BAB 1
MATERI
MENENTUKAN KADAR ZAT DALAM CAMPURAN
1.
PROSENTASE MASSA
2.
PROSENTASE VOLUME
3.
BAGIAN PER SEJUTA / bpj ( Part
Per Million / ppm ) MASSA
4.
BAGIAN PER SEJUTA / bpj ( Part
Per Million / ppm ) VOLUME
PERUBAHAN MATERI
1.
PERUBAHAN FISIKA
Ø Tidak
terjadi perubahan permanen pada susunan zat dan jenis zat, yang berubah hanya
sifat fisiknya saja.
2.
PERUBAHAN KIMIA
Ø Terjadi
perubahan sifat : ada endapan, suhu berubah, ada gelembung gas, warna berubah.
Ø Terjadi
perubahan susunan zat.
Ø Terbentuk
zat baru dengan sifat yang sama sekali berbeda dengan sifat zat asalnya (perubahan sifat permanen).
BAB 2
ATOM dan STRUKTUR ATOM
JENIS ATOM
Ø Atom
Netral = Atom yang tidak bermuatan listrik
Ø Kation
= Atom bermuatan positif
Ø Anion
= Atom bermuatan negatif
BILANGAN KUANTUM
Bilangan yang menentukan letak
keberadaan elektron suatu atom.
a.
Bilangan kuantum utama ( n
)
menyatakan
nomor kulit tempat terdapatnya elektron, jenisnya :
K
( n = 1 ), L ( n = 2 ), M ( n = 3 ), N ( n = 4 ), dst.
b.
Bilangan kuantum azimuth ( ℓ
)
menyatakan
sub kulit tempat terdapatnya elektron, jenisnya :
s
= sharp nilai ℓ = 0 d = diffuse nilai ℓ
= 2
p
= principal nilai ℓ = 1 f = fundamental
nilai ℓ = 3
Untuk n = 1 ℓ = 0
( sharp )
Untuk n = 2 ℓ = 0
( sharp )
ℓ = 1
( principal )
Untuk n =
3 ℓ = 0
( sharp )
ℓ = 1
( principal )
ℓ = 2
( diffuse )
Untuk n =
4 ℓ = 0
( sharp )
ℓ = 1
( principal )
ℓ = 2
( diffuse )
ℓ = 3
( fundamental )
c.
Bilangan kuantum magnetik ( m )
menyatakan
orbital tempat terdapatnya elektron, jenisnya :
Untuk ℓ = 0 m = 0
Untuk ℓ = 1 m = –1
m = 0
m = +1
Untuk ℓ = 2 m = –2
m = –1
m = 0
m = +1
Untuk ℓ =
3 m = –3
m = –2
m = –1
m = 0
m = +1
m = +2
m = +3
Suatu
orbital dapat digambarkan sebagai berikut :
d.
Bilangan kuantum spin ( s )
menyatakan
arah elektron dalam orbital.
Jenisnya
: + ½ dan – ½ untuk setiap orbital ( setiap harga m )
MENENTUKAN LETAK ELEKTRON
Untuk
menentukan letak elektron maka perlu mengikuti aturan-aturan tertentu yang
sudah ditetapkan.
Diagram
di bawah ini adalah cara untuk mempermudah menentukan tingkat energi orbital dari yang terendah ke
yang lebih tinggi yaitu :
Urutannya adalah: 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
BAB 3
SISTEM PERIODIK UNSUR
Golongan Utama (Golongan A)
Golongan Transisi (Golongan B)
SIFAT PERIODIK UNSUR
Sifat unsur yang meliputi :
► Jari-jari atom
► Jari-jari kation
► Kebasaan
► Kelogaman
► Keelektropositifan
► Kereaktifan positif
Mempunyai kecenderungan seperti yang digambarkan di bawah ini :
Semakin ke bawah cenderung semakin
besar.
Semakin ke kanan cenderung semakin
kecil.
Sedangkan sifat unsur yang meliputi :
► Potensial ionisasi ( energi ionisasi
)
► Afinitas elektron
► Keasaman
► Kenon-logaman
► Keelektronegatifan ( maksimal di
golongan VIIA )
► Kereaktifan negatif
Mempunyai kecenderungan seperti yang
digambarkan di bawah ini :
Semakin ke bawah cenderung semakin
kecil.
Semakin ke kanan cenderung semakin
besar.
BAB 4
IKATAN dan SENYAWA KIMIA
1.
IKATAN ION ( IKATAN ELEKTROVALEN / HETEROPOLAR )
Ø Ikatan
atom unsur logam (atom elektropositif) dengan atom unsur non logam (atom
elektronegatif).
Ø Unsur
logam melepas elektron dan memberikan elektronnya pada unsur non logam.
2.
IKATAN KOVALEN ( HOMOPOLAR )
Ø Ikatan
atom unsur non logam dengan atom unsur non logam.
Ø Pemakaian
bersama elektron dari kedua unsur tersebut.
3.
IKATAN KOVALEN KOORDINATIF(DATIV)
Ø Ikatan
atom unsur non logam dengan atom unsur non logam.
Ø Pemakaian
bersama elektron dari salah satu unsur.
4.
IKATAN VAN DER WAALS
a.
Gaya dispersi (gaya London)
·
Terjadi gaya tarik menarik
antara molekul-molekul non polar yg terkena aliran elektron (dipol sesaat) dengan molekul non polar disebelahnya yang terpengaruh (dipol
terimbas) yang berdekatan.
·
Gaya tarik antar molekulnya
relatif lemah.
b.
Gaya Tarik dipol
Ø Gaya
tarik antara molekul-molekul kutub positif dengan kutub negatif.
Ø Gaya
tarik antar molekulnya lebih kuat dari gaya tarik antara molekul dipol sesaat -
dipol terimbas.
5.
IKATAN HIDROGEN
Ø Terjadi
antara atom H dari suatu molekul dengan atom F atau atom O atau atom N pada
molekul lain.
Ø Ada
perbedaan suhu tinggi dan sangat polar di antara molekul-molekulnya.
6.
IKATAN LOGAM
Ø Ikatan
ion logam dengan ion logam dengan bantuan kumpulan elektron sebagai pengikat
atom-atom positif logam.
Ø Ikatannya
membentuk kristal logam.
BENTUK GEOMETRI MOLEKUL
Berbagai kemungkinan bentuk molekul :
HIBRIDISASI
Proses pembentukan orbital karena
adanya gabungan (peleburan) dua atau lebih orbital atom dalam suatu satuan
atom.
Berbagai kemungkinan hibridisasi dan
bentuk geometri orbital hibridanya
sebagai berikut :
SIFAT SENYAWA ION dan SENYAWA KOVALEN
BAB 5
STOIKIOMETRI
MASSA ATOM RELATIF
Menentukan massa atom
relatif dari isotop-isotop di alam
Di alam suatu unsur bisa di dapatkan
dalam 2 jenis atau bahkan lebih isotop, oleh karena itu kita dapat menentukan
massa atom relatifnya dengan rumus:
Untuk 2 jenis isotop :
Untuk 3 jenis isotop
:
MASSA MOLEKUL RELATIF
Menentukan mol sebagai perbandingan
massa zat dengan Ar atau perbandingan massa zat dengan Mr.
1.
Rumus Empiris
Adalah
rumus kimia yang menyatakan perbandingan paling sederhana secara numerik antara
atom-atom penyusun molekul suatu zat.
mol A : mol B : mol C
2.
Rumus Molekul
Adalah
rumus kimia yang menyatakan jumlah sesungguhnya atom-atom dalam suatu susunan
molekul.
(RE)x = Massa Molekul Relatif
x = faktor pengali Rumus Empiris
HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA
1.
Hukum
Lavoisier ( Kekekalan Massa )
Menyatakan bahwa massa zat sebelum reaksi sama dengan massa zat setelah
reaksi.
2.
Hukum
Proust ( Ketetapan Perbandingan )
Menyatakan
dalam suatu senyawa perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya selalu tetap.
3.
Hukum
Dalton ( Perbandingan Berganda )
Jika
unsur A dan unsur B membentuk lebih dari satu macam senyawa, maka untuk massa
unsur A yang tetap, massa unsur B dalam senyawanya berbanding sebagai bilangan
bulat
HUKUM-HUKUM KIMIA UNTUK GAS
1.
Hukum Gay Lussac ( Perbandingan
Volume )
Volume
gas-gas yang bereaksi dengan volume gas-gas hasil reaksi akan berbanding sebagai
bilangan (koefisien) bulat sederhana jika diukur pada suhu dan tekanan yang
sama.
Hukum Gay
Lussac tidak menggunakan konsep mol.
2.
Hukum Avogadro
Dalam
suatu reaksi kimia, gas-gas dalam volume sama akan mempunyai jumlah molekul yang
sama jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama.
RUMUS GAS DALAM BERBAGAI KEADAAN
Ø Dalam
keadaan standar ( Standard Temperature and Pressure ) atau ( 0oC,
1atm ):
Ø Dalam
keadaan ruang ( 25oC, 1atm)
berlaku :
Ø Rumus Gas Ideal
Berlaku untuk gas dalam setiap keadaan
:
P = tekanan gas ( atm )
V = volume gas ( dm3atau
liter )
n = mol gas ( mol )
R = tetapan gas (
liter.atm/K.mol ) = 0,08205
T = suhu absolut ( Kelvin ) = oC + 273
Rumus ini biasanya digunakan
untuk mencari volume atau tekanan gas pada suhu tertentu di luar keadaan
standard atau keadaan ruang.
BAB 6
LAJU REAKSI
LAJU REAKSI
Jadi jika ada suatu persamaan aP + bQ
Æ cPQ, maka;
Laju reaksi adalah :
Ø Berkurangnya
konsentrasi P tiap satuan waktu
Ø Berkurangnya
konsentrasi Q tiap satuan waktu =
Ø Bertambahnya
konsentrasi PQ tiap satuan waktu =
PERSAMAAN LAJU REAKSI
Persamaan laju reaksi hanya dapat
dijelaskan melalui percobaan, tidak bisa
hanya dilihat dari koefisien reaksinya.
Adapun persamaan laju reaksi untuk
reaksi: aA + bn Æ cC + dD, adalah :
V = laju
reaksi [B] =
konsentrasi zat B
k =
konstanta laju reaksi
m = orde reaksi zat A
[A] =
konsentrasi zat A n = orde
reaksi zat B
Catatan;
Pada
reaksi yang berlangsung cepat orde reaksi bukan koefisien masing-masing zat.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI
1.
Konsentrasi
Bila
konsentrasi bertambah maka laju reaksi akan bertambah. Sehingga konsentrasi berbanding lurus dengan laju
reaksi.
2.
Luas permukaan bidang sentuh
Semakin
luas permukaan bidang sentuhnya maka laju reaksi juga semakin bertambah.
Luas
permukaan bidang sentuh berbanding lurus dengan laju reaksi.
3.
Suhu
Suhu
juga berbanding lurus dengan laju reaksi karena bila suhu reaksi dinaikkan maka
laju reaksi juga semakin besar.
Umumnya
setiap kenaikan suhu sebesar 10oC akan memperbesar laju reaksi dua
sampai tiga kali, maka berlaku rumus :
V1 = Laju mula-mula
V2 = Laju setelah kenaikan suhu
T1 = Suhu mula-mula
T2 = Suhu akhir
Catatan : Bila besar laju 3 kali semula maka (2)
diganti (3) !
Bila
laju diganti waktu maka (2) menjadi (½)
4.
Katalisator
Adalah
suatu zat yang akan memperlaju ( katalisator positif ) atau memperlambat (
katalisator negatif = inhibitor )reaksi tetapi zat ini tidak berubah secara
tetap. Artinya bila proses reaksi selesai zat ini akan kembali sesuai asalnya.
BAB 7
TERMOKIMIA
Cara penulisan Reaksi Endoterm :
Ø A
+ B + kalor AB
Ø A
+ B AB – kalor
Ø A + B AB ∆ H
= positif
Cara penulisan Reaksi Eksoterm:
Ø A
+ B – kalor AB
Ø A
+ B AB + kalor
Ø A + B AB ∆ H
= negatif
ENTALPI
Jumlah energi total yang dimiliki oleh
suatu sistem, energi ini akan selalu tetap jika tidak ada energi lain yang
keluar masuk. Satuan entalpi adalah joule atau kalori Î (1 joule = 4,18
kalori).
JENIS-JENIS ENTALPI
1.
Entalpi Pembentukan (Hf)
Kalor
(energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembentukan 1 mol senyawa
dari unsur-unsur pembentuknya.
2.
Entalpi Penguraian (Hd)
Kalor
(energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa penguraian 1 mol senyawa
menjadi unsur-unsur pembentuknya.
3.
Entalpi Pembakaran (Hc)
Kalor
(energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembakaran 1 mol senyawa
atau 1 mol unsur.
MENGHITUNG ENTALPI
1.
Berdasarkan
Data Entalpi pembentukan (Hf)
Dengan
menggunakan rumus :
2.
Berdasarkan
Hukum HESS
Perubahan
enthalpi yang terjadi pada suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan mula-mula
dan keadaaan akhir reaksi, jadi tidak tergantung pada proses reaksinya.
Perhatikan:
C(s)
+ ½ O2(g) CO (g)
∆H = –A kJ/mol
C(s)
+ O2(g) CO2(g)
∆H = –B kJ/mol
CO
(g) + ½ O2(g) CO2(g)
∆H = –C kJ/mol
menjadi:
C(s)
+ ½ O2(g) CO (g)
∆H = –A kJ/mol
CO2(g) C(s) + O2(g) ∆H = +B kJ/mol
CO
(g) + ½ O2(g) CO2(g) ∆H = –C kJ/mol
Menurut
Hukum Hess, pada reaksi di atas :
3.
Berdasarkan
Energi Ikatan
Energi
ikatan adalah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan antar atom tiap
mol suatu zat dalam keadaan gas.
Energi
Ikatan Rata-rata
Energi
rata-rata yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol senyawa gas menjadi
atom-atomnya. Misal molekul air mempunyai 2 ikatan O – H yang sama, untuk
memutuskan kedua ikatan ini diperlukan energi sebesar 924 kJ tiap mol, maka 1
ikatan O – H mempunyai energi ikatan rata-rata 462 kJ. Untuk menentukan besar
entalpi jika diketahui energi ikatan rata-rata dapat digunakan rumus:
Adapun
data energi ikatan beberapa molekul
biasanya disertakan dalam soal.
Energi Atomisasi
Energi yang
dibutuhkan untuk memutus molekul kompleks dalam 1 mol senyawa menjadi atom-atom gasnya.
4.
Berdasarkan
Kalorimetri
Dengan
menggunakan rumus
q : kalor
reaksi
m : massa
zat pereaksi
c : kalor
jenis air
BAB 8
KESETIMBANGAN KIMIA
TETAPAN KESETIMBANGAN
Adalah perbandingan komposisi hasil
reaksi dg pereaksi pada keadaan setimbang dalam suhu tertentu.
Tetapan kesetimbangan dapat dinyatakan
dalam:
Ø Tetapan
Kesetimbangan Konsentrasi (Kc)
Ø Tetapan
Kesetimbangan Tekanan (Kp)
Misal dalam suatu reaksi
kesetimbangan: pA + qB ⇔ rC
+ sD
Maka di dapatkan tetapan kesetimbangan
sebagai berikut:
Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi:
Tetapan Kesetimbangan Tekanan:
HUBUNGAN Kc dan Kp
TETAPAN KESETIMBANGAN REAKSI YANG BERKAITAN
Misalkan suatu persamaan :
aA + bB ⇔
cAB Kc = K1
maka :
DERAJAT DISOSIASI
Derajat disosiasi adalah jumlah mol
suatu zat yang mengurai di bagi jumlah
mol zat sebelum mengalami penguraian.
PERGESERAN KESETIMBANGAN
Suatu sistem walaupun telah setimbang
sistem tersebut akan tetap mempertahankan kesetimbangannya apabila ada
faktor-faktor dari luar yang mempengaruhinya.
Menurut
Le Chatelier : Apabila dalam suatu sistem
setimbang diberi suatu aksi dari luar maka sistem tersebut akan berubah
sedemikian rupa supaya aksi dari luar
tersebut berpengaruh sangat kecil terhadap sistem.
Hal-hal
yang menyebabkan terjadinya pergeseran:
1.
Perubahan
konsentrasi
Ø Apabila
salah satu konsentrasi zat diperbesar maka kesetimbangan mengalami pergeseran
yang berlawanan arah dengan zat tersebut.
Ø Apabila
konsentrasi diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arahnya.
2.
Perubahan
tekanan
Ø Apabila
tekanan dalam sistem kesetimbangan diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke
arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil.
Ø Apabila
tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan
bergeser kearah zat-zat yang mempunyai koefisien besar.
3.
Perubahan
volume
Ø Apabila
volume dalam sistem kesetimbangan diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke
arah zat-zat yang mempunyai koefisien besar.
Ø Apabila
volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan
bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil.
Catatan : Untuk
perubahan tekanan dan volume, jika koefisien zat-zat di kiri ( pereaksi )
dan kanan ( hasil reaksi ) sama maka tidak terjadi pergeseran
kesetimbangan
4.
Perubahan
suhu
Ø Apabila
suhu reaksi dinaikkan atau diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke
zat-zat yang membutuhkan panas (ENDOTERM)
Ø Sebaliknya
jika suhu reaksi diturunkan kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang
melepaskan panas (EKSOTERM)
BAB 9
TEORI ASAM-BASA dan KONSENTRASI LARUTAN
TEORI ASAM-BASA
1.
Svante
August Arrhenius
Ø Asam
= senyawa yang apabila dilarutkan dalam air menghasilkan ion hidrogen (H+) atau
ion hidronium (H3O+)
Ø Basa
= senyawa yang apabila dilarutkan dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH–)
2.
Johanes
Bronsted dan Thomas Lowry ( Bronsted-Lowry )
Ø Asam
= zat yang bertindak sebagai pendonor proton (memberikan proton) pada basa.
Ø Basa
= zat yang bertindak sebagai akseptor proton (menerima proton) dari asam.
3.
Gilbert
Newton Lewis
Ø Asam
= suatu zat yang bertindak sebagai penerima (akseptor) pasangan elektron.
Ø Basa
= suatu zat yang bertindak sebagai pemberi (donor) pasangan elektron.
KONSENTRASI LARUTAN
1.
MOLALITAS
Menyatakan
jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut.
m
= Molalitas
massat
= massa zat terlarut
massap
= massa pelarut
Mr
= massa molekul relatif zat terlarut
2.
MOLARITAS
Menyatakan
jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mililiter) larutan.
M
= Molaritas
massat
= massa zat terlarut
volume
= volume larutan
Mr
= massa molekul relatif zat terlarut
Pada
campuran zat yang sejenis berlaku rumus:
Mc
= molaritas campuran Vc =
volume campuran
M1
= molaritas zat 1 V1
= volume zat 1
M2
= molaritas zat 2 V2
= volume zat 2
Mn
= molaritas zat n Vn
= volume zat n
Pada
pengenceran suatu zat berlaku rumus:
M1 =
molaritas zat mula-mula
M2 =
molaritas zat setelah pengenceran
V1 = volume
zat mula-mula
V2 = volume
zat setelah pengenceran
3.
FRAKSI
MOL
Menyatakan
jumlah mol zat terlarut dalam jumlah mol total larutan atau menyatakan jumlah
mol pelarut dalam jumlah mol total larutan.
Xt = fraksi mol zat terlarut
Xp = fraksi mol pelarut
nt = mol zat terlarut
np = mol pelarut
MENGHITUNG pH LARUTAN
Untuk menghitung pH larutan kita
gunakan persamaan-persamaan dibawah ini :
Untuk
mencari [H+] dan [OH–] perhatikan uraian dibawah ini !
ASAM
KUAT + BASA KUAT
1.
Bila keduanya habis, gunakan
rumus:
2.
Bila Asam Kuat bersisa, gunakan
rumus:
3.
Bila Basa Kuat bersisa, gunakan
rumus:
ASAM
KUAT + BASA LEMAH
1.
Bila keduanya habis gunakan
rumus HIDROLISIS:
2.
Bila Asam Kuat bersisa, gunakan
rumus:
3.
Bila Basa Lemah bersisa,
gunakan rumus BUFFER:
ASAM
LEMAH + BASA KUAT
1.
Bila keduanya habis gunakan
rumus HIDROLISIS:
2.
Bila Basa Kuat bersisa, gunakan
rumus:
3.
Bila Asam Lemah bersisa,
gunakan rumus BUFFER:
ASAM
LEMAH + BASA LEMAH
1.
Bila keduanya habis gunakan
rumus HIDROLISIS:
2.
Bila Asam Lemah bersisa,
gunakan rumus:
3.
Bila Basa Lemah bersisa,
gunakan rumus:
BAB 10
KELARUTAN dan HASILKALI KELARUTAN
KELARUTAN
Kelarutan ( s ) adalah banyaknya
jumlah mol maksimum zat yang dapat larut dalam suatu larutan yang bervolume 1
liter.
HASILKALI KELARUTAN
Hasilkali kelarutan ( Ksp ) adalah
hasil perkalian konsentrasi ion-ion
dalam suatu larutan jenuh zat tersebut. Di mana konsentrasi tersebut dipangkatkan
dengan masing-masing koefisiennya.
MEMPERKIRAKAN PENGENDAPAN LARUTAN
Apabila kita membandingkan Hasilkali
konsentrasi ion (Q) dengan Hasilkali kelarutan (Ksp) maka kita dapat
memperkirakan apakah suatu larutan elektrolit tersebut masih larut, pada kondisi
tepat jenuh, atau mengendap, perhatikan catatan berikut;
BAB 11
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT
Contoh larutan non elektrolit:
Glukosa (C6H12O6),
Sukrosa (C12H22O11), Urea (CO(NH2)2),
dll
1.
Penurunan
Tekanan Uap (∆P)
∆P = Penurunan tekanan
uap
Po = Tekanan Uap
Jenuh pelarut murni
P = Tekanan Uap Jenuh larutan
Xt = Fraksi mol zat terlarut
Xp = Fraksi mol pelarut
2.
Kenaikan
Titik Didih (∆Tb)
∆Tb = Kenaikan Titik Didih
Tblar = Titik Didih larutan
Tbpel = Titik Didih pelarut
Kb = tetapan Titik Didih Molal
pelarut
m = Molalitas larutan
3.
Penurunan
Titik Beku (∆Tf)
∆Tf = Penurunan Titik Beku
Tfpel = Titik Beku pelarut
Tflar = Titik Beku
larutan
Kb = tetapan Titik Beku Molal
pelarut
m = Molalitas larutan
4.
Tekanan Osmotik (π)
π = Tekanan Osmotik
M = Molaritas larutan
R = Tetapan gas = 0,08205
T = Suhu mutlak
= ( oC + 273 ) K
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT
Contoh
Larutan elektrolit :
NaCl, H2SO4, CH3COOH,
KOH, dll
Untuk larutan elektrolit maka
rumus-rumus di atas akan dipengaruhi
oleh :
i =
Faktor van Hoff
n =
Jumlah koefisien hasil penguraian senyawa ion
α =
Derajat ionisasi
α untuk asam kuat atau basa kuat = 1
Perhatikan:
Larutan NaCl diuraikan:
NaCl Na+ + Cl– jumlah koefisien 2 maka: i = 1 + ( 2 – 1 ) 1 = 2
Larutan Ba(OH)2 diuraikan:
Ba(OH)2 Ba2+ + 2 OH– jumlah koefisien 3 maka: i = 1 + ( 3 – 1 ) 1
= 3
Larutan MgSO4 diuraikan:
MgSO4 Mg2+ + SO42– jumlah koefisien 2 maka: i = 1 + ( 2 – 1 ) 1
= 2
1.
Penurunan
Tekanan Uap (∆P)
∆P = Penurunan tekanan uap
Po = Tekanan Uap Jenuh pelarut murni
P = Tekanan Uap Jenuh larutan
Xt = Fraksi mol zat terlarut
Xp = Fraksi mol pelarut
nt = Mol zat terlarut
np = Mol pelarut
i = faktor van Hoff
2.
Kenaikan
Titik Didih (∆Tb)
∆Tb = Kenaikan Titik Didih
Tblar = Titik Didih larutan
Tbpel = Titik Didih pelarut
Kb = tetapan Titik Didih Molal
pelarut
m = Molalitas larutan
i = faktor van Hoff
3.
Penurunan
Titik Beku (∆Tf)
∆Tf = Penurunan Titik Beku
Tfpel = Titik Beku pelarut
Tflar = Titik Beku larutan
Kb = tetapan Titik Beku Molal
pelarut
m = Molalitas larutan
i = faktor van Hoff
4.
Tekanan
Osmotik (π)
π = Tekanan Osmotik
M = Molaritas larutan
R = Tetapan gas = 0,08205
T = Suhu mutlak
= ( oC + 273 ) K
i = faktor van Hoff
BAB 12
SISTEM KOLOID
LARUTAN KOLOID SUSPENSI
SIFAT-SIFAT KOLOID
Efek
Tyndall
Efek Tyndall adalah peristiwa menghamburnya
cahaya, bila cahaya itu dipancarkan
melalui sistem koloid.
Gerak
Brown
Gerak Brown adalah gerakan dari
partikel terdispersi dalam sistem koloid yang terjadi karena adanya tumbukan
antar partikel tersebut, gerakan ini sifatnya acak dan tidak berhenti. Gerakan ini
hanya dapat diamati dengan mikroskop
ultra.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu proses
pengamatan imigrasi atau berpindahnya
partikel-partikel dalam sistem koloid karena pengaruh medan listrik. Sifat ini digunakan untuk
menentukan jenis muatan koloid.
Adsorbsi
Adsorbsi adalah proses penyerapan
bagian permukaan benda atau ion yang dilakukan sistem koloid sehingga sistem
koloid ini mempunyai muatan listrik. Sifat
adsorbsi koloid digunakan dalam berbagai proses seperti penjernihan air dan pemutihan gula.
Koagulasi
Suatu keadaan di mana
partikel-partikel koloid membentuk suatu
gumpalan yang lebih besar. Penggumpalan ini karena beberapa faktor
antara lain karena penambahan zat kimia atau enzim tertentu.
JENIS-JENIS KOLOID
CARA MEMBUAT SISTEM KOLOID
Ada dua metode pembuatan sistem koloid
:
BAB 13
REDUKSI OKSIDASI dan ELEKTROKIMIA
KONSEP REDUKSI OKSIDASI
1.
Berdasarkan pengikatan atau
pelepasan Oksigen
Reaksi
Oksidasi = peristiwa pengikatan oksigen oleh suatu unsur atau senyawa, atau bisa dikatakan penambahan
kadar oksigen.
Reaksi
Reduksi = peristiwa pelepasan oksigen oleh suatu senyawa, atau bisa dikatakan pengurangan kadar
oksigen.
2.
Berdasarkan pengikatan atau
pelepasan Elektron
Reaksi
Oksidasi = peristiwa pelepasan elektron oleh suatu unsur atau senyawa.
Reaksi
Reduksi = peristiwa pengikatan elektron oleh suatu unsur atau senyawa.
3.
Berdasarkan bilangan oksidasi
Reaksi
Oksidasi adalah meningkatnya bilangan oksidasi
Reaksi
Reduksi adalah menurunnya bilangan oksidasi
Ada beberapa aturan bilangan oksidasi
untuk menyelesaikan persoalan reaksi reduksi oksidasi berdasarkan bilangan
oksidasi :
Ø Atom
logam mempunyai Bilangan Oksidasi positif sesuai muatannya,
misalnya
:
Ag+ = bilangan oksidasinya +1
Cu+ = bilangan oksidasinya +4
Cu2+ = bilangan oksidasinya +2
Na+ = bilangan oksidasinya +1
Fe2+ = bilangan oksidasinya +2
Fe3+ = bilangan oksidasinya +3
Pb2+ = bilangan oksidasinya +2
Pb4+ = bilangan oksidasinya +1
Ø Bilangan
Oksidasi H dalam H2= 0, dalam senyawa lain mempunyai Bilangan
Oksidasi = +1, dalam senyawanya dengan logam (misal: NaH, KH, BaH) atom H
mempunyai Bilangan Oksidasi = –1.
Ø Atom
O dalam O2 mempunyai Bilangan Oksidasi = 0, dalam senyawa F2O
mempunyai Bilangan Oksidasi = +2, dalam senyawa peroksida
(misal:
Na2O2, H2O2) O mempunyai Bilangan Oksidasi = –1.
Ø Unsur
bebas (misal :Na, O2, H2, Fe, Ca C dll) mempunyai
Bilangan Oksidasi = 0
Ø F
mempunyai Bilangan Oksidasi = –1
Ø Ion
yang terdiri dari satu atom mempunyai Bilangan Oksidasi sesuai dengan muatannya, misalnya S2–,Bilangan
Oksidasinya = –2.
Ø Jumlah
Bilangan Oksidasi total dalam suatu senyawa netral = nol
Ø Jumlah
Bilangan Oksidasi total dalam suatu ion = muatan ionnya
MENYETARAKAN REAKSI REDUKSI OKSIDASI
1.
METODE BILANGAN OKSIDASI
(REAKSI ION)
Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
a.
Menentukan unsur yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi
b.
Menyetarakan unsur tersebut
dengan koefisien yang sesuai
c.
Menentukan peningkatan bilangan
oksidasi dari reduktor dan penu-runan bilangan oksidasi dari oksidator
d.
Menentukan koefisien yang
sesuai untuk menyamakan jumlah perubahan bilangan oksidasi
e.
Menyetarakan muatan dengan
menambahkan H+ ( suasana asam ) atau OH– ( suasana basa )
f.
Menyetarakan atom H dengan
menambahkan H2O
Bila ada
persamaan bukan dalam bentuk reaksi ion usahakan ubah ke dalam bentuk reaksi
ion.
2.
METODE SETENGAH REAKSI (ION
ELEKTRON)
Langkah-langkahnya
sebagai berikut :
a.
Tuliskan masing-masing setengah
reaksinya.
b.
Setarakan atom unsur yang
mengalami perubahan bilangan oksidasi
c.
Setarakan oksigen dan kemudian
hidrogen dengan ketentuan
d.
Setarakan muatan dengan
menambahkan elektron dengan jumlah yang sesuai, bila reaksi oksidasi tambahkan
elektron di ruas kanan, bila reaksi reduksi tambahkan elektron di ruas kiri
e.
Setarakan jumlah elektron
kemudian selesaikan persamaan
ELEKTROKIMIA
1.
SEL GALVANI atau SEL VOLTA
Ø Sel
yang digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik.
Ø Dalam
sel ini berlangsung reaksi redoks di mana katoda ( kutub positif ) dan tempat
terjadinya reduksi, sedangkan anoda ( kutub
negatif ) dan tempat terjadinya oksidasi.
Notasi
penulisan sel volta:
M = Logam yang mengalami oksidasi
MA+ = Logam hasil oksidasi dengan kenaikan
bil-oks = A
L = Logam hasil reduksi
LB+ = Logam yang mengalami reduksi dengan
penurunan bil-oks = B
Potensial Elektroda ( E )
Potensial
listrik yang muncul dari suatu elektroda dan terjadi apabila elektroda ini dalam keadaan setimbang dengan
larutan ion-ionnya.
Atau
menunjukkan beda potensial antara elektroda logam dengan elektroda hidrogen
yang mempunyai potensial elektroda = 0 volt.
Bila diukur pada 25oC, 1 atm:
Adapun
urutan potensial elektroda standar reduksi beberapa logam ( kecil ke besar ) adalah
:
Keterangan :
Ø Li
sampai Pb mudah mengalami oksidasi, umumnya bersifat reduktor
Ø Cu
sampai Au mudah mengalami reduksi, umumnya bersifat oksidator
Ø Logam
yang berada di sebelah kiri logam lain, dalam reaksinya akan lebih mudah
mengalami oksidasi
Potensial
Sel = Eosel dirumuskan sebagai :
Reaksi dikatakan
spontan bila nilai Eosel
= POSITIF
SEL ELEKTROLISIS
Ø Sel
yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi kimia.
Ø Dalam
sel ini berlangsung reaksi redoks di mana katoda ( kutub negatif ) dan tempat
terjadinya reduksi, sedangkan anoda ( kutub positif ) dan tempat terjadinya
oksidasi.
Elektrolisis
Leburan ( Lelehan / Cairan )
Apabila
suatu lelehan dialiri listrik maka di katoda terjadi reduksi kation dan di anoda terjadi oksidasi anion.
Jika leburan
CaCl2 dialiri listrik maka akan terion menjadi Ca2+ dan Cl–
dengan reaksi sebagai berikut: CaCl2 Ca2+ + 2 Cl–
Kation akan
tereduksi di Katoda, Anion akan teroksidasi di Anoda.
KATODA
(Reduksi) : Ca2+ + 2e Ca
ANODA
(Oksidasi) : 2 Cl– Cl2
+ 2e
Hasil Akhir:
Ca2+ + 2 Cl– Ca + Cl2
Elektrolisis Larutan
Bila larutan
dialiri arus listrik maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
Reaksi di KATODA ( elektroda – )
Ø Bila
Kation Logam-logam golongan I A, golongan II A, Al, dan Mn, maka
yang tereduksi adalah air ( H2O ) : 2 H2O ( l ) + 2e H2( g ) + 2 OH– ( aq )
Ø Bila
Kation H+maka akan tereduksi:
Ø Bila
Kation Logam lain selain tersebut di atas, maka logam tersebut akan tereduksi:
Reaksi di ANODA ( elektroda + )
ANODA Inert
( tidak reaktif, seperti Pt, Au, C )
Ø Bila
Anion sisa asam atau garam oksi seperti SO42–, NO3–,
dll, maka yang teroksidasi adalah air ( H2O ):
Ø Bila
anion OH–maka akan teroksidasi :
Ø Bila
Anion golongan VII A ( Halida )maka akan teroksidasi :
ANODA Tak Inert
Ø Anoda
tersebut akan teroksidasi:
Larutan MgSO4 dialiri listrik maka akan terion menjadi Mg2+
dan SO42– dengan reaksi sebagai berikut: MgSO4
Mg2+ + SO42–
ü Yang
tereduksi di Katoda adalah air karena potensial reduksinya lebih besar dari Mg2+
(ion alkali tanah)
ü Yang
teroksidasi di Anoda adalah air karena elektrodanya inert (C) dan potensial
oksidasinya lebih besar dari SO42– (sisa garam atau asam
oksi)
KATODA
(Reduksi) : 2 H2O + 2e H2+
2 OH–
ANODA
(Oksidasi) : 2 H2O O2+
4 H+ + 4e
Menyamakan
elektron:
KATODA
(Reduksi) : 2 H2O + 2e H2+ 2 OH– (x2)
ANODA
(Oksidasi) : 2 H2O O2 + 4 H+ + 4e
Hasil Akhir =
HUKUM FARADAY
Hukum
Faraday 1 :
ü massa
zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis
sebanding dengan jumlah arus listrik dikalikan dengan waktu elektrolisis
Hukum
Faraday 2 :
ü massa
zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis sebanding dengan massa ekivalen
zat
Dari hukum
Faraday 1 dan Faraday 2 didapatkan rumus :
i = kuat arus
t = waktu
me = massa ekivalen zat
Dari hukum Faraday 2 diperoleh rumus =
m1 = Massa zat 1
m2 = Massa zat 2
me1 = Massa ekivalen zat 1
me2 = Massa ekivalen zat 2
BAB 14
KIMIA ORGANIK
SENYAWA ORGANIK
Senyawa organik adalah senyawa yang
dihasilkan oleh makhluk hidup, senyawa ini berdasarkan strukturnya
diklasifikasikan menjadi :
SENYAWA JENUH DAN SENYAWA TIDAK JENUH
1.
Senyawa Jenuh
Adalah
senyawa organik yang tidak mempunyai ikatan rangkap atau tidak dapat mengikat atom H lagi. ALKANA
Senyawa
organik yang bersifat jenuh atau hanya mempunyai ikatan tunggal, dan mempunyai
rumus umum :
n =
jumlah atom karbon ( C )
2n + 2 =
jumlah atom hidrogen ( H )
Beberapa
senyawa alkana :
Kedudukan
atom karbon dalam senyawa karbon :
C primer = atom C yang mengikat satu
atom C lain ( CH3 )
C sekunder = atom C yang mengikat
dua atom C lain ( CH2 )
C tersier = atom C yang mengikat tiga
atom C lain ( CH )
C kuartener = atom C yang mengikat empat atom C
lain ( C )
Gugus Alkil
Gugus yang
terbentuk karena salah satu atom hidrogen dalam alkana digantikan oleh unsur atau
senyawa lain. Rumus umumnya :
Beberapa
senyawa alkil :
PENAMAAN
ALKANA MENURUT IUPAC
1.
Untuk rantai C terpanjang dan
tidak bercabang nama alkana sesuai jumlah C tersebut dan diberi awalan n
(normal).
2.
Untuk rantai C terpanjang dan
bercabang beri nama alkana sesuai jumlah
C terpanjang tersebut, atom C yang tidak terletak pada rantai terpanjang sebagai cabang (alkil).
Ø Beri
nomor rantai terpanjang dan atom C yang mengikat alkil di nomor terkecil.
Ø Apabila
dari kiri dan dari kanan atom C-nya mengikat alkil di nomor yang sama utamakan
atom C yang mengikat lebih dari satu alkil terlebih dahulu.
Ø Alkil
tidak sejenis ditulis namanya sesuai urutan abjad, sedang yang sejenis
dikumpulkan dan beri awalan sesuai jumlah alkil tersebut; di- untuk 2, tri-
untuk 3 dan tetra- untuk 4.
2.
Senyawa Tidak Jenuh
Adalah
senyawa organik yang mempunyai ikatan rangkap sehingga pada reaksi adisi ikatan
itu dapat berubah menjadi ikatan tunggal dan mengikat atom H.
ALKENA
Alkena
adalah senyawa organik yang bersifat tak
jenuh mempunyai ikatan rangkap dua, dan mempunyai rumus umum:
n = jumlah atom karbon ( C )
2n = jumlah atom hidrogen ( H )
Beberapa
senyawa alkena :
PENAMAAN ALKENA MENURUT IUPAC
1.
Rantai terpanjang mengandung
ikatan rangkap dan ikatan rangkap di
nomor terkecil dan diberi nomor sesuai letak ikatan rangkapnya.
2.
Untuk menentukan cabang-cabang
aturannya seperti pada alkana.
ALKUNA
Alkuna
adalah senyawa organik yang bersifat tak jenuh mempunyai ikatan rangkap tiga, dan mempunyai rumus umum
:
n = jumlah atom karbon ( C )
2n – 2 = jumlah atom hidrogen ( H )
Beberapa
senyawa alkuna :
PENAMAAN ALKUNA MENURUT IUPAC
1.
Rantai terpanjang mengandung
ikatan rangkap dan ikatan rangkap di nomor terkecil dan diberi nomor, sama seperti pada alkena.
2.
Untuk menentukan cabang-cabang
aturannya seperti pada alkana dan alkena, jelasnya perhatikan contoh berikut:
ALKADIENA
Alkadiena
adalah senyawa organik yang bersifat tak jenuh mempunyai 2 buah ikatan rangkap
ISOMER
Isomer
adalah senyawa-senyawa dengan rumus molekul sama tetapi rumus struktur atau konfigurasinya.
a.
Isomer Kerangka
Rumus
molekul dan gugus fungsi sama , tetapi rantai induk berbeda
b.
Isomer Posisi
Rumus
molekul dan gugus fungsi sama, tetapi posisi gugus fungsinya berbeda
c.
Isomer Fungsional ( Isomer
gugus fungsi )
Rumus
molekul sama tetapi gugus fungsionalnya berbeda, senyawa-senyawa yang berisomer
fungsional:
Alkanol ( Alkohol ) dengan
Alkoksi Alkana ( Eter )
Alkanal ( Aldehid ) dengan
Alkanon ( Keton )
Asam Alkanoat ( Asam
Karboksilat ) dengan Alkil Alkanoat ( Ester )
Contoh:
d.
Isomer Geometris
Rumus
molekul sama, rumus struktur sama, tetapi berbeda susunan ruang atomnya dalam molekul yang
dibentuknya
e.
Isomer Optis
Isomer
yang terjadi terutama pada atom C asimetris ( atom C terikat pada 4 gugus berbeda )
GUGUS FUNGSIONAL
Gugus
fungsi adalah gugus pengganti yang dapat menentukan sifat senyawa karbon.
1.
ALKANOL
Nama
Trivial ( umum ) : Alkohol
Rumus : R — OH
Gugus
Fungsi : — OH
Penamaan
Alkanol menurut IUPAC
Rantai utama adalah rantai
terpanjang yang mengandung gugus OH.
Gugus OH harus di nomor
terkecil.
2.
ALKOKSI ALKANA
Nama
Trivial ( umum ) : Eter
Rumus : R — OR’
Gugus
Fungsi : — O —
Penamaan
Alkoksi Alkana menurut IUPAC
Jika gugus alkil berbeda maka
yang C-nya kecil sebagai alkoksi
Gugus alkoksi di nomor terkecil
3.
ALKANAL
Nama
Trivial ( umum ) : Aldehida
Rumus : R — COH
Gugus
Fungsi : — COH
Penamaan
Alkanal menurut IUPAC
Gugus CHO selalu dihitung
sebagai nomor 1
4.
ALKANON
Nama
Trivial ( umum ) : Keton
Rumus : R — COR’
Gugus
Fungsi : — CO —
Penamaan
Alkanon menurut IUPAC
Rantai terpanjang dengan gugus
karbonil CO adalah rantai utama
Gugus CO harus di nomor
terkecil
5.
ASAM ALKANOAT
Nama
Trivial ( umum ) : Asam Karboksilat
Rumus : R — COOH
Gugus
Fungsi : — COOH
Penamaan Asam Alkanoat menurut IUPAC
Gugus COOH
selalu sebagai nomor satu
6.
ALKIL ALKANOAT
Nama
Trivial ( umum ) : Ester
Rumus : R — COOR’
Gugus
Fungsi : — COO —
Penamaan Alkil Alkanoat menurut
IUPAC
GUGUS FUNGSI LAIN
1.
AMINA
Nama
Trivial ( umum ) : Amina
Rumus : R — NH2
Penamaan
Amina menurut IUPAC dan Trivial
Amina Primer
Amina Sekunder
Amina Tersier
SENYAWA SIKLIK
1.
BENZENA
Benzena
adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 6 atom karbon dan 3
ikatan rangkap yang berselang-seling (berkonjugasi) dan siklik ( seperti
lingkaran ).
Reaksi Benzena
a.
Adisi
Ciri
reaksi adisi adalah adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal.
b.
Sustitusi
Ciri
reaksi substitusi tidak ada perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal atau sebaliknya. Sustitusi
benzena di bedakan menjadi:
Ø Monosubstitusi
Penggantian
satu atom hidrogen pada benzena dengan atom atau senyawa gugus yang lain. Rumus
umum monosubstitusi : C6H5A
Ø Disubstitusi
Penggantian
dua atom hidrogen pada benzena dengan atom atau senyawa gugus yang lain. Ada
tiga macam disubstitusi:
2.
NAFTALENA
Naftalena
adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 10 atom karbon dan 5 ikatan rangkap yang
berselang-seling (berkonjugasi) dan double siklik ( seperti 2 lingkaran ).
3.
ANTRASIN
Antrasin
atau antrasena adalah suatu senyawa organik aromatis, yang mempunyai 14 atom
karbon .
ASPEK BIOKIMIA
Biokimia adalah cabang ilmu kimia
untuk mempelajari peristiwa kimia (reaksi kimia) yang terjadi dalam tubuh
makhluk (organisme) hidup.
Senyawa kimia yang termasuk biokimia
adalah senyawa-senyawa yang mengandung
atau tersusun oleh unsur-unsur seperti : karbon ( C ), Hidrogen ( H ), Oksigen ( O ), Nitrogen ( N
), Belerang ( S ) Fosfor ( P ), dan
beberapa unsur lain dalam jumlah yang kecil.
Nutrisi
yang diperlukan dalam tubuh
Senyawa-senyawa
biokimia meliputi:
1.
KARBOHIDRAT
Rumus
umum : Cn(H2O)m
a. MONOSAKARIDA
Berdasarkan
jumlah atom C dibagi menjadi:
Berdasarkan gugus fungsinya :
Aldosa: monosakarida yang
mempunyai gugus fungsi aldehid ( alkanal )
Ketosa: monosakarida yang
mempunyai gugus fungsi keton ( alkanon )
b. DISAKARIDA
Disakarida
dibentuk oleh 2 mol monosakarida heksosa:
Contoh : Glukosa + Fruktosa Sukrosa
+ air
Rumusnya : C6H12O6 + C6H12O6 C12H22O11
+ H2O
Disakarida yang terbentuk
tergantung jenis heksosa yang direaksikan
Reaksi pada Disakarida:
Ø Maltosa
Hidrolisis
1 mol maltosa akan membentuk 2 mol glukosa.
Maltosa
mempunyai gugus aldehid bebas sehingga dapat bereaksi dengan reagen Fehling,
Tollens,
dan Benedict dan disebut gula pereduksi.
Ø Sukrosa
Hidrolisis
1 mol sukrosa akan membentuk 1 mol glukosa dan 1 mol fruktosa.
Reaksi
hidrolisis berlangsung dalam suasana asam dengan bantuan ini sering disebut
sebagai
proses
inversi dan hasilnya adalah gula invert
Ø Laktosa
Hidrolisis
1 mol laktosa akan membentuk 1 mol glukosa dan 1 mol galaktosa.
Seperti
halnya maltosa, laktosa mempunyai gugus aldehid bebas sehingga dapat bereaksi
dengan
reagen Fehling, Tollens, dan Benedict dan disebut gula pereduksi.
c.
POLISAKARIDA
Terbentuk
dari polimerisasi senyawa-senyawa monosakarida, dengan rumus umum:
Reaksi pada
Polisakarida:
Berdasarkan
daya reduksi terhadap pereaksi Fehling, Tollens, atau
Benedict
Gula
terbuka : karbohidrat yang mereduksi reagen Fehling, Tollens, atau Benedict.
Gula
tertutup : karbohidrat yang tidak mereduksi reagen Fehling, Tollens, atau Benedict.
2.
ASAM AMINO
Asam
amino adalah monomer dari protein, yaitu asam karboksilat yang mempunyai gugus
amina ( NH2 ) pada atom C ke-2, rumus umumnya:
JENIS ASAM
AMINO
Asam
amino essensial (tidak dapat disintesis tubuh)
Contoh
: isoleusin, fenilalanin, metionin,
lisin, valin, treonin, triptofan, histidin
Asam
amino non essensial (dapat disintesis tubuh)
Contoh
: glisin, alanin, serin, sistein,
ornitin, asam aspartat, tirosin, sistin, arginin, asam glutamat, norleusin
3.
PROTEIN
Senyawa
organik yang terdiri dari unsur-unsur C,
H, O, N, S, P dan mempunyai massa molekul relatif besar ( makromolekul ).
PENGGOLONGAN
PROTEIN
Berdasar
Ikatan Peptida
1)
Protein Dipeptida jumlah
monomernya = 2 dan ikatan peptida = 1
2)
Protein Tripeptida jumlah
monomernya = 3 dan ikatan peptida = 2
3)
Protein Polipeptida jumlah
monomernya > 3 dan ikatan peptida >2
Berdasar
hasil hidrolisis
1)
Protein Sederhana
hasil
hidrolisisnya hanya membentuk asam α amino
2)
Protein Majemuk
hasil
hidrolisisnya membentuk asam α amino dan senyawa lain selain asam α amino
Berdasar
Fungsi
REAKSI
IDENTIFIKASI PROTEIN
Catatan
Millon = larutan merkuro dalam asam nitrat
4.
LIPIDA
Senyawa
organik yang berfungsi sebagai makanan tubuh.
TIGA GOLONGAN LIPIDA TERPENTING
a.
LEMAK: dari asam lemak +
gliserol
Lemak
Jenuh ( padat )
ü Terbentuk
dari asam lemak jenuh dan gliserol
ü Berbentuk
padat pada suhu kamar
ü Banyak
terdapat pada hewan
Lemak tak
jenuh ( minyak )
ü Terbentuk
dari asam lemak tak jenuh dan gliserol
ü Berbentuk
cair pada suhu kamar
ü Banyak
terdapat pada tumbuhan
b.
FOSFOLIPID: dari asam lemak +
asam fosfat + gliserol
c.
STEROID: merupakan Siklo
hidrokarbon
5.
ASAM NUKLEAT
DNA
= Deoxyribo Nucleic Acid ( Asam Deoksiribo Nukleat )
Basa
yang terdapat dalam DNA : Adenin, Guanin, Sitosin, Thimin
RNA = Ribo
Nucleic Acid ( Asam Ribo Nukleat )
Basa yang
terdapat dalam RNA : Adenin, Guanin, Sitosin, Urasil
POLIMER
Polimer
adalah suatu senyawa besar yang terbentuk dari kumpulan monomer-monomer, atau unit-unit
satuan yang lebih kecil.
Contoh:
polisakarida (karbohidrat), protein, asam nukleat ( telah dibahas pada sub bab sebelumnya),
dan sebagai contoh lain adalah plastik, karet, fiber dan lain sebagainya.
REAKSI PEMBENTUKAN POLIMER
1.
Kondensasi
Monomer-monomer
berkaitan dengan melepas molekul air dan metanol yang merupakan molekul-molekul
kecil.
Polimerisasi
kondensasi terjadi pada monomer yang mempunyai gugus fungsi pada
ujung-ujungnya.
Contoh:
pembentukan nilon dan dakron
2.
Adisi
Monomer-monomer
yang berkaitan mempunyai ikatan rangkap. Terjadi berdasarkan reaksi adisi yaitu
pemutusan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Polimerisasi adisi umumnya
bergantung pada bantuan katalis.
Contoh:
pembentukan polietilen dan poliisoprena
PENGGOLONGAN POLIMER
1.
Berdasar jenis monomer
Homopolimer
: terbentuk dari satu jenis monomer,
Contoh : polietilen ( etena = C2H4 ), PVC ( vinil
klorida = C2H3Cl ),
Teflon ( tetrafluoretilen = C2F4),
dll.
Kopolimer: terbentuk dari lebih satu
jenis monomer,
Contoh : Nilon ( asam adipat dan heksametilendiamin )
Dakron ( etilen glikol dan asam
tereftalat )
Kevlar
/ serat plastik tahan peluru ( fenilenandiamina dan asam tereftalat )
2.
Berdasar asalnnya
Polimer
Alami : terdapat di alam
Contoh
: proten, amilum, selulosa, karet, asam nukleat.
Polimer
Sintetis: dibuat di pabrik
Contoh:
PVC, teflon, polietilena
3.
Berdasar ketahan terhadap panas
Termoset:
jika dipanaskan akan mengeras, dan tidak dapat dibentuk ulang.
Contoh: bakelit
Termoplas:
jika dipanaskan akan meliat (plastis) sehingga dapat dibentuk ulang.
Contoh: PVC, polipropilen, dll
BAB 15
KIMIA UNSUR
1.
Reaksi
antar Halogen
Terjadi
jika halogen yang bernomor atom lebih besar dalam larutan/berbentuk ion,
istilahnya “reaksi pendesakan antar halogen”.
Keterangan :
terjadi reaksi, — tidak terjadi reaksi
2.
Reaksi
Gas Mulia
Walaupun
sukar bereaksi namun beberapa pakar kimia dapat mereaksikan unsur gas mulia di
laboratorium:
Senyawa yang
pertama dibuat XePtF6
Adapun
senyawa lainnya:
SENYAWA KOMPLEKS
Aturan penamaan senyawa kompleks menurut IUPAC :
1)
Kation selalu disebutkan
terlebih dahulu daripada anion.
2)
Nama ligan disebutkan secara
berurut sesuai abjad.
Ligan adalah
gugus molekul netral, ion atau atom yang terikat pada suatu atom logam melalui
ikatan koordinasi.
Daftar ligan sesuai abjad.
Amin = NH3 ( bermuatan 0 )
Akuo = H2O ( bermuatan 0 )
Bromo =
Br– (
bermuatan –1 )
Hidrokso =
OH– (
bermuatan –1 )
Iodo = I– ( bermuatan –1 )
Kloro = Cl– ( bermuatan –1 )
Nitrito = NO2– ( bermuatan –1 )
Oksalato =
C2O42– (
bermuatan –2 )
Siano = CN– ( bermuatan –1 )
Tiosianato =
SCN– (
bermuatan –1 )
Tiosulfato =
S2O32– (
bermuatan –2 )
3)
Bila ligan lebih dari satu maka
dinyatakan dengan awalan di- untuk 2,
tri- untuk 3, tetra- untuk 4, penta- untuk lima dan seterusnya.
4)
Nama ion kompleks bermuatan
positif nama unsur logamnya menggunakan
bahasa Indonesia dan diikuti bilangan oksidasi logam tersebut dengan angka
romawi dalam tanda kurung. Sedangkan untuk ion kompleks bermuatan negatif nama
unsur logamnya dalam bahasa Latin di akhiri –at dan diikuti bilangan oksidasi
logam tersebut dengan angka romawi dalam tanda kurung.
BAB 16
KIMIA LINGKUNGAN
Komposisi
udara bersih secara alami:
1bpj
= 10–4 %
ZAT ADITIF MAKANAN
1.
Penguat
rasa atau penyedap rasa
Mononatrium
glutamat ( Monosodium glutamate = MSG ) atau disebut vetsin.
2.
Pewarna
3.
Pemanis
4.
Pembuat
rasa dan aroma
IUPAC
|
trivial
|
Aroma dan rasa
|
Etil etanoat
|
Etil
asetat
|
apel
|
Etil butanoat
|
Etil
butirat
|
nanas
|
Oktil etanoat
|
Oktil
asetat
|
jeruk
|
Butil metanoat
|
Butil
format
|
raspberri
|
Etil metanoat
|
Etil
format
|
rum
|
Amil butanoat
|
Amil
butirat
|
pisang
|
5.
Pengawet
6.
Antioksidan
Membantu
mencegah oksidasi pada makanan, contoh:
PUPUK
Unsur yang dibutuhkan oleh tanaman:
1.
Jenis-jenis
pupuk organik :
2.
Jenis-jenis
pupuk anorganik :
Ø Pupuk
Kalium : ZK 90, ZK96, KCl
Ø Pupuk
Nitrogen : ZA, Urea, Amonium nitrat
Ø Pupuk
Fosfor : Superfosfat tunggal (ES),
Superfosfat ganda (DS), TSP
Ø Pupuk
majemuk
Mengandung
unsur hara utama N-P-K dengan komposisi tertentu, tergantung jenis tanaman yang
membutuhkan.
PESTISIDA
1.
Jenis-jenis
pestisida:
2.
Bahan
Kimia dalam pestisida: