SELAMAT DATANG DI BLOG IKA FEBIANA SEMOGA BERMANFAAT GUYS...

Senin, 03 November 2014

cerpenku



Buah Manis Kejujuran

Oleh : Ika Febiana
XI APK 1

            Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bersama dua orang anaknya. Ia tinggal di gubuk kecil yang sederhana. Sebut saja Jumenah. Sudah dua tahun ia ditinggal oleh lelaki yang sangat ia cintai. Sang suami pergi untuk selama-lamanya karena menderita penyakit yang amat parah yaitu kanker paru-paru. Kini Jumenah harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi kedua anaknya, Roy dan Rina.

            Suatu ketika sang anak, Rina merintih kesakitan. Ia sudah tidak tahan lagi menahan rasa laparnya.
“ Ibu... Aduh ibu, perut Rina sakit. Rina lapar bu.” Sambil memegang perutnya yang kelaparan.
“ Iya sabar ya nak, ibu akan mencarikanmu makanan.”
“ Cepat ya bu, Rina udah gak kuat.”
Melihat kondisi anaknya, Jumenah pergi meninggalkan rumah untuk mencari makanan. Ia bingung dari mana ia mendapatkan uang untuk membeli makanan.

            Pada saat diperjalanan, Jumenah melihat seorang ibu-ibu yang sedang berbelanja. Tanpa ibu itu sadari, ia telah menjatuhkan dompetnya. Walaupun Jumenah sangat membutuhkan uang, ia tetap tidak mengambil kesempatan itu. Karena ia tahu bahwa barang itu bukan miliknya. Ia terus memegang teguh amanat mendiang suaminya.
“ Bu, walaupun ibu dalam keadaan kepepet, jangan sampai ibu mengambil barang orang lain yang bukan hak ibu ya?”
“ Iya pak. Ibu akan selalu mengingat nasihat Bapak. Sekarang Bapak istirahat saja.”
“ Iya Bu. Huk....uhuk.!”

Tanpa berpikir panjang, Jumenah langsung mengambil dompet itu dan mengembalikan kepada pemiliknya. Ia membuka dan melihat isi dompet tersebut. Didalamnya terdapat kartu identitas yang menunjukkan nama” Suhartini” dan alamatnya. Ternyata didalam dompet tersebut juga terdapat uang sejumlah Rp.250.000,- dan surat-surat penting lainnya. Wow...itu bukan uang yang sedikit bagi Jumenah. Ia melawan gejolak didalam hatinya dan langsung menuju ke alamat ibu Suhartini.

Setibanya di rumah ibu itu, Jumenah langsung memberikan dompet itu padanya. Ibu Suhartini merasa senang dan bersyukur karena dompetnya telah kembali. Sebagai rasa terima kasih, Jumenah diberi sejumlah uang. Namun, Jumenah menolaknya dan langsung pamit pulang.

Masalah yang dihadapinya belum selesai. Ia harus kembali mencari makanan untuk Rini. Sudah seharian Jumenah mencari kesana-kemari, tetapi belum juga mendapatkan apa-apa. Dengan terpaksa, ia harus menghutang di warung tetangganya.
****
Suatu ketika Jumenh jatuh sakit, kini ia tidak bisa lagi mencari makan untuk kedua anaknya. Melihat kondisi ibu dan adiknya yang mulai kelaparan, Roy anak sulung Jumenah tergugah hatinya untuk ikut meringankan beban ibunya.
“ Ibu, Roy pamit dulu ya?”
“ Kamu mau kemana nak?”
“ Roy ingin mencari makanan untuk Ibu sama Adik.”
“ Kamu hati-hati ya nak, maafkan ibu karena sudah menyusahkanmu.”
“ Ibu bilang apa, Roy ini kan anak ibu. Jadi sudah sepantasnya Roy membantu ibu. Lagipula Roy seneng kok bisa bantu ibu. Roy gak merasa direpotin sama ibu. Sekarang ibu istirahat saja biar ibu cepat sembuh. Roy pamit dulu bu, Assalammualaikum.”
“ Wa’alaikum salam.”

            Setelah pamit dengan ibunya, Roy memutuskan untuk pergi ke pasar mencari sisa-sisa kehidupan di sepanjang jalur pasar. Terik mentari menemani dan menusuk kulit kering bocah itu disertai dengan deraian peluh diwajahnya. Terihat dikejauhan seorang lelaki dikejar oleh segerombol orang yang penuh dengan kemarahan dan rasa kesal di raut mukanya. Tiba-tiba lelaki itu menabrak tubuh kecil Roy dan melemparkan tas coklat yang dibawanya. Roy tidak mengerti mengapa tas itu dilemparkan kepadanya hingga segerombol orang-orang itu datang dan menghampiri Roy. Mereka mengira Roy-lah pencopet itu. Tanpa pikir panjang mereka langsung membawa Roy ke kantor Kepala Desa.

            Salah seorang penduduk datang ke rumah Roy dan mengabarkan berita buruk itu kepada ibunya yang sedang sakit.
“ Jum...Jum...Jumenah, anakmu...anakmu Roy dibawa ke kantor Kepala Desa. Ia dituduh mencopet di pasar.”
“ anakku...Roy. Pak tolong antarkan aku kesana.”
“ Mari Jum.!”
****
            Setibanya di kantor Kepala Desa, Jumenah langsung memeluk dan mencium kening Roy.
“ Nak...lihat Ibu dan katakan sejujurnya. Apa kamu mencuri nak?”
“ Tidak bu...tidak. Roy tidak mencuri!! Tadi ada lelaki yang menabrak  tubuh Roy dan laki-laki itu langsung melemparkan tas itu pada Roy. Percayalah bu, Roy tiak mencuri. ”
“ Iya nak, Ibu percaya padamu.”   
“ Bohong! Kaulah pencurinya. Mana ada maling ngaku.”
“ Sudah...sudah harap tenang! Ini kantor bukan pasar.” Ucap Pak Kades menstabilkan suasana.

            Disaat suasana sedang mencekam, datang seorang wanita parubaya dengan seorang lelaki. Anehnya tangan laki-laki itu terikat. Lalu mereka berdua mendekat.
“ Maaf Pak Kades kalau saya mengganggu.”
“ Tidak apa-apa bu. Ada perlu apa ya?”
“ Ini Pak saya membawa lelaki yang merampok tas ibu itu pak. Jadi bukan anak ini pelakunya, tetapi laki-laki disebelah saya ini.”
“ Jadi kamu pelakunya? Terima kasih ya bu, karena sudah menangkap pelaku yang sebenarnya. Dan untuk Roy, maafkan Bapak karena telah menuduhmu sebagai pelakunya.”
“ Tidak apa-apa pak.”

            Akhirnya masalah telah selesai. Roy diperbolehkan pulang karena dia terbukti tidak bersalah. Diperjalanan pulang, Jumenah berterima kasih kepada wanita parubaya itu karena telah menolong anaknya. Jumenah tidak mengetahui kalau wanita didepannya adalah ibu Suhartini, wanita yang dompetnya Jumenah temukan. Ia tidak mengenali wanita itu karena penampilannya sudah sangat berbeda.

            Setelah mengenali wanita itu, Jumenah terlihat heran dan tidak percaya. Tetapi, ia tetap bersyukur pada Sang Kuasa karena telah mengirim orang yang baik untuk menolong anaknya. Tidak lain tidak bukan adalah orang yang pernah ia tolong dulu. Tidak sekedar itu, Ibu Suhartini jiga memberikan sejumlah uang kepada Jumenah atas jasanya tempo hari. Awalnya ia menolak, ia menolong ibu itu dengan tulus ikhlas tanpa mengharap pamrih. Tapi ibu Suhartini tetap memaksa Jumenah dan langsung meninggalkan Jumenah dan Roy dengan sejumlah uang ditangannya. Jumenah merasa senang dan bersyukur karena kebaikan dan kejujurannya membuahkan sesuatu yang indah yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Roy yang belum mengetahui apa-apa terlihat heran dan bengong melihat apa yang terjadi pada ibunya.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar