi rata-rata yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol senyawa gas menjadi atom-atomnya. Misal molekul air mempunyai 2 ikatan O – H yang sama, untuk memutuskan kedua ikatan ini diperlukan energi sebesar 924 kJ tiap mol, maka 1 ikatan O – H mempunyai energi ikatan rata-rata 462 kJ. Untuk menentukan besar entalpi jika diketahui energi ikatan rata-rata dapat digunakan rumus:
Adapun data energi ikatan beberapa molekul  biasanya disertakan dalam soal.

Energi Atomisasi
Energi yang dibutuhkan untuk memutus molekul kompleks dalam 1  mol senyawa menjadi atom-atom gasnya.
4.         Berdasarkan Kalorimetri
Dengan menggunakan rumus 
 
q : kalor reaksi
m : massa zat pereaksi
c : kalor jenis air




BAB 8
KESETIMBANGAN KIMIA

TETAPAN KESETIMBANGAN 
Adalah perbandingan komposisi hasil reaksi dg pereaksi pada keadaan setimbang dalam suhu tertentu.
Tetapan kesetimbangan dapat dinyatakan dalam: 
Ø  Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi (Kc) 
Ø  Tetapan Kesetimbangan Tekanan  (Kp)
Misal dalam suatu reaksi kesetimbangan: pA   +   qB      rC   +   sD
Maka di dapatkan tetapan kesetimbangan sebagai berikut:
Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi:
Tetapan Kesetimbangan Tekanan:
  

HUBUNGAN Kc dan Kp
 

TETAPAN KESETIMBANGAN REAKSI YANG BERKAITAN
Misalkan suatu persamaan :
aA + bB    cAB  Kc = K1

maka : 
    

DERAJAT DISOSIASI
Derajat disosiasi adalah jumlah mol suatu zat yang mengurai di bagi  jumlah mol zat sebelum mengalami penguraian.

PERGESERAN KESETIMBANGAN
Suatu sistem walaupun telah setimbang sistem tersebut akan tetap mempertahankan kesetimbangannya apabila ada faktor-faktor dari luar yang mempengaruhinya.

Menurut Le Chatelier : Apabila dalam suatu sistem setimbang diberi suatu aksi dari luar maka sistem tersebut akan berubah sedemikian rupa  supaya aksi dari luar tersebut berpengaruh sangat kecil terhadap sistem.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya pergeseran:
1.         Perubahan konsentrasi
Ø  Apabila salah satu konsentrasi zat diperbesar maka kesetimbangan mengalami pergeseran yang berlawanan arah dengan zat tersebut.   
Ø  Apabila konsentrasi diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arahnya. 
2.         Perubahan tekanan
Ø  Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil.
Ø  Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan bergeser kearah zat-zat yang mempunyai koefisien besar.
3.         Perubahan volume
Ø  Apabila volume dalam sistem kesetimbangan diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien besar.
Ø  Apabila volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil.
Catatan : Untuk perubahan tekanan dan volume, jika koefisien zat-zat di kiri ( pereaksi ) dan  kanan ( hasil  reaksi ) sama maka tidak terjadi pergeseran kesetimbangan
4.         Perubahan suhu
Ø  Apabila suhu reaksi dinaikkan atau diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang membutuhkan panas (ENDOTERM)
Ø  Sebaliknya jika suhu reaksi diturunkan kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang melepaskan panas (EKSOTERM)


BAB 9
TEORI ASAM-BASA dan KONSENTRASI LARUTAN

TEORI ASAM-BASA
1.         Svante August Arrhenius
Ø  Asam = senyawa yang apabila dilarutkan dalam air menghasilkan ion hidrogen (H+) atau ion hidronium (H3O+)
Ø  Basa = senyawa yang apabila dilarutkan dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH–)
2.         Johanes Bronsted dan Thomas Lowry ( Bronsted-Lowry ) 
Ø  Asam = zat yang bertindak sebagai pendonor proton (memberikan proton) pada basa.
Ø  Basa = zat yang bertindak sebagai akseptor proton (menerima proton) dari asam.
 
3.         Gilbert Newton Lewis 
Ø  Asam = suatu zat yang bertindak sebagai penerima (akseptor) pasangan elektron.
Ø  Basa = suatu zat yang bertindak sebagai pemberi (donor) pasangan elektron.
     
KONSENTRASI LARUTAN
1.         MOLALITAS
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut.

m = Molalitas
massat = massa zat terlarut
massap = massa pelarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut
2.         MOLARITAS
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mililiter) larutan.

M = Molaritas
massat = massa zat terlarut
volume = volume larutan
Mr = massa molekul relatif zat terlarut


Pada campuran zat yang sejenis berlaku rumus:
  
Mc = molaritas campuran                Vc = volume campuran
M1 = molaritas zat 1                       V1 = volume zat 1
M2 = molaritas zat 2                       V2 = volume zat 2
Mn = molaritas zat n                       Vn = volume zat n

Pada pengenceran suatu zat berlaku rumus:
M1 = molaritas zat mula-mula
M2 = molaritas zat setelah pengenceran
V1 = volume zat mula-mula
V2 = volume zat setelah pengenceran
3.         FRAKSI MOL
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam jumlah mol total larutan atau menyatakan jumlah mol pelarut dalam jumlah mol total larutan.
Xt  = fraksi mol zat terlarut
Xp = fraksi mol pelarut
nt  = mol zat terlarut
np  = mol pelarut

MENGHITUNG pH LARUTAN
Untuk menghitung pH larutan kita gunakan persamaan-persamaan dibawah ini :

Untuk mencari [H+] dan [OH–] perhatikan uraian dibawah ini !
ASAM KUAT + BASA KUAT
1.         Bila keduanya habis, gunakan rumus:
2.         Bila Asam Kuat bersisa, gunakan rumus:
3.         Bila Basa Kuat bersisa, gunakan rumus: 
ASAM KUAT + BASA LEMAH
1.         Bila keduanya habis gunakan rumus HIDROLISIS:
2.         Bila Asam Kuat bersisa, gunakan rumus:
3.         Bila Basa Lemah bersisa, gunakan rumus BUFFER:

ASAM LEMAH + BASA KUAT
1.         Bila keduanya habis gunakan rumus HIDROLISIS:
2.         Bila Basa Kuat bersisa, gunakan rumus:
3.         Bila Asam Lemah bersisa, gunakan rumus BUFFER:

ASAM LEMAH + BASA LEMAH
1.         Bila keduanya habis gunakan rumus HIDROLISIS:
2.         Bila Asam Lemah bersisa, gunakan rumus:
3.         Bila Basa Lemah bersisa, gunakan rumus:



BAB 10
KELARUTAN dan HASILKALI KELARUTAN

KELARUTAN
Kelarutan ( s ) adalah banyaknya jumlah mol maksimum zat yang dapat larut dalam suatu larutan yang bervolume 1 liter.

HASILKALI KELARUTAN
Hasilkali kelarutan ( Ksp ) adalah hasil perkalian konsentrasi ion-ion  dalam suatu larutan jenuh zat tersebut. Di mana konsentrasi tersebut dipangkatkan dengan masing-masing koefisiennya.

MEMPERKIRAKAN PENGENDAPAN LARUTAN
Apabila kita membandingkan Hasilkali konsentrasi ion (Q) dengan Hasilkali kelarutan (Ksp) maka kita dapat memperkirakan apakah suatu larutan elektrolit tersebut masih larut, pada kondisi tepat jenuh, atau mengendap, perhatikan catatan berikut;


BAB 11
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT
Contoh larutan non elektrolit: 
Glukosa (C6H12O6), Sukrosa (C12H22O11), Urea (CO(NH2)2), dll
1.         Penurunan Tekanan Uap (∆P)
    
∆P                        = Penurunan tekanan uap 
Po                           = Tekanan Uap Jenuh pelarut murni
P               = Tekanan Uap Jenuh larutan
Xt              = Fraksi mol zat terlarut
Xp             = Fraksi mol pelarut
2.         Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
 
∆Tb           = Kenaikan Titik Didih
Tblar          = Titik Didih larutan 
Tbpel         = Titik Didih pelarut
Kb             = tetapan Titik Didih Molal pelarut 
m              = Molalitas larutan
3.         Penurunan Titik Beku (∆Tf)
 
∆Tf            = Penurunan Titik Beku
Tfpel           = Titik Beku pelarut
Tflar                       = Titik Beku larutan
Kb             = tetapan Titik Beku Molal pelarut 
m              = Molalitas larutan
4.         Tekanan Osmotik (π)
π   = Tekanan Osmotik
M  = Molaritas larutan
R   = Tetapan gas = 0,08205
T   = Suhu mutlak  = ( oC + 273 ) K

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT
Contoh Larutan elektrolit : 
NaCl, H2SO4, CH3COOH, KOH, dll

Untuk larutan elektrolit maka rumus-rumus di atas akan dipengaruhi  oleh :
i           = Faktor van Hoff 
n          = Jumlah koefisien hasil penguraian senyawa ion
α          = Derajat ionisasi
α  untuk asam kuat atau basa kuat = 1

Perhatikan:
Larutan NaCl diuraikan:  
NaCl  Na+ + Cl   jumlah koefisien 2 maka:  i = 1 + ( 2 – 1 ) 1 = 2

Larutan Ba(OH)2 diuraikan:  
Ba(OH)2  Ba2+ + 2 OH   jumlah koefisien 3 maka: i = 1 + ( 3 – 1 ) 1 = 3
 
Larutan MgSO4 diuraikan:  
MgSO4  Mg2+ + SO42–   jumlah koefisien 2 maka: i = 1 + ( 2 – 1 ) 1 = 2

1.         Penurunan Tekanan Uap (∆P)

∆P            = Penurunan tekanan uap 
Po  = Tekanan Uap Jenuh pelarut murni
P   = Tekanan Uap Jenuh larutan
Xt  = Fraksi mol zat terlarut
Xp = Fraksi mol pelarut
nt  = Mol zat terlarut
np  = Mol pelarut
i    = faktor van Hoff
2.         Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
 
∆Tb           = Kenaikan Titik Didih 
Tblar           = Titik Didih larutan 
Tbpel          = Titik Didih pelarut
Kb             = tetapan Titik Didih Molal pelarut 
m              = Molalitas larutan
i                = faktor van Hoff

3.         Penurunan Titik Beku (∆Tf)
 
∆Tf            = Penurunan Titik Beku
Tfpel           = Titik Beku pelarut
Tflar            = Titik Beku larutan
Kb             = tetapan Titik Beku Molal pelarut 
m              = Molalitas larutan
i                = faktor van Hoff

4.         Tekanan Osmotik (π)
π   = Tekanan Osmotik
M  = Molaritas larutan
R   = Tetapan gas = 0,08205 
T   = Suhu mutlak  = ( oC + 273 ) K 
i    = faktor van Hoff

  
BAB 12
SISTEM KOLOID

LARUTAN KOLOID SUSPENSI

SIFAT-SIFAT KOLOID
Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah peristiwa menghamburnya cahaya, bila cahaya itu  dipancarkan melalui sistem koloid.
Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerakan dari partikel terdispersi dalam sistem koloid yang terjadi karena adanya tumbukan antar partikel tersebut, gerakan ini sifatnya acak dan tidak berhenti. Gerakan ini hanya dapat  diamati dengan mikroskop ultra.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu proses pengamatan imigrasi atau  berpindahnya partikel-partikel dalam sistem koloid karena pengaruh  medan listrik. Sifat ini digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.
Adsorbsi
Adsorbsi adalah proses penyerapan bagian permukaan benda atau ion yang dilakukan sistem koloid sehingga sistem koloid ini mempunyai  muatan listrik. Sifat adsorbsi koloid digunakan dalam berbagai proses  seperti penjernihan air dan pemutihan gula.
Koagulasi
Suatu keadaan di mana partikel-partikel koloid membentuk suatu  gumpalan yang lebih besar. Penggumpalan ini karena beberapa faktor antara lain karena penambahan zat kimia atau enzim tertentu.

JENIS-JENIS KOLOID

CARA MEMBUAT SISTEM KOLOID
Ada dua metode pembuatan sistem koloid :



BAB 13
REDUKSI OKSIDASI dan ELEKTROKIMIA

KONSEP REDUKSI OKSIDASI
1.         Berdasarkan pengikatan atau pelepasan Oksigen
Reaksi Oksidasi = peristiwa pengikatan oksigen oleh suatu unsur  atau senyawa, atau bisa dikatakan penambahan kadar oksigen.
Reaksi Reduksi = peristiwa pelepasan oksigen oleh suatu senyawa,  atau bisa dikatakan pengurangan kadar oksigen.
2.         Berdasarkan pengikatan atau pelepasan Elektron
Reaksi Oksidasi = peristiwa pelepasan elektron oleh suatu unsur  atau senyawa.
Reaksi Reduksi = peristiwa pengikatan elektron oleh suatu unsur atau senyawa.
3.         Berdasarkan bilangan oksidasi
Reaksi Oksidasi adalah meningkatnya bilangan oksidasi
Reaksi Reduksi adalah menurunnya bilangan oksidasi

Ada beberapa aturan bilangan oksidasi untuk menyelesaikan persoalan reaksi reduksi oksidasi berdasarkan bilangan oksidasi :
Ø  Atom logam mempunyai Bilangan Oksidasi positif sesuai muatannya, 
misalnya : 
Ag+       = bilangan oksidasinya +1
Cu+       = bilangan oksidasinya +4
Cu2+     = bilangan oksidasinya +2
Na+       = bilangan oksidasinya +1
Fe2+      = bilangan oksidasinya +2
Fe3+      = bilangan oksidasinya +3
Pb2+      = bilangan oksidasinya +2
Pb4+      = bilangan oksidasinya +1
Ø  Bilangan Oksidasi H dalam H2= 0, dalam senyawa lain mempunyai Bilangan Oksidasi = +1, dalam senyawanya dengan logam (misal: NaH, KH, BaH) atom H mempunyai Bilangan Oksidasi = –1.
Ø  Atom O dalam O2 mempunyai Bilangan Oksidasi = 0, dalam senyawa F2O mempunyai Bilangan Oksidasi = +2, dalam senyawa peroksida 
(misal: Na2O2, H2O2) O  mempunyai Bilangan Oksidasi = –1.
Ø  Unsur bebas (misal :Na, O2, H2, Fe, Ca C dll) mempunyai Bilangan Oksidasi = 0
Ø  F mempunyai Bilangan Oksidasi = –1
Ø  Ion yang terdiri dari satu atom mempunyai Bilangan Oksidasi sesuai  dengan muatannya, misalnya S2–,Bilangan Oksidasinya = –2.
Ø  Jumlah Bilangan Oksidasi total dalam suatu senyawa netral = nol
Ø  Jumlah Bilangan Oksidasi total dalam suatu ion = muatan ionnya

MENYETARAKAN REAKSI REDUKSI OKSIDASI
1.         METODE BILANGAN OKSIDASI (REAKSI ION)
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
b.       Menyetarakan unsur tersebut dengan koefisien yang sesuai
c.       Menentukan peningkatan bilangan oksidasi dari reduktor dan penu-runan bilangan oksidasi dari oksidator
d.       Menentukan koefisien yang sesuai untuk menyamakan jumlah perubahan bilangan oksidasi
e.       Menyetarakan muatan dengan menambahkan H+ ( suasana asam ) atau OH ( suasana basa )
f.        Menyetarakan atom H dengan menambahkan H2O
Bila ada persamaan bukan dalam bentuk reaksi ion usahakan ubah ke dalam bentuk reaksi ion.

2.         METODE SETENGAH REAKSI (ION ELEKTRON)
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a.       Tuliskan masing-masing setengah reaksinya.
b.       Setarakan atom unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
c.       Setarakan oksigen dan kemudian hidrogen dengan ketentuan
d.       Setarakan muatan dengan menambahkan elektron dengan jumlah yang sesuai, bila reaksi oksidasi tambahkan elektron di ruas kanan, bila reaksi reduksi tambahkan elektron di ruas kiri
e.       Setarakan jumlah elektron kemudian selesaikan persamaan

ELEKTROKIMIA
1.         SEL GALVANI atau SEL VOLTA
Ø  Sel yang digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi  listrik. 
Ø  Dalam sel ini berlangsung reaksi redoks di mana katoda ( kutub positif ) dan tempat terjadinya reduksi, sedangkan anoda ( kutub  negatif ) dan tempat terjadinya oksidasi.
Notasi penulisan sel volta: 
M         = Logam yang mengalami oksidasi 
MA+      = Logam hasil oksidasi dengan kenaikan bil-oks = A
L          = Logam hasil reduksi
LB+       = Logam yang mengalami reduksi dengan penurunan bil-oks = B

Potensial Elektroda ( E ) 
Potensial listrik yang muncul dari suatu elektroda dan terjadi apabila  elektroda ini dalam keadaan setimbang dengan larutan ion-ionnya.
Atau menunjukkan beda potensial antara elektroda logam dengan elektroda hidrogen yang mempunyai potensial elektroda = 0 volt.
Bila diukur pada 25oC, 1 atm:
Adapun urutan potensial elektroda standar reduksi beberapa logam ( kecil ke besar ) adalah :
Keterangan :
Ø  Li sampai Pb mudah mengalami oksidasi, umumnya bersifat reduktor
Ø  Cu sampai Au mudah mengalami reduksi, umumnya bersifat oksidator
Ø  Logam yang berada di sebelah kiri logam lain, dalam reaksinya akan lebih mudah mengalami oksidasi
Potensial Sel = Eosel dirumuskan sebagai : 
Reaksi dikatakan spontan bila nilai Eosel  = POSITIF
  
SEL ELEKTROLISIS
Ø  Sel yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi  kimia. 
Ø  Dalam sel ini berlangsung reaksi redoks di mana katoda ( kutub negatif ) dan tempat terjadinya reduksi, sedangkan anoda ( kutub positif ) dan tempat terjadinya oksidasi.

Elektrolisis Leburan ( Lelehan / Cairan )
Apabila suatu lelehan dialiri listrik maka di katoda terjadi reduksi  kation dan di anoda terjadi oksidasi anion.
 
Jika leburan CaCl2 dialiri listrik maka akan terion menjadi Ca2+ dan Cl dengan reaksi sebagai berikut: CaCl2  Ca2+ + 2 Cl

Kation akan tereduksi di Katoda, Anion akan teroksidasi di Anoda.
KATODA (Reduksi) : Ca2+ + 2e    Ca
ANODA (Oksidasi) : 2 Cl   Cl2 + 2e

Hasil Akhir: Ca2+ + 2 Cl     Ca + Cl2
 
Elektrolisis Larutan   
Bila larutan dialiri arus listrik maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
Reaksi di KATODA  ( elektroda – )
Ø  Bila Kation Logam-logam golongan I A, golongan II A, Al, dan Mn,   maka  yang tereduksi adalah air ( H2O ) : 2 H2O ( l ) + 2e  H2( g ) + 2 OH ( aq )
Ø  Bila Kation H+maka akan tereduksi: 
Ø  Bila Kation Logam lain selain tersebut di atas, maka logam tersebut akan tereduksi:

Reaksi di ANODA ( elektroda + )
ANODA Inert ( tidak reaktif, seperti Pt, Au, C )
Ø  Bila Anion sisa asam atau garam oksi seperti SO42–, NO3, dll, maka yang teroksidasi adalah air ( H2O ): 
Ø  Bila anion OHmaka akan teroksidasi : 
Ø  Bila Anion golongan VII A ( Halida )maka akan teroksidasi :
           
ANODA  Tak Inert 
Ø  Anoda tersebut akan teroksidasi: 
Larutan MgSO4  dialiri listrik maka akan terion menjadi Mg2+ dan SO42– dengan reaksi sebagai berikut: MgSO4  Mg2+ + SO42–
ü  Yang tereduksi di Katoda adalah air karena potensial reduksinya lebih besar dari Mg2+ (ion alkali tanah)
ü  Yang teroksidasi di Anoda adalah air karena elektrodanya inert (C) dan potensial oksidasinya lebih besar dari SO42– (sisa garam atau asam oksi)
KATODA (Reduksi)       : 2 H2O + 2e      H2+ 2 OH
ANODA (Oksidasi)        : 2 H2O             O2+ 4 H+ + 4e 

Menyamakan elektron:
KATODA (Reduksi) : 2 H2O + 2e   H2+ 2 OH             (x2)
ANODA (Oksidasi) : 2 H2O     O2 + 4 H+ + 4e

 Hasil Akhir =  



HUKUM FARADAY
Hukum Faraday 1 : 
ü  massa zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis  sebanding dengan jumlah arus listrik dikalikan dengan waktu elektrolisis
Hukum Faraday 2 : 
ü  massa zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis sebanding dengan massa ekivalen zat
Dari hukum Faraday 1 dan Faraday 2 didapatkan rumus :
i    = kuat arus
t    = waktu 
me = massa ekivalen zat
Dari hukum  Faraday 2 diperoleh rumus =   
m1             = Massa zat 1
m2             = Massa zat 2
me1           = Massa ekivalen zat 1
me2           = Massa ekivalen zat 2

BAB 14
KIMIA ORGANIK

SENYAWA ORGANIK 
Senyawa organik adalah senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup, senyawa ini berdasarkan strukturnya diklasifikasikan menjadi :
 
SENYAWA JENUH DAN SENYAWA TIDAK JENUH
1.         Senyawa Jenuh
Adalah senyawa organik yang tidak mempunyai ikatan rangkap atau  tidak dapat mengikat atom H lagi. ALKANA 
Senyawa organik yang bersifat jenuh atau hanya mempunyai ikatan tunggal, dan mempunyai rumus umum :
n          = jumlah atom karbon ( C )
2n + 2   = jumlah atom hidrogen ( H )

Beberapa senyawa alkana :
Kedudukan atom karbon dalam senyawa karbon :
C primer                 = atom C yang mengikat satu atom C lain    ( CH3 )
C sekunder                        = atom C yang mengikat dua atom C lain    ( CH2 )
C tersier                 = atom C yang mengikat tiga atom C lain   ( CH )
C kuartener            = atom C yang mengikat empat atom C lain   ( C )

Gugus Alkil
Gugus yang terbentuk karena salah satu atom hidrogen dalam alkana digantikan oleh unsur atau senyawa lain. Rumus umumnya :
Beberapa senyawa alkil :
PENAMAAN ALKANA MENURUT IUPAC
1.       Untuk rantai C terpanjang dan tidak bercabang nama alkana sesuai jumlah C tersebut dan diberi awalan n (normal).
2.       Untuk rantai C terpanjang dan bercabang beri nama alkana sesuai  jumlah C terpanjang tersebut, atom C yang tidak terletak pada rantai  terpanjang sebagai cabang (alkil).
Ø  Beri nomor rantai terpanjang dan atom C yang mengikat alkil di nomor terkecil.
Ø  Apabila dari kiri dan dari kanan atom C-nya mengikat alkil di nomor yang sama utamakan atom C yang mengikat lebih dari satu alkil terlebih dahulu.
Ø  Alkil tidak sejenis ditulis namanya sesuai urutan abjad, sedang yang sejenis dikumpulkan dan beri awalan sesuai jumlah alkil tersebut; di- untuk 2, tri- untuk 3 dan tetra- untuk 4.

2.         Senyawa Tidak Jenuh
Adalah senyawa organik yang mempunyai ikatan rangkap sehingga pada reaksi adisi ikatan itu dapat berubah menjadi ikatan tunggal dan mengikat atom H.
ALKENA
Alkena adalah senyawa organik yang bersifat  tak jenuh mempunyai ikatan rangkap dua, dan mempunyai rumus umum:
n          = jumlah atom karbon ( C )
2n         = jumlah atom hidrogen ( H )
Beberapa senyawa alkena :
PENAMAAN ALKENA MENURUT IUPAC
1.       Rantai terpanjang mengandung ikatan rangkap dan ikatan rangkap di  nomor terkecil dan diberi nomor sesuai letak ikatan rangkapnya.
2.       Untuk menentukan cabang-cabang aturannya seperti pada alkana.
   
ALKUNA
Alkuna adalah senyawa organik yang bersifat tak jenuh mempunyai  ikatan rangkap tiga, dan mempunyai rumus umum :
n          = jumlah atom karbon ( C )
2n – 2   = jumlah atom hidrogen ( H )
 
Beberapa senyawa alkuna :
PENAMAAN ALKUNA MENURUT IUPAC
1.       Rantai terpanjang mengandung ikatan rangkap dan ikatan rangkap di nomor terkecil dan  diberi nomor, sama seperti pada alkena.  
2.       Untuk menentukan cabang-cabang aturannya seperti pada alkana dan alkena, jelasnya perhatikan contoh berikut:
ALKADIENA
Alkadiena adalah senyawa organik yang bersifat tak jenuh mempunyai 2 buah ikatan rangkap
ISOMER
Isomer adalah senyawa-senyawa dengan rumus molekul sama tetapi  rumus struktur atau konfigurasinya.
a.       Isomer Kerangka
Rumus molekul dan gugus fungsi sama , tetapi rantai induk berbeda
b.       Isomer Posisi
Rumus molekul dan gugus fungsi sama, tetapi posisi gugus fungsinya berbeda
c.       Isomer Fungsional ( Isomer gugus fungsi )
Rumus molekul sama tetapi gugus fungsionalnya berbeda, senyawa-senyawa yang berisomer fungsional:
*      Alkanol ( Alkohol ) dengan Alkoksi Alkana ( Eter )
*      Alkanal ( Aldehid ) dengan Alkanon ( Keton )
*      Asam Alkanoat ( Asam Karboksilat ) dengan Alkil Alkanoat ( Ester )
Contoh: 
d.       Isomer Geometris
Rumus molekul sama, rumus struktur sama, tetapi berbeda susunan  ruang atomnya dalam molekul yang dibentuknya   
e.       Isomer Optis
Isomer yang terjadi terutama pada atom C asimetris ( atom C terikat  pada 4 gugus berbeda )

GUGUS FUNGSIONAL
Gugus fungsi adalah gugus pengganti yang dapat menentukan sifat  senyawa karbon. 

1.       ALKANOL 
Nama Trivial ( umum ) : Alkohol
Rumus  : R — OH
Gugus Fungsi : — OH
Penamaan Alkanol menurut IUPAC
*      Rantai utama adalah rantai terpanjang yang mengandung gugus OH.
*      Gugus OH harus di nomor terkecil.

2.       ALKOKSI ALKANA 
Nama Trivial ( umum ) : Eter
Rumus  : R — OR’
Gugus Fungsi : — O —
Penamaan Alkoksi Alkana menurut IUPAC
*      Jika gugus alkil berbeda maka yang C-nya kecil sebagai alkoksi
*      Gugus alkoksi di nomor terkecil

3.       ALKANAL 
Nama Trivial ( umum ) : Aldehida
Rumus  : R — COH
Gugus Fungsi : — COH
Penamaan Alkanal menurut IUPAC
*      Gugus CHO selalu dihitung sebagai nomor 1
4.       ALKANON
Nama Trivial ( umum ) : Keton
Rumus  : R — COR’
Gugus Fungsi : — CO —
Penamaan Alkanon menurut IUPAC
*      Rantai terpanjang dengan gugus karbonil CO adalah rantai utama
*      Gugus CO harus di nomor terkecil

5.       ASAM ALKANOAT
Nama Trivial ( umum ) : Asam Karboksilat
Rumus  : R — COOH
Gugus Fungsi : — COOH
Penamaan Asam Alkanoat menurut IUPAC
Gugus COOH selalu sebagai nomor satu

6.       ALKIL ALKANOAT
Nama Trivial ( umum ) : Ester
Rumus  : R — COOR’
Gugus Fungsi : — COO —
Penamaan Alkil Alkanoat menurut IUPAC
GUGUS FUNGSI LAIN
1.       AMINA
Nama Trivial ( umum ) : Amina
Rumus  : R — NH2
Penamaan Amina menurut IUPAC dan Trivial
Amina Primer
Amina Sekunder
Amina Tersier

SENYAWA SIKLIK
1.         BENZENA
Benzena adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 6 atom karbon dan 3 ikatan rangkap yang berselang-seling (berkonjugasi) dan siklik ( seperti lingkaran ).
Reaksi  Benzena
a.       Adisi
Ciri reaksi adisi adalah adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal.
b.       Sustitusi
Ciri reaksi substitusi tidak ada perubahan ikatan rangkap menjadi  ikatan tunggal atau sebaliknya. Sustitusi benzena di bedakan menjadi:
Ø  Monosubstitusi
Penggantian satu atom hidrogen pada benzena dengan atom atau senyawa gugus yang lain. Rumus umum monosubstitusi : C6H5A
Ø  Disubstitusi
Penggantian dua atom hidrogen pada benzena dengan atom atau senyawa gugus yang lain. Ada tiga macam disubstitusi:

2.         NAFTALENA
Naftalena adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 10  atom karbon dan 5 ikatan rangkap yang berselang-seling (berkonjugasi) dan double siklik ( seperti 2 lingkaran ).
3.         ANTRASIN
Antrasin atau antrasena adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 14 atom karbon .  
   

ASPEK BIOKIMIA
Biokimia adalah cabang ilmu kimia untuk mempelajari peristiwa kimia (reaksi kimia) yang terjadi dalam tubuh makhluk (organisme) hidup.

Senyawa kimia yang termasuk biokimia adalah senyawa-senyawa yang  mengandung atau tersusun oleh unsur-unsur seperti : karbon ( C ),  Hidrogen ( H ), Oksigen ( O ), Nitrogen ( N ), Belerang ( S ) Fosfor ( P ),  dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang kecil. 

Nutrisi yang diperlukan dalam tubuh

Senyawa-senyawa biokimia meliputi:
1.         KARBOHIDRAT 
Rumus umum : Cn(H2O)m
a.       MONOSAKARIDA
Berdasarkan jumlah atom C dibagi menjadi:
Berdasarkan gugus fungsinya :
Aldosa: monosakarida yang mempunyai gugus fungsi aldehid ( alkanal )
Ketosa: monosakarida yang mempunyai gugus fungsi keton ( alkanon )
 
b.      DISAKARIDA
Disakarida dibentuk oleh 2 mol monosakarida heksosa:
Contoh :   Glukosa + Fruktosa    Sukrosa + air
Rumusnya :  C6H12O6 + C6H12O6     C12H22O11 + H2O
 
Disakarida yang terbentuk tergantung jenis heksosa yang direaksikan
Reaksi pada Disakarida:
Ø  Maltosa
Hidrolisis 1 mol maltosa akan membentuk 2 mol glukosa.
Maltosa mempunyai gugus aldehid bebas sehingga dapat bereaksi dengan reagen Fehling,
Tollens, dan Benedict dan disebut gula pereduksi. 

Ø  Sukrosa
Hidrolisis 1 mol sukrosa akan membentuk 1 mol glukosa dan 1 mol  fruktosa.
Reaksi hidrolisis berlangsung dalam suasana asam dengan bantuan ini sering disebut sebagai
proses inversi dan hasilnya adalah gula invert

Ø  Laktosa
Hidrolisis 1 mol laktosa akan membentuk 1 mol glukosa dan 1 mol galaktosa. 

Seperti halnya maltosa, laktosa mempunyai gugus aldehid bebas sehingga dapat bereaksi
dengan reagen Fehling, Tollens, dan Benedict dan disebut gula pereduksi. 

c.       POLISAKARIDA
Terbentuk dari polimerisasi senyawa-senyawa monosakarida, dengan rumus umum:  
Reaksi pada Polisakarida:
Berdasarkan daya reduksi terhadap pereaksi Fehling, Tollens, atau Benedict
Gula terbuka : karbohidrat yang mereduksi reagen Fehling, Tollens, atau Benedict.
Gula tertutup : karbohidrat yang tidak mereduksi reagen Fehling,  Tollens, atau Benedict.

2.         ASAM AMINO
Asam amino adalah monomer dari protein, yaitu asam karboksilat yang mempunyai gugus amina ( NH2 ) pada atom C ke-2, rumus umumnya:

JENIS ASAM AMINO
Asam amino essensial (tidak dapat disintesis tubuh)
Contoh :  isoleusin, fenilalanin, metionin, lisin, valin, treonin, triptofan, histidin
Asam amino non essensial (dapat disintesis tubuh)
Contoh :  glisin, alanin, serin, sistein, ornitin, asam aspartat, tirosin, sistin, arginin, asam  glutamat, norleusin

3.         PROTEIN
Senyawa organik yang terdiri dari unsur-unsur  C, H, O, N, S, P dan mempunyai massa molekul relatif besar ( makromolekul ).

PENGGOLONGAN PROTEIN
Berdasar Ikatan Peptida
1)    Protein Dipeptida   jumlah monomernya = 2 dan ikatan peptida = 1
2)    Protein Tripeptida   jumlah monomernya = 3 dan ikatan peptida = 2
3)    Protein Polipeptida   jumlah monomernya > 3 dan ikatan peptida >2

Berdasar hasil hidrolisis
1)       Protein Sederhana 
  hasil hidrolisisnya hanya membentuk asam α amino
2)       Protein Majemuk 
*   hasil hidrolisisnya membentuk asam α amino dan senyawa lain selain asam α amino
  
Berdasar Fungsi

REAKSI IDENTIFIKASI PROTEIN
Catatan Millon = larutan merkuro dalam asam nitrat

4.         LIPIDA
Senyawa organik yang berfungsi sebagai makanan tubuh.
TIGA GOLONGAN LIPIDA TERPENTING
a.       LEMAK: dari asam lemak + gliserol
Lemak Jenuh ( padat )
ü  Terbentuk dari asam lemak jenuh dan gliserol
ü  Berbentuk padat pada suhu kamar
ü  Banyak terdapat pada hewan
Lemak tak jenuh ( minyak )
ü  Terbentuk dari asam lemak tak jenuh dan gliserol
ü  Berbentuk cair pada suhu kamar
ü  Banyak terdapat pada tumbuhan
b.       FOSFOLIPID: dari asam lemak + asam fosfat + gliserol
c.       STEROID: merupakan Siklo hidrokarbon

5.         ASAM NUKLEAT
DNA = Deoxyribo Nucleic Acid ( Asam Deoksiribo Nukleat )
Basa yang terdapat dalam DNA : Adenin, Guanin, Sitosin, Thimin
 
RNA = Ribo Nucleic Acid ( Asam Ribo Nukleat )
Basa yang terdapat dalam RNA : Adenin, Guanin, Sitosin, Urasil

POLIMER
Polimer adalah suatu senyawa besar yang terbentuk dari kumpulan monomer-monomer, atau unit-unit satuan yang lebih kecil.
Contoh: polisakarida (karbohidrat), protein, asam nukleat ( telah dibahas pada sub bab sebelumnya), dan sebagai contoh lain adalah plastik, karet, fiber dan lain sebagainya.

REAKSI PEMBENTUKAN POLIMER
1.       Kondensasi
Monomer-monomer berkaitan dengan melepas molekul air dan metanol yang merupakan molekul-molekul kecil.
Polimerisasi kondensasi terjadi pada monomer yang mempunyai gugus fungsi pada ujung-ujungnya.
Contoh: pembentukan nilon dan dakron
2.       Adisi
Monomer-monomer yang berkaitan mempunyai ikatan rangkap. Terjadi berdasarkan reaksi adisi yaitu pemutusan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Polimerisasi adisi umumnya bergantung pada bantuan katalis.
Contoh: pembentukan polietilen dan poliisoprena

PENGGOLONGAN POLIMER
1.       Berdasar jenis monomer
Homopolimer : terbentuk dari satu jenis monomer, 
Contoh :   polietilen ( etena = C2H4 ), PVC ( vinil klorida = C2H3Cl ), 
Teflon ( tetrafluoretilen = C2F4), dll.
Kopolimer: terbentuk dari lebih satu jenis monomer,
Contoh :   Nilon ( asam adipat dan heksametilendiamin )
Dakron ( etilen glikol dan asam tereftalat )
Kevlar / serat plastik tahan peluru ( fenilenandiamina dan asam tereftalat )
2.       Berdasar asalnnya
Polimer Alami : terdapat di alam
Contoh : proten, amilum, selulosa, karet, asam nukleat.
Polimer Sintetis: dibuat di pabrik
Contoh: PVC, teflon, polietilena

3.       Berdasar ketahan terhadap panas
Termoset: jika dipanaskan akan mengeras, dan tidak dapat dibentuk ulang.
Contoh:  bakelit
Termoplas: jika dipanaskan akan meliat (plastis) sehingga dapat dibentuk ulang.
Contoh:  PVC, polipropilen, dll


BAB 15
KIMIA UNSUR

1.         Reaksi antar Halogen
Terjadi jika halogen yang bernomor atom lebih besar dalam larutan/berbentuk ion, istilahnya “reaksi pendesakan antar halogen”.
Keterangan :  terjadi reaksi, — tidak terjadi reaksi

2.         Reaksi Gas Mulia
Walaupun sukar bereaksi namun beberapa pakar kimia dapat mereaksikan unsur gas mulia di laboratorium:
Senyawa yang pertama dibuat XePtF6 

Adapun senyawa lainnya:

SENYAWA KOMPLEKS
Aturan penamaan senyawa kompleks menurut IUPAC :
1)         Kation selalu disebutkan terlebih dahulu daripada anion.
2)         Nama ligan disebutkan secara berurut sesuai abjad.
  
Ligan adalah gugus molekul netral, ion atau atom yang terikat pada suatu atom logam melalui ikatan koordinasi.  
Daftar ligan sesuai abjad.
Amin  =  NH3              ( bermuatan 0 )
Akuo  =   H2O             ( bermuatan 0 )
Bromo            =  Br                ( bermuatan –1 )
Hidrokso         =  OH              ( bermuatan –1 )
Iodo    =  I                  ( bermuatan –1 )
Kloro     =  Cl                ( bermuatan –1 )
Nitrito   =  NO2–             ( bermuatan –1 )
Oksalato           =   C2O42–         ( bermuatan –2 )
Siano    =   CN             ( bermuatan –1 )
Tiosianato         =  SCN                        ( bermuatan –1 )
Tiosulfato          =   S2O32–                   ( bermuatan –2 )
3)       Bila ligan lebih dari satu maka dinyatakan dengan awalan  di- untuk 2, tri- untuk 3, tetra- untuk 4, penta- untuk lima dan seterusnya.
4)       Nama ion kompleks bermuatan positif nama unsur logamnya  menggunakan bahasa Indonesia dan diikuti bilangan oksidasi logam tersebut dengan angka romawi dalam tanda kurung. Sedangkan untuk ion kompleks bermuatan negatif nama unsur logamnya dalam bahasa Latin di akhiri –at dan diikuti bilangan oksidasi logam tersebut dengan angka romawi dalam tanda kurung.


BAB 16
KIMIA LINGKUNGAN
Komposisi udara bersih secara alami:
*    1bpj = 10–4 %

ZAT ADITIF MAKANAN
1.         Penguat rasa atau penyedap rasa
Mononatrium glutamat ( Monosodium glutamate = MSG ) atau disebut vetsin.
2.         Pewarna

3.         Pemanis

4.         Pembuat rasa dan aroma
IUPAC
trivial
Aroma dan rasa
Etil etanoat
Etil asetat
apel
Etil butanoat
Etil butirat
nanas
Oktil etanoat
Oktil asetat
jeruk
Butil metanoat
Butil format
raspberri
Etil metanoat
Etil format
rum
Amil butanoat
Amil butirat
pisang

5.         Pengawet

6.         Antioksidan
Membantu mencegah oksidasi pada makanan, contoh:

PUPUK
Unsur yang dibutuhkan oleh tanaman:
1.         Jenis-jenis pupuk organik :
2.         Jenis-jenis pupuk anorganik :
Ø  Pupuk Kalium  : ZK 90, ZK96, KCl
Ø  Pupuk Nitrogen : ZA, Urea, Amonium nitrat
Ø  Pupuk Fosfor  : Superfosfat tunggal (ES), Superfosfat ganda (DS),  TSP
Ø  Pupuk majemuk
Mengandung unsur hara utama N-P-K dengan komposisi tertentu, tergantung jenis tanaman yang membutuhkan.

PESTISIDA
1.         Jenis-jenis pestisida:
2.         Bahan Kimia dalam pestisida: